Pintu Nomor 8 Masjid Nabawi punya tempat spesial di hati Bapakku. Sebabnya, saat beliau haji pada 2022 lalu, selalu masuk via pintu tersebut ketika hendak beribadah ke masjid terbesar di Kota Madinah itu. Oleh karenanya, saat aku umrah kemarin, Ibuku berpesan agar jangan lupa berkunjung ke pintu tersebut.
Saya pun memasukannya dalam list ittenerary lokasi yang harus dikunjungi. Namun, karena hotel tempat kami lebih dekat ke area pintu nomor 16 - 20an aku lebih sering lewat situ Ketika ke Masjid Nabawi dan pencarian ke pintu 8 aku agendakan di akhir waktu kami di Madinah.
Maka, usai kunjungan Raudhah kedua kalinya yang dilanjutkan berziarah ke Pemakaman Baqi aku sengaja berputar mengelilingi Masjid Nabawi untuk sampai ke ke Pintu 8 atau King Saud Gate. Setelah sampai di pintu itu tak lupa aku berfoto, masuk ke masjid kemudian menunaikan Sholat Dhuha..
Entah kenapa seusai sholat tiba-tiba ingatan tentang Bapak membuat nyess... lha kok malah mataku mrambang dan jadi nangis di situ seketika. Bayangan Bapak yang tiba-tiba nampak jelas jadi merecall jasa beliau, lalu malah jadi ingat banyak dosa dan merenungkan banyak hal yang belum bisa kulakukan, salah satunya membahagiakan orang tua dan pernah mengecewakannya...
Ah, itu kedua kalinya aku menangis di Madinah setelah yang pertama saat kunjungan di Raudhah.
Btw, Kota Madinah cukup berkesan buatku. Kotanya sejuk, ramah dan nyaman. Alhamdulilah hotel kita juga sangat dekat dengan Masjid Nabawi. Untuk ibadah asyik banget, bahkan posisi sholat mendekat dengan Raudhah dan makam nabi tak begitu susah.
Kemudian, di Masjid Nabawi suasananya keilmuan banget. Usai sholat banyak kajian-kajian terbatas (liqo) dan setoran-setoran hafalan. Mereka berkelompok-kelompok kecil dengan satu orang murabi atau pembimbing.
Lalu, yang menarik setiap habis Sholat Magrib di area dekat Pintu 19 atau Al Badr Gate ada semacam pengajian dengan berbahasa Indonesia. Kajian itu dibawakan oleh Ustadz Ariful Bahri, WNI asal Riau yang menyelesaikan kuliah sarjana sampai doctoral di Universitas Islam Madinah.
Suasananya cukup ramai, tak hanya Jemaah asal Indonesia, Jemaah yang berbahasa melayu seperti Malaysia, Brunei dan Pattani (Thailand) pun banyak yang mengikuti. Selama di Nabawi, saya juga sempatkan turut mendengarkan kajian yang temanya membawakan sirah nabawiyah.
Sejarah Masjid Nabawi
Masjid Nabawi sangat lekat dengan Kota Madinah Al - Munawarah. Masjid ini merupakan masjid kedua yang dibangun dalam sejarah Islam setelah Masjid Quba. Masjid ini dianggap sebagai tempat suci oleh umat Islam selain Masjidil Haram di Makkah.
Nabawi  dulunya adalah rumah tempat tinggal Nabi Muhammad setelah hijrah ke Madinah. Bangunan masjid awalnya tanpa atap. Selain sarana ibadah juga digunakan sebagai tempat acara sosial seperti pertemuan masyarakat dan digunakan sebagai sekolah agama (madrasah).
Masjid Nabawi menjadi tujuan utama para jemaah haji dan umrah di Madinah. Sebab, pada kompleks Nabawi ada Makam Nabi Muhammad beserta dua Khulafaur Rasyidin, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.
Salah satu icon terkenal Masjid Nabawi adalah kubahnya yang berwarna hijau. Catatan sejarah di Wikipedia menyebutkan kubah itu dibangun di atas makam nabi dan rumahnya bersama Aisyah pada 1818 oleh Sultan Utsmaniyah Mahmud II dan dicat hijau pada 1837. Sejak saat itulah kubah tersebut dikenal sebagai 'Kubah Hijau'.
Konon, lokasi didirikannya Masjid tersebut ketika dalam perjalanan hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah unta tunggangan Nabi menghentikan perjalanannya sewaktu tiba di Madinah. Lokasi itu semula adalah tempat penjemuran buah kurma milik anak yatim dua bersaudara Sahl dan Suhail bin 'Amr, yang kemudian dibeli oleh Nabi Muhammad untuk dibangunkan masjid dan tempat kediamannya.
Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 50 m, dengan tinggi 3,5 m. Nabi Muhammad membantu membangunnya dengan tangannya sendiri, bersama-sama dengan para sahabat dan kaum muslimin. Tembok di keempat sisi masjid ini terbuat dari batu bata dan tanah, sedangkan atapnya dari daun kurma dengan tiang-tiang penopangnya dari batang kurma. Sebagian atapnya dibiarkan terbuka begitu saja. Selama sembilan tahun pertama, masjid ini tanpa penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya, diadakan sedikit penerangan dengan membakar jerami.
Kemudian melekat pada salah satu sisi masjid, dibangun kediaman Nabi yang tidak seberapa besar dan tidak lebih mewah dari keadaan masjidnya. Selain itu ada pula bagian yang digunakan sebagai tempat orang-orang fakir-miskin yang tidak memiliki rumah yang dikenal sebagai ahlussufah atau para penghuni teras masjid.
Setelah itu direnovasi pertama kali oleh Khalifah Umar bin Khattab dan yang kedua oleh Khalifah Utsman bin 'Affan. Raja Abdul Aziz meluaskan masjid ini pada tahun 1372 H yang dilanjutkan Raja Fahd pada tahun 1414 H, sehingga luas bangunan masjidnya hampir mencapai 100.000 m, di tambah dengan lantai atas yang mencapai luas 67.000 m dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk salat seluas 135.000 m sehingga Nabawi kini dapat menampung kira-kira 535.000 jemaah.
Pemerintah Saudi diberitakan terus berusaha memperluas area Masjid Nabawi dan membangun berbagai fasilitas penunjang untuk ibadah haji dan umrah.
So far, Madinah nyaman dan enak banget buat ibadah. Tempatnya juga indah, suasananya tenang. Kalau mau city tour mengunjungi tempat-tempat bersejarah juga dekat-dekat, ada Masjid Abu Bakar, Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib sampai Masjid Ghomamah yang terjangkau dengan hanya jalan kaki. Ada juga, Pemakaman Baqi yang bisa dijadikan tempat merenung dan museum kisah Nabi Muhammad SAW yang bisa dinikmati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H