Mahesa Suro dan Lembu Suro menyanggupi permintaan tersebut. Dengan kesaktianya dan semangat mereka untuk mendapatkan cinta sang Dewi, pesyaratan sayembara dapat dipenuhi tepat waktu. Dewi Kilisuci pun ketar-ketir. Tak mau diperistri mereka, Ia pun membuat akal-akalan dengan mengajukan satu permintaan lagi. Kedua raja tersebut dimintanya membuktikan dulu bahwa kedua sumur tersebut benar berbau wangi dan amis dengan cara mereka berdua harus masuk ke dalam sumur.
Bak kerbau yang dicocok hidungnya, mereka berdua manut saja menuruti permintaan Sang Dewi. Begitu mereka sudah berada di dalam sumur, lalu Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu. Matilah Mahesa Suro dan Lembu Suro. Tampaknya, Lembu Suro lebih sakti dari Mahisa Suro, sebelum mati Lembu Suro sempat berucap sumpah yang nggegirisi.
“Yoh, wong Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping yoiku. Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung.” Artinya, Ya, orang Kediri suatu hari akan mendapatkan balasanku yang berlipat. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau.
Takut akan sumpah sang Lembu, akhirnya masyarakat lereng Gunung Kelud melakukan sesaji sebagai tolak balak supah itu yang disebut Larung Sesaji. Acara ini digelar setahun sekali pada tanggal 23 bulan Suro oleh masyarakat Sugih Waras, desa yang terdekat dengan Gunung Kelud.
Dan kemarin, Lembu Suro mewujudkan balas dendamnya. Kelud pun meletus yang kemudian banyak diartikan sebagai wujud amarahnya. Anda percaya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H