Kemudian, ada Cornelis Burgmans (1889-1950), lahir di Purbalingga dan meninggal di Gravenhage. Dia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah kolonial sebagai petugas bea cukai di Serajoestraat 3-a di Bandoeng. Lalu ada Ernestine Burgmans (1890-1975), lahir di Purbalingga dan meninggal di Utrecht (sempat bekerja sebagai pegawai pemerintah di Purbalingga)
Â
Saat dikelola Burgmans, perkebunan tembakau di Purbalingga menyetor produksi yang cukup berlimpah. Berdasarkan catatan, tahun 1887 - 1888 produksi daun tembakau (bladtabak) mengalami kenaikan pesat dari 160.000 kg menjadi 390.000 kg. Jumlah tembakau krosokpun cukup menggembirakan, ada kisaran 70.000 kg yang disetor ke Rotterdam. Tembakau yang dipanen dari tanah Purbalingga ini menggunakan kode merk POERBOLINGO / VDL / Eigen Aanplant, POERBOLINGO / VDL, dan POERBOLINGO / AB.
Sayang, informasi kemudian tentang pabrik in sangat minim. Berdasarkan Cultuuradresboek yang diterbitkan 1937, sudah tidak lagi ditemukan nama De Erven de Wed. J. Van Nelle yang beroperasi di Purbalingga. Kemungkinan bergabung dengan Kandang Gampang Mulderredeker yang di kemudian hari menjadi PT.GMIT, produsen tembakau cerutu, yang eksis sampai era Indonesia Merdeka
Kerkop Jadi Hutan Kota dan Cagar Budaya
Saat ini, Kerkop Purbalingga statusnya adalah Hutan Kota melalui SK Bupati bernomor 660.1/191 tahun 2011. Pengelolaannya di bawah dua dinas, yaitu, Dinas Lingkungan Hidup yang mengelola tanaman di lahan seluas 3.810 meter persegi sebagai hutan kota. Kemudian, makam-makam tersebut dalam pengelolaan Dindikbud sebagai Cagar Budaya.
Semoga ke makam itu bisa lebih terawat dan menjadi satu cerita sejarah yang menarik di Bumi Perwira, Purbalingga.
Salam Historia Perwira!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H