Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Soegarda Poerbakawatja: Pahlawan Pendidikan Nasional, 'Tukang Mbangun Universitas'

1 Mei 2023   16:28 Diperbarui: 1 Mei 2023   16:32 1503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof Soegarda, Pahlawan Pendidikan Nasional dari Purbalingga (Sumber: Facebook Page Soegarda Purbakawatja)

Purbalingga melahirkan banyak tokoh yang berkiprah di tingkat nasional. Selain Jenderal Besar Soedirman, ada satu lagi sosok pahlawan dari Bumi Perwira. Beliau adalah Prof. Dr. Raden Soegarda Poerbakawatja, tokoh pendidikan Indonesia.

Seperti halnya tokoh besar seperti Ki Hajar Dewantara, Mr. Muhammad Yamin, Ki Sarmidi Mangunsarkoro, Prof. Soegarda memiliki andil besar dalam membangun pendidikan negeri ini, khususnya perguruan tinggi. Soegarda disebut 'Tukang Mbangun Universitas' karena menyusun pondasi dan memimpin berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Beliau berperan dalam pendirian berbagai universitas seantero nusantara, dari Aceh sampai Papua. Soegarda merupakan pendiri Universitas Gadjah Mada (UGM), menyusun konsepsi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) yang berdiri di penjuru negeri, juga penyusun batu bata Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH) di Aceh ujung paling barat, serta Universitas Cenderawasih (UNCEN) di Papua ujung paling timur negeri ini.

Sebagai pejuang pendidikan, Soegarda Poerbakawatja jelas mempunyai portofolio besar  dalam memajukan bangsa ini. Hebatnya, Prof. Soegarda melakukan itu dengan mengarungi empat zaman perjalanan sejarah, mulai dari Era Kolonial Hindia Belanda, Zaman Pendudukan Jepang, Orde Lama hingga Orde Baru. Putera asli Purbalingga itu dengan dedikasi dan ketulusannya membangun pendidikan Indonesia sampai akhir hayatnya.

Oleh karena itu, pada 2020 Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengusulkan Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja bersama dr. Kariadi dan Jenderal Polisi Hoegeng menjadi Pahlawan Nasional. "Kejujuran dan kesetiaan Pak Hoegeng terhadap negara dan kemanusiaan, tekad dan keberanian seorang dr. Kariadi serta ketekunan dan pengabdian Prof. Soegarda jadi lecutan untuk generasi penerusnya," ujar Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kala itu saat mengusulkan ketiganya menjadi Pahlawan Nasional.

Dari Purbalingga untuk Indonesia

Patung Prof. Soegarda di Purbalingga (Dok: Museum Prof. Soegarda)
Patung Prof. Soegarda di Purbalingga (Dok: Museum Prof. Soegarda)

Soegarda lahir di Desa Prigi, Distrik Kalimanah*, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah pada Sabtu Legi, 15 April 1899. Ayahnya R. Pirngadi Singaredja adalah seorang Kepala Desa. Ibunya bernama R. Ng. Semi. Poerbakawatja adalah anak kesembilan dari 13 bersaudara. (*Saat ini Desa Prigi berada di wilayah Kecamatan Padamara)

Pada 1905, usia 6 tahun, Soegarda masuk Sekolah Kelas II (Sekolah Ongko Loro) di Purbalingga. Saat itu, Soegarga kecil harus berjalan kaki berkilometer jauhnya untuk menuntut ilmu. Ia kemudian sempat pindah ke Sumpyuh, Banyumas untuk ikut kakaknya yang menjadi guru di sana. Namun, pada 1909 kembali lagi ke Purbalingga untuk bersekolah di Eerste Indlandsche School yang di kelas 5-6 menggunakan Bahasa Belanda.

Setelah itu, Ia mengikuti ujian sekolah guru di Kweekschool voor Inlandse Onderwijzers di Yogyakarta, namun tidak lulus. Tak patah arang, Soegarda kemudian melanjutkan pendidikannya di  Banyumas untuk melanjutkan kelas 7. Sebab cakap dalam penguasaan pelajaran, oleh gurunya yang berbangsaan Belanda, Soegarda dimasukan ke Europeesche Lagere School (ELS) agar bisa meneruskan di sekolah dokter. ELS ini muridnya sebagian besar adalah orang-orang Eropa dan Soegarda mampu bersaing dengan mereka.

Namun, panggilan jiwa pendidiknya menuntun untuk masuk lagi ke Kweekschool voor Inlandse Onderwijzers sehingga lulus pada 1918. Ia kemudian melanjutkan di Hogere Kweekschool (HKS) di Purworejo dan lulus pada tahun 1921. Usai lulus dari HKS, Ia melanjutkan pendidikan ke Europesche Hoofdacte dimana dirinya menjadi orang pribumi pertama yang lulus dari sekolah tersebut. Europesche Hoofdacte merupakan pendidikan khusus untuk menjadi kepala sekolah dimana pengajarannya sepenuhnya menggunakan Bahasa Belanda.

Setelah itu, Soegarda memulai karir memenuhi panggilan jiwanya sebagai pendidik. Ia menjadi guru merangkap kepala sekolah di Hollands Indische School (HIS) Keputran yang diperuntukan untuk keluarga Keraton Yogyakarta pada 1921-1942. Lalu, pada zaman pendudukan Jepang menjabat sebagai Direktur Sekolah Menengah Tinggi (1942-1946).

Setelah Indonesia Merdeka, Soegarda diangkat menjadi Kepala Urusan Sekolah Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (Kementerian PP dan K) pada 1946-1949 sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Penyilidik Pendidikan dan Pengajaran yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara selama 1946-1947.

Pada periode tersebut, bersama Ki Hajar Dewantara, Soegarda turut menyusun konsepsi tentang pendidikan, yaitu, pendidikan untuk semua tidak ada kelas sosial, perbedaan agama, sosial, suku, ras, dalam kesempatan memperoleh pendidikan di Indonesia. Tujuan pendidikan tersebut kemudian diadopsi ke dalam Undang-undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran (UUPP) Nomor 4 Tahun 1950.

Kemudian, pada 20 Mei 1949, saat republik ini masih sangat belia diadakan rapat untuk mulai memperhatikan keberadaan pendidikan tinggi. Dalam rapat kepanitiaan yang dipimpin oleh Prof. Dr. Soetopo dimana Soegarda turut andil, salah satu hasilnya adalah menyepakati pendirian perguruan tinggi di Yogyakarta pada 19 Desember 1949, yaitu, Universitas Gadjah Mada. Soegarda menjadi anggota Dewan Kurator UGM sampai 1961.

Kemudian, pada era Mr. Mohammad Yamin menjadi Menteri PP dan K, Soegarda menjabat sebagai Kepala Jawatan Pengajaran merangkap Inspektur Jenderal selama 10 tahun. Beliau menyusun konsepsi Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). Konsepsi Soegarda tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan pendidikan pada umumnya dan untuk mengembalikan 'the dignity of the teaching profession' dengan memberi pendidikan tinggi kepada calon guru. Selain fokus pada pendirian PTPG, Soegarda juga fokus pada tumbuh kembang jiwa dan pendidikan anak. Atas hal tersebut, Soegarda diangkat menjadi ketua panitia dalam rangka usaha perbaikan akhlak untuk para kepala jawatan dan kepala-kepala biro.

PPTG yang resmi berdiri pada 1954 bermetamorfosa menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Indonesia. Pada tahun 1961, Soegarda yang sudah pensiun dari Kementerian P dan K diangkat sebagai Dekan. FKIP Universitas Indonesia kemudian berkembang menjadi IKIP Jakarta, dimana Soegarda menjadi rektor pertamanya (1961-1963).

PPTG tersebut kemudian berkembang menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) yang berdiri di berbagai penjuru tanah air. Jadi, bisa disebut, konsepsi pendidikan keguruan yang berkembang di tanah air merupakan buah karya Prof. Soegarda.

Mendirikan Universitas dari Aceh Hingga Papua

Universitas Syiah Kuala di Aceh dan Universitas Cendrawasih di Papua (Kolase Foto oleh Penulis)
Universitas Syiah Kuala di Aceh dan Universitas Cendrawasih di Papua (Kolase Foto oleh Penulis)

Periode itu, pada masa pensiun, beliau terus aktif mengembangkan dunia pendidikan tinggi. IKIP Muhammadiyah Jakarta mengukuhkannya sebagai Guru Besar pada 1961. Pada tahun tersebut, Presiden Soekarno menugaskan untuk mendirikan berbagai perguruan tinggi di pelosok negeri.

Pertama-tama, beliau ke ujung barat negeri ini, Propinsi Aceh. Prof. Soegarda mendirikan Universitas Syiah Kuala yang berkedudukan di Banda Aceh. Presiden Soekarno meresmikan universitas itu yang tentu saja dilengkapi dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Setahun berikutnya, pada 1962, Putera Purbalingga itu pergi ke ujung timur negeri untuk mendirikan universitas sana. Lahirlah Universitas Cenderawasih, dimana Prof. Soegarda kemudian sekaligus menjadi rektor pertamanya sampai degan 1967.

Proses pendirian Universitas Cenderawasih tidaklah mudah. Keadaan Irian Barat saat itu masih bergolak. Wilayah ujung timur itu belum sepenuhnya bergabung ke Indonesia, Belanda masih bercokol di sana. Pada 1 Oktober 1962 Belanda baru menyerahkan otoritas administrasi Iran Barat kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). Lalu dilanjutkan pada 31 Desember 1962, bendera Belanda resmi diturunkan dan diganti dengan bendera Merah Putih menjadi tanda dimulainya kekuasaan de jure Indonesia atas tanah Papua, namun masih di bawah pengawasan PBB.

Sebagai negara yang masih berusia muda pada saat itu ditambah dengan wilayah Irian Barat yang baru bergabung dengan Indonesia tentunya banyak sekali persoalan yang harus diatasi. Pada sektor pendidikan, tingkat tertinggi hanyalah PMS (Primaire Middelbare School) sekolah setingkat SMP dan HBS yang diselenggarakan oleh misionaris yang saat itu belum menghasilkan lulusan. Oleh karena itu, tugas yang diemban oleh Soegarda sangatlah berat untuk mendirikan perguruan tinggi di Tanah Papua.

Beliau memimpin tim yang beranggotakan Ismail Suny, SH, M.C.L dan Makkateru Sjamsudin. Akhirnya tugas dan kerja keras Prof. Soegarda membuahkan hasil tatkala pada tanggal 10 November 1962 yang bertepatan dengan Hari Pahlawan, diresmikanlah Universitas Cendrawasih di Kotabaru (sekarang Jayapura).

Pada proses pendirian univesitas di Papua, tugas Soegarda diringankan dengan hubungan baiknya dengan seorang administrator UNTEA yang bernama Mr. Jose Rols Bennet, ternyata selain pejabat UNTEA, Ia juga seorang guru besar seperti halnya Soegarda. Malahan, relasinya itu turut membantu memudahkan peralihan kekuasaan dari UNTEA ke Pemerintah Republik Indonesia sehingga secara de facto Irian Barat sepenuhnya di pangkuan Republik Indonesia pada 1 Mei 1963.

Prof. Soegarda kemudian diangkat sebagai Pimpinan Presidium Universitas Cendrawasih melalui Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 16218/UP/II/1962. Kemudian pada tanggal 5 Februari 1965, melalui Keputusan Menteri PTIP nomor 598/UP/II/1965, beliau diangkat menjadi rektor pertama Universitas Cendrawasih. Beliau menjabat sebagai rektor sampai 1967.

Setelahnya, beliau masih aktif di dunia pendidikan. Pada 1981, di usia senjanya, Prof. Soegarda bahkan masih diminta menjabat sebagai rektor Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG) Jakarta.

Sebagai tokoh pendidikan, Prof Soegarda mengutamakan konsepsi pendidikan. "Acapkali kita tidak berpikir konsepsional, kurang lengkap, tidak bulat, sepotong-potong. Padahal pendidikan harus ada konsep jelas mulai tujuan sampai pencapaian," ujarnya.

Menurutnya, konsep itu harus didasarkan pada kenyataan obyektif yang ada pada bangsa ini. Misalnya, jika masyarakat kita agraris maka pendidikan sebaiknya melihat dan memberi tekanan pada kenyataan ini.

Selain mengajar, Soegarda juga rajin menulis. Beliau mengisi kolom tentang pendidikan di surat kabar dan majalah. Banyak buku yang lahir dari buah pikir Prof Soegarda masih menjadi referensi pendidikan hingga saat ini . Daftar buah karya beliau diantaranya :

  • Sekitar Perihal Dasar-Dasar Baru untuk Pendidikan dan Pengajaran (1955)
  • Sekolah dan Masyarakat (1955)
  • Pengantar Pedagogik (1955)
  • Aliran-Aliran Baru dalam Pendidikan (1957)
  • Pendidikan Budi Pekerti (1960)
  • Dasar dan Tujuan Penddikan dan Pengajaran (1970)
  • Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka (1970)
  • Suatu Pemikiran Mengenai Pendidikan Indonesia (1971)
  • Ensiklopedi Pendidikan (1976)

Buku Karya Prof Soegarda (Sumber: Perpusnas)
Buku Karya Prof Soegarda (Sumber: Perpusnas)

Atas kerja keras dan dedikasinya, Soegarda menerima berbagai macam penghargaan. Pada tahun 1978, Ia dinyatakan sebagai Tokoh Pendidikan oleh Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta. Presiden Soekarno memberikan penghargaan sebagai ketua Ekspedisi Irian Barat pada 1964, penghargaan sebagai Perintis Pengembangan Pendidikan Tinggi (1977), Doctor Honoris Causa dari Universitas Cenderawasih pada 1977. Kemudian, pada Juni 2020, Prof Soegarda diajukan menjadi Pahlawan Nasional.

Prof. Soegarda menghembuskan nafas terakhirnya pada Jumat Pon, 7 Desember 1984 pukul 15.20 WIB di RSCM Jakarta pada usia 85 tahun. Beliau menyusul istrinya, Soerjati Soedarmo yang meninggal pada 23 September 1983. Keduanya dimakamkan di tempat kelahiran Prof. Soegarda, yaitu, Desa Prigi, Kecamatan Padamara, Purbalingga.

Prof.Dr. R. Soegarda Poerbakawatja juga diabadikan menjadi nama museum di Purbalingga yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto pada tanggal 24 April 2003. Museum Prof. Soegarda Poerbakawatja mempunyai tema "Kehidupan Budaya Masyarakat Purbalingga". Koleksi dan konsep museum itu mengusung falsafah kebudayaan Jawa yang menyebut bahwa kesempurnaan hidup dapat dilihat apabila telah memenuhi persayaratan dengan memiliki Wisma, Pusaka, Wanita, Kukila, dan Turangga.

Musem Prof. Soegarda di Purbalingga (Dok : Museum Soegarda)
Musem Prof. Soegarda di Purbalingga (Dok : Museum Soegarda)

Sumber : 

  • Belinda Ismarini Br. Pahutar. 2022. Peranan Soegarda Poerbakawatja Sebagai Inovator Pendirian Perguruan Tinggi di Indonesia (1949-1963). Universitas Pendidikan Indonesia
  • M. Koderi. 2006. Wong Banyumasan Kiprah dan Karyanya. Purbadi Publishing
  • Tri Atmo. 2017. Tokoh-Tokoh Purbalingga. Purbadi Publishing
  • Artikel Kompas. Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Ini Profil Jenderal Hoegeng, dr Kariadi, dan Profesor Soegarda. 21 Juni 2020
  • Profil Soegada Poerbakawatja di laman Wikipedia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun