Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mahabarata : Elegi Kunti dan Karna

17 Mei 2014   02:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:27 3498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu saat, panah Arjuna berhasil mengenai tubuh Karna. Ajaib, tubuhnya langsung bersinar dan ada sebuah perisai berkilauan yang melindunginya. Itulah perisai anugerah dari Sang Dewa Surya, ayahnya.

Di tribun kehormatan, Kunti terbelalak dan kaget bukan kepalang. Ia melihat perisai ditubuh karna dan langsung mengenalinya pemuda gagah itu sebagai putra sulung yang pernah dibuangnya. Kunti pun jatuh pingsan dan di papah oleh Priyamwada, sahabatnya sejak kecil.

Sementara, perang tanding antara Karna dan Arjuna pun usai karena matahari sudah terbenam. Tak ada pemenang antar kedua pemanah hebat yang sebenarnya memiliki ibu yang sama itu.  Sementara, keduanya sama kuat.

Di dalam bilik kamarnya, Kunti yang baru siuman lalu menangis sesenggukan ditemani Priyambada. Ia sedih melihat kemunculan anaknya, Karna. Sebagai ibu hatinya teriris-iris melihat anak yang telah diterlantarkanya. "Aku harus menyentuh rambutnya, aku harus mengganti kasih sayang yang selama ini tidak pernah didapatkanya sebagai anak. Aku harus menemui karna," begitu ratapan Kunti dengan bercucuran air mata.

Priyamwada mengingatkan. Kunti harus memahami perasaan anak-anaknya dan juga kehormatannya. "Tuan putri dan anak-anak tidak akan dihormati lagi jika semua tahu bahwa tuan putri melahirkan sebelum menikah. Semua orang tahu bahwa tuan putri hanya memiliki lima anak, yaitu pandawa," kata
Priyamwada mengingatkan Kunti.

Tapi, kunti tetap bersikeras menemui Karna. Hatinya sebagai seorang ibu terus memberontak. Ia sungguh-sungguh menyesal telah membuang Karna yang sekarang ternyata telah tumbuh sebagai pemuda yang gagah. Tak kalah dengan Pandawa lima, anak-anaknya.

Akhirnya, seperti dikisahkan kemudian, Kunti menemui Karna dan menyatakan bahwa Ia adalah Ibunya. Akan tetapi, Karna tak mau serta merta mengakui ibu kandungnya. Ia terlanjur kecewa kenapa dulu dengan
tega dirinya dibuang. Ia sudah terlalu lama dihina akibat berkasta rendahan. Karna juga sudah menemukan kasih sayang selayaknya orang tua kandung dari Adinata dan Radha.

Pada perang Bratayudha nantinya, Karna pun tak berpihak ke Pandawa. Ia membela kurawa karena hutang budi dan sumpah setianya pada Duryodana. Meski Ia tahu, Duryodana adalah raja yang jahat. Dikisahkan, Karna akhirnya mati ditangan Arjuna, adiknya.

Karna adalah simbol sebuah perjuangan. Ia adalah pemberontak yang menentang diskriminasi. Karna menantang arus dan penindasan dengan bingkai kasta. Hidupnya dibaktikan untuk membuktikan bahwa semua orang berhak untuk diakui karena kemampuan dan kerja kerasnya, bukan karena kasta dan garis keturunannya.

Karna, si anak yang terbuang juga memiliki sifat-sifat kompleks. Ia sangat yakin akan kemampuanya sehingga cenderung over pede, angkuh. Namun, Karna terkenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesatria. Karna juga selalu menepati janjinya, meski bertentangan dengan hati kecilnya.

Sementara Kunti adalah gambaran dari ibu yang menyesal karena telah mencampakan anaknya. Akibat perbuatanya, Ia harus rela anak kandungnya saling bunuh. Pelajaran dari Kunti adalah jangan coba-coba buat anak kalau belum menikah. Kalau coba-cobanya jadi nyata bingung kan? Akhirnya, anak pun ditelantarkan. Akhirnya menyesal kemudian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun