Mula-mula, sejak Soekiah dibawa Belanda dan beranak pinak, keturunannya menetap di Suriname. Keluarganya Shawn tinggal di Paramaribo, ibukota negara itu.
Nah, sekira 12 tahun lalu, Shawn dan keluarganya berpindah ke Belanda yang memang masih berhubungan dekat dengan Suriname sebagai negara bekas jajahannya. Shaw dan keluarganya menjadi warga Negara Kincir Angin itu dan tinggal di Kota Rotterdam.
Shawn penasaran sama leluhurnya di Jawa, apalagi Ia merupakan seorang pembuat film dokumenter. Jadi, Ia pun meluangkan waktu mengunjungi Indonesia, tujuannya untuk plesiran (sebelum ke Purbalingga Ia ke Bali, Jogja dan kota lainnya), riset sosial budaya sekaligus mencari 'balung pisah' nenek moyangnya di Purbalingga.
Shawn pun kontak dengan Stephanie dan Soekram Madiksan yang dulu pernah kontak dengan saya dan disarankan untuk menghubungi saya. Oleh karena itu, sebelum Shawn ke Purbalingga saya yang dikontaknya dulu.
Ok Gas! Singkat kata Shawn sampai di Purbalingga. Kami pun bertemu di Kedai Pojok Taman Kota.
Saya undang Meneer Ari Grobbe, warga Purbalingga keturunan Belanda yang juga sering mendampingi para pencari 'balung pisah' dari Suriname/Belanda seperti Shawn.
Saya undang juga Pak Kris Hauw, tokoh Tionghoa yang selalu tertarik dengan isu sosial -- budaya dan lingkungan juga datang Rully, Tryan dari komunitas sosial dan pecinta alam.
Kami berbincang hingga larut. Shawn sangat suka berbincang dan bertanya banyak hal tentang Jawa dan tentu Purbalingga, tanah kelahiran nenek buyutnya.
Esok, kami sepakat untuk mengantarkan Swan napak tilas tanah leluhurnya. Shawn cukup punya banyak waktu, Ia merencanakan 3-4 hari di Purbalingga.
Pertama, Shawn ditemani Mas Ari Grobbe berkunjung ke desa kelahiran kakek buyutnya di Desa Kembaran, Banyumas. Ia dan Mas Ari bertemu dengan warga dan pemerintah desa, sayang, di sana sudah tidak ada yang mengenal Madiksan, leluhur Shawn dari jalur kakeknya.