Â
Sebaris kalimat dalam Aksara Pallawa tergores pada batu sebesar gajah di bawah pohon beringin dengan tajuk rimbun yang ada di Dukuh Pangebonan, Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga.
Watu Tulis, begitu warga setempat menyebut, yang kemudian dikenal dengan Prasasti Cipaku itu merupakan salah satu artefak sejarah penting yang ditemukan di Purbalingga.
"Indra Wardhana Wikrama Deva"
Sebaris kalimat itulah yang berhasil ditafsirkan oleh Drs. Kusen, Arkeolog Universitas Gajah Mada dari rangkaian aksara yang kini sudah terkikis dan sulit untuk dibaca kembali itu.Â
Prasasti yang diduga berasal dari abad ke 5 Masehi itu mulai diteliti sejak tahun 1983 dan saat ini sudah ditetapkan menjadi Benda Cagar Budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah.
Sayangnya penelitian lanjutkan mengenai Prasasti Cipaku masih minim sehingga belum jelas siapakah Indra Wardhana Wikrama Deva, berasal dari kerajaan apa dan kenapa ada di Purbalingga.Â
Para sejarawan menduga nama yang tergores pada Prasasti Cipaku adalah nama raja/bangsawan pada masa lampau, sekira abad ke 3 -- 5 Masehi. Namun, raja siapa dari kerajaan mana masih belumlah bisa dipastikan.
Ada dugaan merupakan bangsawan dari Kerajaan Tarumanegara yang berpusat di Jawa Barat. Hal itu terkait dengan temuan batu bertulis juga di Sungai Ciaruteun yang kemudian disebut dengan Prasasti Ciaruteun. Baik Prasasti Cipaku maupun Prasasti Ciaruteun ditulis dalam bentuk seloka dengan beraksarakan huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Kedua prasasti juga ditaksir dibuat pada masa yang sama.
Perbedaaanya, jika Prasasti Cipaku hanya terpahat satu baris kalimat, Prasasti Ciaretun tergores empat baris dengan seloka metrum anustubh. Dalam prasasti ini juga terdapat sepasang pahatan telapak kaki, gambar umbi, sulur-suluran (pilin), dan laba-laba. Isi tulisan Prasasti Ciareteun adalah :
Vikkrantasyavanipat eh
Srimatah purnnavarmmanah
Tarumanagarendrasya
Visnoriva padadvayam
Setelah diterjemahkan, tulisan dalam prasasti Ciaruteun memiliki arti sebagai berikut: "Inilah tanda sepasang telapak kaki seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia Sang Purnnawarmman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia".
Raja Purnawarman adalah raja yang diduga memimpin masa keemasan Kerajaan Tarumanegara. Jadi, apakah Cipaku dan Wilayah Purbalingga waktu itu masuk wilayah kekuasaan Sang Purnawarman? Bisa jadi. Ada pula dugaan bahwa Cipaku dulunya merupakan pusat kekuasaan Kerajaan Galuh Purba dengan Indra Wardana Wikrama Deva salah satu rajanya. Ya, bisa jadi juga.
Hingga kini Prasasti Cipaku masih menyimpan misteri.
Mau ke Prasasti Cipaku? Ini rutenya.
Tidak sulit mencari keberadaan prasasti ini. Jika berangkat dari pusat Kota Purbalingga, Anda bisa berkendara ke arah Bobotsari, setelah sampai di perempatan Mangunegara, Kecamatan Mrebet belok ke kiri.Â
Ikuti terus jalan utama dan ada penunjuk jalan menuju Prasasti Cipaku yang dibuat Pemda Kab. Purbalingga maupun Balai Pelestarian Benda Cagar Budaya Jawa Tengah.Â
Setelah sampai, Anda bisa memarkir kendaraan di Musem Lokastithi Giri Badra yang ada di berada di area Situs Cipaku. Kemudian, lewati jalan setapak tepat di samping museum milik Bapak Mintohardjo ini kurang lebih 50 m. Sampailah di Watu Tulis yang tenang, asri dan sejuk.
Ada beberapa informasi unik mengenai Watu Tulis ini, selain bersejarah batu ini konon mengandung daya magnet yang kuat sehingga jarum kompas petunjuk arah jika didekatkan ke watu tulis maka akan bisa berbalik arah 180 derajat. Batu besar tersebut dipercayai berasal dari pecahan meteor yang jatuh dari langit. Kalau bertandang kesitu silakan coba sendiri yaaa..
Watu Tulis juga masih dikeramatkan warga setempat dan dikunjungi berbagai peziarah dari dalam dan luar kota. Banyak sisa dupa dan sesaji yang ditinggalkan di sekitar Prasasti Cipaku.
Jika berkenan silahkan tonton dan subscribe channel youtube di bawah ini yaaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H