Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Kasur dan Lagu Anak Ciptaanya, dari "Bangun Tidur" sampai "Balonku"

7 Februari 2024   10:13 Diperbarui: 7 Februari 2024   10:23 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Kasur dan Anak-anak (Sumber : merdeka.com)

Masa anak-anak Anda tahu dan pernah menyanyikan lagu 'Balonku' yang ada lima itu? Hafal lagu 'Bangun Tidur' yang ku terus mandi? Sering menyanyikan lagu 'Naik Delman' istimewa pada Hari Minggu saat turut ayah ke kota? Lalu, familiar dengan lagu 'Lihat Kebunku' yang dipenuhi bunga? Pernah menyanyikan lagu 'Kring-Kring Ada Sepeda', 'Kereta Apiku', 'Naik Becak', 'Sayang Semuanya'?.

Pasti tahu dan pernah nyanyiin lah ya, masa nggak!? Anak jaman now saja masih tahu lagu-lagu itu, apalagi yang kelahiran era 50an sampai 2000an, pasti paham banget... hehe

Tahukah siapa pencipta lagu-lagu yang menemani masa-masa bocah kita itu?

Namanya unik, Pak Kasur. Beliau tokoh pendidik dan pencipta ratusan lagu anak-anak yang everlasting, masih dinyanyikan hingga sekarang. Usut punya usut, ternyata Pak Kasur lahir di kota saya, Purbalingga, Jawa Tengah tepatnya di Desa Serayu Larangan, Kecamatan Mrebet.

Bulan lalu, saya main ke Tuk Dandang, lokasi wisata di desa itu dan pas ketemu dengan Mas Kades Fajar Prasetyo. Ia bercerita jika makam Pak Kasur yang sebelumnya ada di Kaliori, Banyumas sudah dipindahkan ke desa kelahirannya pada September 2022 lalu. Saat ini, makam Pak Kasur yang berdampingan dengan Bu Kasur ada di Komplek Pemakaman Sasono Lelayu, Desa Serayu Larangan.

Gerbang Pemakaman Sasono Lelayu, Desa Serayu Larangan (Dok : Radar Banyumas)
Gerbang Pemakaman Sasono Lelayu, Desa Serayu Larangan (Dok : Radar Banyumas)

Perjalanan Soerjono, dari Purbalingga untuk Indonesia

 Nama aslinya, Soerjono, lahir sebagai bungsu dari 9 bersaudara pada Jumat Legi, 26 Juli 1912. Nama Soerjono atau Suryono dari kata 'suryo' yang berarti matahari dan 'ono' yang berarti ada. Suryono memang lahir saat matahari terbit alias fajar mulai menyingsing.

Suryono tak sempat lama melihat sosok ayahnya Reksamenggala yang meninggal di usianya yang baru 6 bulan. Ia kemudian menjadi yatim dan diasuh oleh kakak-kakaknya. Namun, Soerjono kecil beruntung karena bisa menikmati pendidikan di Holland Indische School (HIS) Purbalingga, tanah kelahirannya. Ia kemudian meneruskan ke Meer Uitgebreid Laager Onderwijs (MULO) pada 1930 di Magelang.

Setamat dari MULO, dia ingin bekerja sebagai pegawai kantoran. Masa itu ijazah MULO, yang setara SMP, sudah cukup buat melamar kerja kantoran. Akan tetapi, resesi ekonomi di Eropa (malaise) berdampak juga pada Hindia Belanda. Kantor-kantor memotong gaji pegawainya, bahkan merumahkan sehingga niat untuk jadi pegawai pun berantakan.

Akhirnya, selepas lulus MULO, Ia malah menjadi guru bantu di HIS Ardjoena School, Bantul, Yogyakarta. Jadi, persentuhan Soerjono dengan dunia pendidikan itu sebenarnya terjadi secara tak sengaja. Meski demikian, Suryono menekuni profesinya dengan baik bahkan menjadi guru yang rajin dan berprestasi. Oleh karena itu, rekan-rekan gurunya mendorong untuk melanjutkan pendidikan di sekolah guru Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK) Gunung Sari, Bandung yang diselesaikanya pada 1937.

Perjalanan di Kota Kembang itulah Ia semakin berkembang dan menjadi seorang guru dan mempunyai banyak teman. Ia dikenal sebagai sosok yang supel dan periang. Sifat supel Suryono ditopang kemampuan berbahasa dan minat belajar yang luas. Dia fasih berbahasa Belanda, Jawa, dan Melayu. Minat belajarnya mencakup pedalangan, sandiwara, tari, olahraga, sampai musik. Segala pengetahuannya tentang seni dan olahraga menjadi modal praktik mendidik anak-anak.

Nah, saat mengenyam pendidikan Suryono sering diejek dengan sebutan 'Susur', supaya gampang panggilannya juga 'Sur'. Ia juga aktif di kepanduan yang dikenal dengan panggilan 'Kak'. Jadilah Suryono dipanggil Kak Sur, lama kelamaan menjadi Kasur dan justru itulah yang dikenal luas sebagai namanya, bahkan, saat dia bertemu dengan orang asing dipanggil dengan Mr. Kasur.

Jadi sebenarnya ini yang saya bilang unik, kalau Pak Kasur jadi Pak Kak Sur hehe..  

Menekuni dunia Anak

Pak Kasur dan Dunia Anak (Dok : Kompas)
Pak Kasur dan Dunia Anak (Dok : Kompas)

Selama di Bandung, Kasur membuka taman kanak kanak. Dia mengumpulkan anak-anak usia 3--6 tahun saban sore. Anak-anak itu diberinya pelajaran nyanyi yang digubahnya. Nyanyian-nyanyian itu sangat sederhana dan mengandung pendidikan. Tema lagu dan liriknya berangkat dari hal-hal sederhana yang dekat dengan keseharian anak-anak. Kasur juga mengisi siaran khusus untuk anak-anak di radio NIROM (Nederlandsch-Indische Radio Omroep) dan VORL (Vereniging Oostersche Radio Lustraas). Melalui dua radio itu, nama Kasur mulai tersebar luas.

Kasur pindah ke Yogyakarta untuk menikah dengan Sandiyah pada Juli 1946. Keadaan saat itu cukup pelik, sebab Belanda melancarkan agresi militer untuk menduduki Indonesia kembali. Kasur dan istrinya ikut berjuang mempertahankan kedaulatan Indonesia. Kasur masuk badan perjuangan, sedangkan Sandiah bergabung ke Palang Merah sebagai relawan.

Teman seperjuangan Pak Kasur diantaranya adalah Mashudi yang kelak berpangkat Letnan Jenderal dan menjadi Ketua Kwarnas Pramuka dan Rektor UNSIL serta Mayjend Sutoko anggota Dewan Pertimbangan Agung. Di Jogja, Pak Kasur membentuk Grup Sandiwara yang sering mentas sampai ke Magelang dan Surakarta. Mereka menghibur para pejuang yang kembali dari medan laga.

Selepas pengakuan kedaulatan Indonesia, Pak Kasur berpindah ke Jakarta awal 1950-an. Keluarganya menempati gedung di Jalan Agus Salim No. 60 Jakarta yang juga menjadi Kantor Badan Sensor Film (BSF) di mana Kasur menjadi sekretarisnya. Kediamannya juga menjadi tempat mangkal anak-anak mulai usia sekolah dasar sampai menengah atas. Pak Kasur dan Bu Kasur mengajari mereka menyanyi, menari, baca puisi, teater, sandiwara dan lainnya.

Pasangan Kasur ini juga bekerja sebagai penyiar RRI yang mengisi siaran khusus untuk anak-anak setiap Selasa dan Jumat pada pukul 17.00 WIB. Salam pembukanya khas, diambil dari potongan lirik lagu ciptaannya, "Selamat Sore Bu, Selamat Sore Pak". Pada setiap siarannya, Pak Kasur menyertakan anak-anak ke studio. Dia mendorong anak-anak itu agar berani menyanyi. Lewat caranya itu, dia berusaha menghapus rasa rendah diri pada anak-anak.

Selama bekerja di radio itulah Pak Kasur produktif menggubah lagu. Lagu-lagu yang tenar ditelinga anak-anak seperti Naik Delman, Balonku, Bangun, Sepedaku, Kebunku, Potong Bebek Angsa, dan lain-lain. Dalam periode itu, kurang lebih ada 140 lagu yang berhasil diciptakan Pak Kasur.

Saat TVRI mengudara pada 1962, Pak Kasur beserta istrinya yang juga pencipta lagu, Bu Kasur, bersama-sama membawakan acara "Arena Anak-anak", "Mengenal Tanah Air", dan "Taman Indria Bu Kasur"

Buah kecintaan Pak Kasur dan Bu Kasur pada dunia anak-anak mendorong berdirinya sebuah taman kanak-kanak. Setelah pensiun dari dunia penyiaran, dia beserta Bu Kasur mendirikan sebuah taman kanak-kanak mini di rumah mereka. Pada awalnya taman kanak-kanak itu didirikan di Jalan H. Agus Salim, kemudian berpindah ke Cikini.

Salah satu muridnya di taman kanak-kanak itu adalah Megawati Soekarnoputri, puteri Presiden Soekarno. Taman kanak-kanak yang dia rintis telah memiliki 4 cabang, yaitu di Cipinang, Pasar Minggu, Bekasi, dan Tangerang. Pada saat Megawati ulang tahun ke 7, Presiden Soekarno mengundang Pak Kasur untuk merayakan ulang tahun putri kesayanganya itu.

Pak Kasur dan Presiden Soekarno di Ultah Megawati ke 7 (Sumber : Merdeka.com)
Pak Kasur dan Presiden Soekarno di Ultah Megawati ke 7 (Sumber : Merdeka.com)

Pak Kasur juga memanfaatkan film untuk media pendidikan, diantaranya, ada 'Amin Membolos', 'Siulan Rahasia dan Harmonika'. Ia juga mengarang buku-buku pendidikan seperti 'Darna-Darni', 'Selamat Sore Bu' masing-masing 3 jilid. Pak Kasur juga berkesempatan melalanglangbuana sampai ke Eropa sebagai delegasi untuk mengenalkan budaya Indonesia.

Selain Megawati, tokoh yang terkenal yang pernah menjadi anak didiknya, diantaranya, pelawak Ateng, Dori, Mustofa. Kemudian ada penyanyi Heny Purwonegoro, Ismiati-Ismiatun dan tokoh anak-anak Seto Mulyadi juga Amir Machmud yang menjadi menteri dalam negeri era orde baru.

Kas Seto nyekar ke Makam Pak Kasur pada Hari Anak Nasional 2023 (Dok : Jawa Pos)
Kas Seto nyekar ke Makam Pak Kasur pada Hari Anak Nasional 2023 (Dok : Jawa Pos)

Dalam pernikahannya dengan Sandiyah alias Bu Kasur, mereka dikaruniai 5 orang anak yaitu, Susanto, Suryaningdyah, Suryo Prabowo, Suryo Prasojo dan Suryo Pranoto.

Pak Kasur sendiri wafat pada 26 Juni 1992 dan dimakamkan di Kaliori, Banyumas lalu dipindahkan pada September 2022 ke tanah kelahirannya di Desa Serayu Larangan, Kecamatan Mrebet, Purbalingga.

Di Kompleks Wisata Tuk Dandang Desa Serayu Larangan bersama Mas Kades berbaju putih (Dok Pribadi)
Di Kompleks Wisata Tuk Dandang Desa Serayu Larangan bersama Mas Kades berbaju putih (Dok Pribadi)

Sumber :

Buku 'Tokoh-Tokoh Purbalingga' karya Tri Atmo dan Kontributor Gunanto E.S.  terbitan Purbadi Publishing (2017).

Artikel 'Lagu Sepeda dan Pak Kasur' di Historia yang bisa dibaca pada link berikut

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun