Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pareidolia dan Mitos di Seputar Letusan Gunung Kelud

15 Februari 2014   17:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:48 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_312111" align="aligncenter" width="536" caption="Erupsi Gunung Kelud (Foto : www.merdeka.com)"][/caption]

Malam Jumat Wage, bertepatan dengan dengan malam Valentine dimana seharusnya dipenuhi dengan kasih sayang, Gunung Kelud memuntahkan laharnya. Malam itu, meski saya tak melihatnya secara langsung saya bisa merasakan suasana yang sangat mencekam. Malam yang kelam ditingkahi dengan gemuruh letusan kelud yang disertai dengan petir yang menyambar cetar membahana.

Akibat amuk Kelud, sebagian besar jawa di selimuti abu. Puluhanribu warga disekitar gunung berapi yang bertipe strato itu mengungsi. Purbalingga, kota saya yang jaraknya cukup jauh ditengah Jawa, pada Jumat pagi kemarin juga tampak mencekam. Langit gelap, juga diikuti petir dan guyuran hujan abu membuat Jumat itu menjadi kelabu.

Dan, sepertinnya sudah kebiasaan orang Jawa atau orang Indonesia pada umumnya. Pada sebuah bencana, seringkali muncul adanya mitos-mitos yang menyertainya. Kali ini, erupsi Gunung Kelud dikaitkan dengan amukan Lembu Suro, seorang raksasa yang dikhianati cintanya dan dikubur hidup-hidup di Kelud.

Cerita tersebut kemudian dilengkapi dengan pareidolia gambar awan hasil letusan Kelud yang seolah-olah berbentuk seperti raksasa. Satu gambar lagi ada yang berbentuk bak muka lembu. Hal itu semakin memperkuat keyakinan sebagian masyarakat bahwa letusan itu benar-benar amukan Sang Lembu jantan perkasa itu. Seperti gambar dibawah ini yang banyak beredar di pesan via BBM dan social media.

[caption id="attachment_312112" align="aligncenter" width="538" caption="Pareidolia Awan Kelud Seperti Muka Raksasa (www.tribunnews.com)"]

13924348691695469297
13924348691695469297
[/caption]

Gambar hasil erupsi Gunung Kelud ini yang dikira sosok sang Lembu Suro tengah mengamuk

[caption id="attachment_312113" align="aligncenter" width="320" caption="Foto : facebook/igosaputra"]

1392435019852134683
1392435019852134683
[/caption]

Banyak yang menyangsikan kebenaran gambar itu dan menyebutnya sebagai hasil editan belaka. Namun, banyak pula yang beranggapan kalau itu gambar aseli. Jika gambar itu asli, itulah yang disebut pereidolia. Pareidolia, menurut wikipedia adalah sebuah fenomena psikologis yang melibatkan stimulus samar-samar dan acak (seringkali sebuah gambar atau suara) yang dianggap penting.

Contoh umum termasuk melihat gambar binatang atau wajah-wajah di awan, pria di bulan atau kelinci Bulan, dan pendengaran pesan tersembunyi di rekaman yang dimainkan secara terbalik. Kata ini berasal dari bahasa Yunani para– “samping”, “dengan”, atau “bersama”- yang berarti, dalam konteks ini, sesuatu yang salah atau tidak benar.

Bukan hanya di Kelud, Paraedolia sering kali muncul dalam bencana-bencana lainya. Pada saat Tsunami Aceh muncul gambar amukan ombak yang membentuk lafadz Allah. Kemudian pada saat Merapi mengamuk, ada awan yang mirip sekali dengan tokoh pewayangan Petruk. Hal itu diasosiasikan dengan Mbak Petruk, yang konon merupakan penunggu Gunung Merapi.

[caption id="attachment_312115" align="aligncenter" width="513" caption="Awan yang Membentuk Gambar Petruk di Erupsi Merapi (www.viva.co.id)"]

1392435353668172435
1392435353668172435
[/caption]

Jadi, dalam konteks gambar yang terbentuk dari awan Gunung Kelud bisa saja gambar itu asli. Dengan ditambah pada benak masyarakat yang sudah lekat dengan legenda Lembu Suro, maka gambar itu seolah-olah benar adanya merupakan wujud sang lembu yang tengah mengamuk. Lalu, bagaimana sebenarnya kisah Lembu Suro?

Gunung yang berada di perbatasan Kediri dan Blitar itu memang lekat dengan kisah pengkhianatan cinta seorang putri dari Kerajaan Jenggala bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti bernama Mahesa Suro dan Lembu Suro. Berikut ceritanya yang dihimpun dari berbagai sumber :

Alkisah, Dewi Kilisuci tenar makantar-kantar akan kecantikannya dilamar dua orang raja. Namun sayangnya yang melamar bukan dari bangsa manusia, karena yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu Suro dan satunya lagu berkepala kerbau bernama Mahesa Suro. Tentu saja Dewi Kilisuci yang kinyis-kinyis bak Jennifer Dunn tak mau dengan mereka. Dua raja itu buruk rupa, apalagi tak ada yang membawa Toyota Vellfire warna putih.

Namun, Sang Dewi tak bisa menolak mentah-mentah. Ia tak mau membuat mereka berdua yang terkenal sakti mandraguna itu sakit hati. Untuk menolak lamaran tersebut secara halus, Dewi Kilisuci membuat sayembara yang hampir mustahil, yaitu membuat dua sumur di atas puncak Gunung Kelud. Tak hanya sumur, syarat tambahanya, yang satu harus berbau amis dan yang satunya harus berbau wangi. Syarat berikutnya, harus selesai dalam satu malam atau sebelum fajar menyingsing dan tak boleh keduluan ayam berkokok.

Mahesa Suro dan Lembu Suro menyanggupi permintaan tersebut. Dengan kesaktianya dan semangat mereka untuk mendapatkan cinta sang Dewi, pesyaratan sayembara dapat dipenuhi tepat waktu. Dewi Kilisuci pun ketar-ketir. Tak mau diperistri mereka, Ia pun membuat akal-akalan dengan mengajukan satu permintaan lagi. Kedua raja tersebut dimintanya membuktikan dulu bahwa kedua sumur tersebut benar berbau wangi dan amis dengan cara mereka berdua harus masuk ke dalam sumur.

Bak kerbau yang dicocok hidungnya, mereka berdua manut saja menuruti permintaan Sang Dewi. Begitu mereka sudah berada di dalam sumur, lalu Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu. Matilah Mahesa Suro dan Lembu Suro. Tampaknya, Lembu Suro lebih sakti dari Mahisa Suro, sebelum mati Lembu Suro sempat berucap sumpah yang nggegirisi.

“Yoh, wong Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping yoiku. Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung.” Artinya, Ya, orang Kediri suatu hari akan mendapatkan balasanku yang berlipat. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau.

Takut akan sumpah sang Lembu, akhirnya masyarakat lereng Gunung Kelud melakukan sesaji sebagai tolak balak supah itu yang disebut Larung Sesaji. Acara ini digelar setahun sekali pada tanggal 23 bulan Suro oleh masyarakat Sugih Waras, desa yang terdekat dengan Gunung Kelud.

Dan kemarin, Lembu Suro mewujudkan balas dendamnya. Kelud pun meletus yang kemudian banyak diartikan sebagai wujud amarahnya. Anda percaya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun