Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ekspedisi Serayu 2015: Merawat Sungai, Merawat Peradaban

5 Agustus 2015   10:15 Diperbarui: 5 Agustus 2015   11:39 1099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lanskap Sungai Serayu di Kedunguter, Banyumas, Jawa Tengah difoto dari udara, Kamis (26/6/2014). . Hulu sungai ini berada di Kabupaten Wonosobo dan bermuara di Cilacap. (Kristianto Purnomo-Fikria Hidayat)

Ekspedisi Serayu 2015 sudah hampir usai. Tim yang memulai perjalanan sejak 28 Juli 2015 itu sudah mendekati tujuan akhir, muara Sungai Serayu yang berada di Segara Anakan. Perjalanan yang dimulai dari hulu sungai, Tuk Bimo Lukar yang ada di Pegunungan Dieng itu, sudah menemukan banyak fakta dan cerita.

Tim yang berjumlah 30 orang dari berbagai disiplin ilmu, ada ahli geologi, kehutanan, biologi, lingkungan, budayawan, jurnalis dan pecinta alam, berusaha memotret Sungai Serayu secara utuh, baik kondisi flora dan fauna, biotik, abiotik, termasuk kerusakan lingkungan dan sosial ekonomi budaya di sepanjang sungai itu. Tim menempuh jarak hampir 200 kilometer mulai dari Pegunungan Dieng di Wonosobo, melintasi Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, hingga Cilacap.

Tim Ekspedisi Serayu 2015 Siap Diberangkatkan (Foto: Tim ES 2015)

Hasil temuan Ekspedisi Serayu banyak yang tidak terduga. Salah satunya adalah perjumpaan dengan Elang Jawa (Nizaetus Bartelsi) yang  merupakan burung langka. Burung ini juga menjadi maskot nasional karena kemiripannya dengan burung garuda yang menjadi lambang negara Indonesia. Tim menemukan burung yang terancam punah itu di sekitar aliran Sungai Serayu yang ada di Desa Tambi, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Burung pemangsa itu juga ditemukan sedang terbang bebas di atas Curug Sikantong Desa Maron Kecamatan Garung, Wonosobo. Satu ekor lagi juga terlihat di atas tebing Curug Silembu, Desa Garung, Wonosobo.

Penemuan Elang Jawa merupakan kabar gembira bagi upaya konservasi satwa langka itu. Elang Jawa merupakan spesies yang terancam punah (Endangered Species) dalam daftar organisasi konservasi dunia. Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) memasukkan Elang Jawa di Apendix I yang artinya terancam punah dan dilarang diperdagangkan. Jika melihat kondisi DAS Serayu yang sudah sedemikian parah, menemukan Elang Jawa adalah hal yang sangat luar biasa. Untuk mencegah kepunahan Elang Jawa, perlu langkah penyelamatan serius. Salah satunya dengan segera menjadikan kawasan di sekitar Sungai Serayu sebagai kawasan lindung.

Selain Elang Jawa yang fenomenal, tim juga menemukan fauna lain seperti luwak, biawak, lingsang, tupai, musang, owa jawa, bermacam jenis ular dan bermacam jenis burung seperti cucuk urang, tledekan, kutilang, blekok, kuntul, trinil, kurwok, walet dan lain sebagainya. Fauna tersebut dijumpai secara langsung maupun melalui jejak dan kotorannya.

Dari sisi flora, tim juga menemukan berbagai jenis tumbuhan endemis yang ada di sepanjang sungai serayu. Tercatat ada sekitar 70 jenis tumbuhan yang tumbuh sebagai vegetasi tepi Sungai Serayu. Spesimen daun sudah diambil untuk dianalisis lebih lanjut di Laboratorium Taksonomi, Fakultas Biologi UNSOED.

Kemudian, cerita mengenai kondisi biota sungai juga menarik namun menyedihkan. Kawasan Hulu Sungai Serayu yang ada di Dataran Tinggi Dieng sudah kritis dan terus terdesak oleh kegiatan pertanian, permukiman, dan erosi. Tebing-tebing sungai terekspansi dan sudah ditanami sayur-mayur, terutama kentang dan tembakau sampai ke tepian sungai. Sepanjang 10 km pertama, Tim ekspedisi bahkan tak menemukan satu pun biota ikan. Kondisi itu disebabkan tingkat pencemaran air yang sudah sangat tinggi dari obat-obatan pertanian yang tidak terkontrol. Ikan-ikan endemis Serayu seperti melem, tawes, dan lempon (Neolissochilus hexagonolepis) tidak didapati lagi.

Kondisi fisik Sungai Serayu tak kalah menyedihkan. Selain daerah sempadan sungai yang terus didesak oleh kegiatan pertanian dan permukiman serta peruntukan lainnya, Sungai Serayu juga menjadi tempat pembuangan sampah. Tumpukan sampah di tubuh sungai sangat gampang ditemui, bahkan mulai dari hulu sungai. Tak hanya sampah kecil-kecilan, kasur busa dan sofa pun ditemukan dibuang di sungai. Tim fisik sungai memotret erosi yang semakin tinggi, sungai semakin menyempit dan abrasi yang semakin mengkhawatirkan.

Kemudian, seperti sungai-sungai besar di belahan bumi mana pun, selalu menyimpan nilai dan kisah sosial budaya. Termasuk Sungai Serayu yang didukung oleh peradaban kebudayaan Banyumasan. Sungai Serayu menyimpan banyak sekali kekayaan nilai sosial budaya yang perlu digali. Banyak kisah menarik di sepanjang sungai itu, sebab Serayu sudah menjadi pusat peradaban sejak dulu kala.

Semua hasil Ekspedisi Serayu 2015 nantinya akan kita publikasikan dalam bentuk tulisan, foto, dan video yang akan kita sajikan dalam Kongres Sungai Nasional. Kami berharap ekspedisi ini berhasil dan bisa menyajikan karya fenomenal persembahan anak-anak serayu. Harapan kami, sungai serayu tetap lestari dan bisa tetap menjadi sumber penghidupan anak-cucu kita. Mari kita merawat sungai kita karena merawat sungai, merawat peradaban.

Salam Lestari

Gunanto ES (Kord. Bidang Flora dan Fauna, Tim Ekspedisi Serayu 2015)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun