Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lettu Koeseri, Menentang Pendudukan Jepang, Melawan Agresi Militer Belanda

8 Agustus 2024   11:48 Diperbarui: 8 Agustus 2024   11:57 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tentara PETA (Dok Malang Voice)

Selain Jenderal Soedirman yang menjadi Pahlawan Nasional, Purbalingga - Jawa Tengah juga memiliki sosok pahlawan lokal yang berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan negeri ini. Pemuda-pemuda 'Bumi Perwira' memiliki jiwa patriotisme yang tinggi. Mereka tak sudi dijajah dan bangkit untuk melawannya.

Salah satunya ada pada diri Koeseri. Pria kelahiran Kampung Prit Gantil, Purbalingga Wetan yang memimpin perlawanan terhadap Pendudukan Jepang juga bertempur menentang Agresi Militer Belanda. Atas berbagai kiprahnya, Kuseri yang berkarir di militer sampai berpangkat Letnan Satu (Lettu) itu kemudian diabadikan sebagai nama jalan yang melewati tanah kelahirannya.

Nama lengkapnya Koeseri Joedosoebroto, Ia putera tengah dari tiga bersaudara. Kakaknya Basori dan adiknya bernama Soemeri. Kuseri sempat menyenyam pendidikan dasar di Purbalingga. Ia dikenal sebagai pribadi yang keras, jujur, religius dan memiliki jiwa kepemimpinan tinggi.

Pada awal pendudukan Jepang, Ia mengikuti Seinen Dojo (Barisan Pemuda) pada 1942. Setahun berikutnya, saat Jepang membentuk PETA (Pembela Tanah Air), Ia turut bergabung. Mula-mula, Ia mengikuti pendidikan di Kasikang Gakko di Resisentei Cimahi antara Maret -- Agustus 1943.

Kuseri dinyatakan lulus dan ditempatkan di kesatuan PETA setingkat Chudan yang bermarkas di Gumilir, Cilacap. Kuseri cukup bersinar sampai berpangkat Budancho (Komandan Regu) dengan pimpinannya adalah Chudanco Tulus Subroto.

Jalan Lettu Kuseri (Dok. SMP 2 Purbalingga)
Jalan Lettu Kuseri (Dok. SMP 2 Purbalingga)

Sejarawan Purbalingga Alm. Pak Triatmo menyebutkan saat di PETA mereka satu angkatan dengan Umar Wirahadikusumah yang usai Republik Indonesia (RI) berdiri karirnya cemerlang sampai diangkat menjadi Wakil Presiden 1983-1988, juga Jenderal Poniman (Menteri Pertahanan 1983-1988). PETA adalah milisi bentukan Jepang untuk menghadang balatentara Sekutu. Mereka mendapatkan pelatihan militer dan persenjataan yang cukup baik.

Koeseri Menentang Jepang

Meski Ikut PETA bentukan Jepang yang menjanjikan kemerdekaan, rupanya jiwa patriotisme tetap bergolak di dada Kuseri melihat kesewenang-wenangan Jepang. Untuk meyakinkan tekadnya, Kuseri bahkan mengajak sejawatnya menemui guru ngajinya di Kesugihan Cilacap. Mereka bermaksud memohon doa restu melakukan perlawanan terhadap Jepang.

Tak dinyana, guru ngajinya itu malah menyarankan agar diurungkan niat untuk melawan Dai Nippon. Guru Ngaji yang sepertinya mempunyai kemampuan 'weruh sedurung winarah' itu mengatakan bahwa tanpa dilawan pun para 'Tentara Kate' itu akan pergi sendiri.

Para sesepuh jaman dulu memang banyak yang sudah mempunyai keyakinan bahwa Bala Tentara Jepang tidak akan lama-lama di Nusantara karena adanya Ramalan Jayabaya. Ramalan itu menyebutkan akan ada 'Tentara Kate' berkulit kuning yang datang, namun hanya seumur jagung.

Akan tetapi Kuseri keras kepala, Ia tetap pada pendiriannya. Sebabnya, Kuseri sudah berkordinasi dengan simpul-simpul perlawanan PETA di daerah lain, termasuk yang paling terkenal adalah Pemberotakan PETA di Blitar yang dipimpin oleh Daidancho Supriyadi. Kuseri satu pendidikan dengan Supriyadi juga Syudanco Yasir hadibroto saat berada di Kasikang Gakko Cimahi

Tentara PETA (Dok Malang Voice)
Tentara PETA (Dok Malang Voice)

Jiwa Kuseri juga terketuk kala menyaksikan kekejaman Jepang yang terhadap rakyat. Banyak warga desa yang dijadikan Romusha (pekerja paksa) dan tidak kembali lagi. Kuseri juga tak rela saat wanita-wanita pribumi dijadikan pemuas nafsu tentara Jepang sebagai Jugun Ianfu yang lokalisasinya berada di belakang Kantor Kempetai Cilacap.

Tindak-tanduk negara yang mengaku 'Saudara Tua' itu sangat menggangu hati Budancho Kuseri. Terlebih, Ia kerap mengawal Shidokang, tentara asli Jepang sehingga menyaksikan langsung tindakan semena-mena mereka.

Kemudian, keyakinan akan perlawanan itu juga didorong oleh banyak berita yang berhasil disadap dari Radio Amerika dan Australia yang menyiarkan bahwa Jepang sudah mulai terdesak pasca penyerangan Pearl Harbour dan Amerika Serikat akhirnya bergabung ke Sekutu.

Akhirnya, perlawanan itu pun dimulai pada 21 April 1945. Budancho Kuseri meminta bantuan Syodancho Yasir untuk menyiapkan meriam yang bisa ditembakkan ke arah Kota Cilacap. Malam harinya, prajurit PETA yang bergabung dengan Budancho Kuseri berjumlah 215 tentara, mulai bergerak.

Budancho Kuseri dibantu oleh Darman, Soekir, Soewab, Wasiroen, Hadi, Marsan, Anwari, Mardiyono, Saryono, Sarjono, Oedi, Wirjo Soekarto, Taswan, Djemiran dan Soehoed, Masiroen dalam mengkoordinasikan pasukan perlawanan. Mereka juga didukung oleh tentara PETA dari Daidan lain di Banyumas meski tidak berada dalam satu garis komando koordinasi. Selain itu, perlawanan Kuseri juga dibantu oleh ulama, di antaranya, Kyai Bugel, Kyai Juhdi dari Rawalo dan Kyai Muhamad Sidiq dari Banjarnegara.

Mereka berhasil merampas persenjataan di gudang dan mulai melakukan perlawanan. Sasaran pertama adalah markas Keibitai (penjagaan pantai) yang terletak di sekitar Bukit Srandil. Targetnya, setelah markas tersebut dikuasai, Kuseri bermaksud mengajak Batalyon PETA Kroya yang dipimpin Daidancho Soedirman untuk bergabung dan melakukan pemberontakan yang lebih besar.

Namun, gerak mereka langsung tercium ditambah kurangnya koordinasi dan perlengkapan, perlawanan Budancho Kuseri hanya berlangsung singkat. Jepang mengerahkan kekuatan penuh untuk memadamkan perlawanan Kuseri. Pertahanan mereka di Desa Selarang diobrak-abrik, kemudian mundur ke Desa Kedondong dan masuk Hutan Jati karena didesak terus oleh Jepang.

Perlawanan Kuseri dan rekan-rekannya pun patah, Kuseri berhasil meloloskan diri ke Desa Adipala. Namun tak lama kemudian ditangkap dan bersama 18 rekannya dipenjarakan di Jakarta.

Sejarawan Purbalingga, Alm. Triatmo dalam bukunya menyebut Kuseri ditangkap pada 25 April 1949. Sumber lain menyebutkan Perlawanan Kuseri sampai 29 April 1949 dan dirinya bukan ditangkap, melainkan menyerahkan diri.

Pengadilan Militer Jepang menjatuhkan hukuman mati. Eksekusinya direncanakan pada 18 Agustus 1945. Syukurlah terjadi angin perubahan geopollitik dan militer yang sangat cepat di Nusantara yang berujung Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Kuseri pun selamat dari hukuman mati. Ia bisa menghirup udara bebas.

Sumber lain menyebutkan Kuseri batal dihukum mati karena diplomasi dari rekannya, Daidanco Soedirman (Soedirman menjadi Panglima Besar TNI pertama yang juga dilahirkan di Purbalingga)

Jiwa patriotisme tak luntur dari diri Kuseri. Pasca Proklamasi Kemerdekaan, saat Agresi Militer Belanda datang dengan maksud menjajah kembali, Ia pun tak ragu angkat senjata mempertahankan kemerdekaan negerinya. Kuseri yang berpangkat Letnan Satu (Lettu) bergerilya sampai di wilayah Cilacap dan sekitarnya di bawah komando Kapten Hardoyo.

Atas Perjuangan beliau kita bisa meraih dan mempertahankan kemerdekaan. Maturnuwun Pahlawanku. Merdeka

Sumber :

  • Buku 'Tokoh-Tokoh Purbalingga' karya Pak Triatmo (2017) di mana saya sebagai kontributornya (Halaman 163-164)
  • Artikel 'Belajar Sejarah dari Nama Jalan di Purbalingga' yang bisa dibaca di sini
  • Artikel Pemberontakan PETA di Cilacap yang bisa dibaca di sini
  • Artikel Wikipedia tentang Pemberontakan PETA di Blitar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun