Saat belajar Ilmu Lingkungan, Pertanian, Ekonomi atau Demografi nama ilmuwan satu ini pasti tak luput disebut, Thomas Robert Maltus. Teori yang dicetuskan ilmuwan Inggris abad 18 itu amat tenar.Â
Malthus dalam karyanya "An Essay, Principle of Population" mencetuskan teori pesimistik bahwa dunia ini akan mengalami kekacauan, kepunahan. Apa sebabnya? Pertambahan penduduk!
Penduduk dunia yang berkembang biak bak amoeba, mengikuti deret ukur yang susah dikendalikan. Sementara, kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia : sandang, papan, pangan mempunyai keterbatasan maka suatu saat dunia ini akan krisis sumberdaya alam karena tak mampu lagi menopang kehidupan manusia. Jalan menuju kepunahan manusia terbuka lebar, kiamat!
Solusi dari persoalan pelik tersebut, tentu saja pengendalian jumlah penduduk. Caranya bisa berbagai macam, dari yang lembut sampai yang keras, dari yang sederhana sampai yang ekstrim.
Teori Malthus ini, selain banyak dikaji pro dan kontranya secara ilmiah, di kemudian hari juga menginspirasi kisah-kisah fiksi. Thanos, penjahat di Marvel Universe yang saat ini sedang tenar adalah salah satu 'pengikut' Malthus garis keras. Pendekar Batu Akik itu percaya semesta ini akan lebih baik bila setengah populasi dimusnahkan kemudian direset ulang.
Kenyamanan, kemakmuran, keteraturan sulit dicapai jika dunia ini dipenuhi penduduk. Pembasmian separuh atau lebih polulasi dianggap sebuah upaya mulia untuk membuat dunia menjadi lebih baik dan Thanos merasa berhak dan dipilih semesta untuk mewujudkannya.
"Alam semesta ini sumberdayanya terbatas, jika tidak dikendalikan dunia akan berakhir," ujar Thanos ke Gamora, anak angkatnya, saat menjelaskan tindakannya brutalnya yang ditentu saja ditentang habis Gamora dan mahluk normal lainnya.
Penjelasan Gamora, sebagai satu-satunya mahluk yang disayangi Thanos tak mempan. Bahkan, Thanos rela mengorbankan Gamora demi batu akik kuning yang dibutuhkannya untuk semakin kuat agar biasa mengatur dunia.
"Terlalu banyak penduduk, tak cukup ruang bergerak. Aku menawarkan solusi," ujar Thanos ke Dr. Strange ditengah duel mereka. Argumen Strange yang menjelaskan bahwa tindakannya salah dan harus dihentikan pun hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri Si Penjahat yang dagunya mirip 'kantong menyan' itu.
Intinya doktrin, argumen atau pendapat apapun tak mempan mempengaruhi Thanos. Ia bebal, kepala batu, merasa benar, merasa berhak dan apa yang dilakukannya adalah mulia. Susah ngadepin orang kayak gini, apalagi kalau dia kuat, buktinya puluhan manusia super yang sakti mandraguna bergabung tak mampu mengalahkannya.
Nah, teroris ini mirip Thanos sebenarnya, mereka merasa paling benar, tindakannya mulia, kita-kita ini bego dan salah di mata mereka. Aksi mereka bukanlah teror tetapi jihad melawan kemunkaran. Korban orang tak berdosa itu konsekuensi dari sebuah perjuangan suci demi tujuan mereka yang luhur. Pendapat kita-kita ini yang tak setuju dengan aksi mereka hanyalah buih di lautan. Omongan kalian yang mengutuk aksi teroris hanyalah kicauan orang dongo yang lagi kumur-kumur.
Jadi gimana cara melawannya mahluk model begini?
Jangan biarkan para teroris itu seperti Thanos, dapat akik sakti yang menambah kekuatannya. Halangi para bedebah itu makin kuat. Tunjukan bahwa kita bisa bersatu dan tidak gentar apalagi gemeteran lawan mereka. Jangan apatis, egois terus ngaji yang bener (qiqiqi).
Jika kita terpecah belah, saling curiga, jadi intoleran, stigma Islam makin jelek dan negeri ini makin terpuruk maka berhasilah mereka. Dan para teroris itu pun ngikik di 'surga' sana, seperti Thanos yang menghirup segarnya udara ditengah sawah sambil menggosok akik dan menikmati indahnya mentari terbit ditengah mahluk hidup penghuni semesta ini mati satu demi satu.
Purbalingga, 19 Mei 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H