Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

1.250 Ibu Rumah Tangga Purbalingga Serentak Tanam Cabai

12 April 2017   16:16 Diperbarui: 13 April 2017   03:30 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selasa pagi, alun-alun Purbalingga jauh lebih ramai dan ceria dari biasanya. Ribuan perempuan dari berbagai kalangan memenuhi pusat Kota Knalpot itu. Di depan mereka ada polybag yang sudah berisi media tanam berupa campuran tanah, pupuk kandang dan sekam berdiameter sekitar 20 cm. Di sampingnya, sudah ada bibit cabai setinggi 10 cm yang tumbuh dalam polybag mini.

Setelah di komando, mereka melakukan aktivitas serupa, yaitu, mencungkil tanah dengan potongan bambu untuk membuat lubang tanam, menyobek plastik bibit dan menanam pohon cabai rawit ke dalam polybag, lalu memadatkanya. Suasana alun-alun pun penuh dengan celotehan khas ibu-ibu. Itulah suasana dalam kegiatan menanam cabai rawit serempak oleh ibu rumah tangga yang diselenggarakan Dinas Pertanian dan Tim Penggerak PKK kabupaten Purbalingga.

Acara di alun-alun diikuti oleh tidak kurang dari 1250 orang ibu rumah tangga, mereka menanam 4 batang cabai rawit, sehingga total yang ditanam sejumlah 5000 batang. Selain di alun-alun, halaman 17 kecamatan se Purbalingga juga melaksanakan hal serupa secara serentak dengan melibatkan peserta 250 orang ibu rumah tangga sehingga yang ditanam 1000 batang pohon per kecamatan. Total, ada 5500 ibu-ibu menanam 22.000 batang pohon cabe rawit alias cengisdi Purbalingga hari itu.

Oleh karena pesertanya semuanya perempuan dan sebagian besar ibu rumah tangga, acara tersebut diberi jargon Macan Manis alias Mama Cantik Menanam Cengis. Tak sia-sia, aksi para ‘macan’ itu diganjar dengan penghargaan dari Musium Rekor Indonesia (MURI) sebagai kegiatan menanam cabe rawit oleh ibu rumah tangga terbanyak.

Mengapa ibu-ibu alias para ‘macan’ yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut? Alasan utamanya adalah ibu rumah tangga merupakan pengguna utama cabai. Seperti diketahui, ketika cabai khususnya cabai rawit (cengis) atau yang seringkali disebut juga cabai setan harganya melonjak tinggi para’macan’ inilah yang pertama kali menjerit.

Kemudian, cabai juga sudah lama menjadi salah satu komoditas penting yang bisa mempengaruhi inflasi. Naik turunnya komoditas pertanian penerbit air liur itu, ikut mempengaruhi fluktusasi perekonomian negeri ini. Tak heran jika pemerintah, baik pusat maupun daerah sangat perhatian terhadap ‘Si Pedas’.

Upaya untuk menstabilkan harga cabai tidak hanya perbaikan sektor budidaya juga tata niaga percabaian, perlu terobosan khusus, salah satunya dengan melibatkan para ibu rumah tangga. Inilah yang kemudian menjadi ide awal adanya Gerakan Macan Manis. Perempuan dilibatkan penuh sebagai solusi bersama mengatasi persoalan percabaian negeri ini.

Jika empat batang itu dirawat dengan baik, 2 bulan kedepan kebutuhan sambal rumah tangga bisa tercukupi dengan baik. Cabai rawit dikenal bandel, murah perawatan dan memiliki masa berbuah yang ukup lama. Hal ini tampak sederhana tapi memiliki manfaat yang besar jika dijalankan dengan baik. Para ‘macan’ itu tak perlu ‘mengaum’ saat harga cabai rawit melambung. Harapannya, cabai rawit itu juga hanyalah stimulus untuk para ibu mulai asyik dan gandrung bercocok tanam.

Jadi, kegiatan tersebut juga memiliki misi lebih besar, yaitu, pemberdayaan perempuan sekaligus pemanfaatan pekarangan yang sudah mulai ditinggalkan keluarga di Indonesia. Padahal, pekarangan sudah sejak dulu bisa dijadikan sebagai warung hidup atau apotik hidup yang bisa memenuh kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Istilahnya mau sayuran tinggal petik, mau obat-obatan tradisional tinggal ambil di pekarangan kita. Inilah yang mau dihidupkan kembali.

Untuk masyarakat urban di perkotaan, juga bisa memanfaatkan polybag atau bekas ember dan perkakas untuk bercocok tanam. Saat ini ada berbagai macam teknik urban farming yang bisa diterapkan untuk memanfaatkan pekarangan kita.

Semoga gerakan ini bisa menjadi inspirasi dan para 'macan' bisa 'mengaum' se-Indonesia. Ayo bercocok, manfaatkan pekarangan! 

Baiklah, kalau ibu-ibu alias para ‘macan’ sudah berperan aktif dan turun tangan sepertinya semua persoalan tak ada yang susah untuk diselesaikan. Semoga demikian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun