Sepeninggal Syekh Makdum Kusen, tampuk kepemimpinan di Cahyana diteruskan oleh puteranya, Â Makdum Jamil. Â Ia menjadi pemimpin generasi ketiga Cahyana yang bergelar Syekh Makhdum Jamil. Ia menurunkan dua putra, yaitu Makhdum Tores dan Makhdum Perkasa.
Makdum Tores melanjutkan tradisi berkelana dan menyebarkan Agama Islam sampai di Tegal dan dikenal dengan Syech Makdum Tores. Ia dimakamkan di Bogares, Tegal.
Putera kedua menjadi generasi kelima yang memimpin Cahyana. Ia bergelar Syekh Makdum Wali Prakasa. Makamnya ada di belakang Masjid Besar Pekiringan, Karangmoncol, Purbalingga. Syech Makdum Wali Prakasa inilah yang mendapatkan Serat Kekancingan dari Sultan Demak pada 1403 Saka / 1481 Masehi. Sejak saat itu, Cahyana ditahbiskan sebagai Tanah Perdikan.
Cahyana dari Tengah Nusa Jawa
Jika Syekh Wali Perkasa jelas merupakan tokoh sejarah sebab ada serat kekacingan yang menjadi bukti shahinya, leluhurnya Syekh Jambu Karang sumbernya berdasarkan babad dan cerita rakyat. Kronologi waktunya agak sukar dipredikisi.
Namun, Sir Thomas Stamford Raffles Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1811-1816) memberikan sedikit petunjuk dalam karya master piece-nya, History of Java. Berdasarkan sumber dari Kisah Kuda Laleyan yang dikutipnya, Ia menyebutkan tokoh tersebut merujuk pada Prabu Brawijaya Mahisa Tandreman dari Kerajaan Pajajaran yang hidup pada tahun 1112 masehi.
Sang Prabu merupakan ayahanda dari Pangeran Munding Wangi. Kisah berikutnya sama bahwa Sang Pangeran meletakan tahta melanglangbuana mencari jatidiri dan bertemu dengan mubaligh dari Negeri Arab yang meng-Islamkannya.
Jika mengacu pada tulisan Raffles ini, bisa dikatakan pada abad ke-12 inilah terjadi pertemuan antara Pangeran Munding Wangi dan Syekh dari Negeri Atas Angin itu yang mengawali kisah Perdikan Cahyana.
Dengan demikian, dari kisah ini memunculkan ragam baru dari kisah mengenai asal muasal penyebaran Islam di Jawa, yaitu bahwa penyebaran Islam juga dari tengah Pulau Jawa, bukan hanya pinggir. Kemudian, Syiar Islam juga sudah dilakukan sejak abad ke 12 oleh para mubaligh dari Tanah Cahyana.
Tak seperti Wali Sanga yang bergerak di pusat kekuasaan, Majapahit - Demak - Pajang - Mataram, para mubaligh Cahyana lebih banyak berkiprah di pedalaman dengan pusat di lereng Timur Gunung Slamet. Meskipun demikian, tak bisa dinafikan peran mereka dalam penyebaran agama Islam di Nusa Jawa. Para wali dari Cahyana menjadikan tempat yang sunyi dan masyarakatnya yang lebih kental dan teguh memegang budaya leluhur, perlahan beralih keyakinan menjadi muslim yang taat.