Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makar Sankranti dan Keniscayaan Sebuah Reformasi

2 Agustus 2014   03:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:38 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Roda kehidupan terus berputar. Manusia yang ada didalamnya juga terus berubah. Rezim lama runtuh digantikan penguasa baru. Transisi terus terjadi. Peradaban datang silih berganti. Norma lama digantikan dengan norma baru. Dulu yang dianggap tabu menjadi lumrah. Tradisi yang mengakar terdobrak, direformasi dengan cepat atau direvolusi yang lebih lambat oleh arus pembaruan yang terus terjadi. Seperti sungai, kadang tidak selalu mengikuti alurnya yang sudah dilaluinya bertahun-tahun namun membentuk alur baru, kehidupan baru.

Itulah salah satu pesan moral yang diceritakan dalam Kisah Mahabarata, yaitu, tentang sebuah reformasi atau revolusi yang terus terjadi dan menjadi keniscayaan dalam putaran zaman. Pada episode 133-134 yang ditayangkan di Indonesia minggu ini, Krisna menjadi aktor utama yang mengajak kita untuk memahami pesan moral itu. Semuanya tergambar apik dalam lakon yang dimainkan dalam epos Mahabarata.

Begini ceritanya…

Para Kurawa dan petinggi Kerajaan Hastinapura dibuat menanggung malu yang sangat dalam. Mereka datang ke Dwaraka untuk menikahkan Duryudana Sang Kurawa tertua selakigus Putra Mahkota Hastina dengan Subadra, Putri Kerajaan Dwaraka. Akan tetapi, dihari pernikahan mempelai wanita malah dibawa lari Arjuna, Pandawa ketiga, musuh bebuyutan mereka. Subadra memang lebih memilih Arjuna, seseorang yang membuatnya jatuh cinta di pandangan pertama, daripada menikahi Duryudana yang sama sekali tak dicintainya.

Selain itu, Duryudana menikahi Subadra sebenarnya karena tujuan politis, yaitu untuk membuat persekutuan Wangsa Kuru (Hastina) dengan Wangsa Yadawa (Dwaraka). Keduanya merupakan wangsa terkuat di daerah Arya. Sengkuni, aktor licik dibalik pernikahan politik itu berharap persekutuan akan bisa membuat Hastina semakin kuat dan berkuasa. Kemudian, Indraprasta, kerajaan baru besutan Pandawa yang dibenci Kurawa, nantinya tak akan berkutik..

Sementara itu, Subadra sudah bertemu Arjuna yang tengah menyamar sebagai seorang Pendeta Siwa. Saat itu mereka melarikan diri dan telah sampai di luar wilayah Dwaraka. Arjuna bermaksud akan mencari seorang brahmana untuk menikahkan mereka. Akan tetapi Subadra menolak kawin lari, Ia hanya mau menikah di altar yang telah didirikan oleh abangnya, Krisna.

Kemudian, di sekitar altar perkawinan masih terjadi perdebatan sengit pro dan kontra tindakan Arjuna dan Subadra. Krisna menilai perkawinan dua sejoli itu tak bisa dicegah karena mereka berdua saling mencintai meski harus melanggar tradisi. Cinta dinilai Krisna lebih tinggi dari tradisi. Sementara, pihak Hastina merasa tindakan mereka adalah pelanggaran tradisi, pelecehan mahaberat terhadap sebuah kerajaan. Sengkuni mengingatkan Krishna bahwa tindakan Subadra dan Arjuna yang diyakini disetting oleh Krisna sudah keterlaluan dan bisa memicu peperangan. Sengkuni mengingatkan jika Hastina menyerang Dwaraka maka itu juga berarti tentara Indraprastha juga ikut serta sebab Indraprastha masih belum merdeka.

Destarastra yang kesal bukan kepalang karena pelecehan tersebut mengajak Gandari pulang. Duryudana dan wikarna mengikuti dengan bersungut-sungut, menahan amarah dan dendam. Krishna lalu berkata pada Kunti untuk mau menyambut Arjuna dan Subadra setelah menikah. Kunti menjawab itu bukan haknya karena itu adalah haknya Maharaja dan Maharani. Lalu, Krishna berkata pada Destarastra bahwa jika Arjuna tidak disambut oleh Hastina berarti Indraprastha sudah dianggap merdeka. Mendengar hal itu, mau tidak mau Destarastra dan Gandari batal pergi. Ia tak ingin Indraprasta merdeka dan menjadi kerajaan mandiri.

Akhirnya, dengan terpaksa Destarastra merestui Arjuna dan Subadra dan menyaksikan prosesi pernikahan mereka. Arjuna dan Subadra lalu menyentuh kaki Destarastra, lalu Gandari. Drestarata dengan kesal berkata untuk penyambutan menantu baru tidak perlu pergi ke Hastina, langsung saja ke Indraprastha. Setelah itu mereka meninggalkan tempat pernikahan.

Saat Arjuna dan Subadra mau meminta restu ke Bhisma dengan menyentuh kakinya, Bhishma tidak mau merestui mereka karena Bhishma menilai bahwa mereka melakukan adharma, sebuah perbuatan tercela dan juga telah menghina Dinasti Kuru. Bhisma yang Agung adalah seorang yang sudah bersumpah untuk melindungi Wangsa Kuru.

Bhisma berkukuh, perbuatan mereka tak layak dan tidak sesuai tradisi yang sudah terbangun berabad-abad.

“Bagaimana mungkin merebut calon istri orang adalah perbuatan yang dibenarkan, “ kata Bhisma.

Krisna lalu menyela :”Apa perasaan seorang wanita tidak penting?

Bhishma : “Itu penting tetapi tidak sesuai tradisi”.

Bhishma tetap bersikukuh pada tradisi  dan Krishna mencoba menawarkan sebuah pemahaman akan konsep baru. Ia berpendapat kebahagiaan Subadra, cinta dan kebahagian Arjuna lebih tinggi dari tradisi sehingga mereka berhak menikah dan membatalkan pernikahan politik. Bhishma tersinggung lalu menanyakan.

“Siapa yang menentukan tradisi mana yang benar dan yang salah, kamu?,” ujar Bhisma.

Krishna menjawab, "Bukan aku, waktulah yang akan menentukan. Semuanya akan patuh pada aturan waktu. Saat ini adalah sankranti (transisi) bagi wilayah Arya. Seperti halnya sankranti yang terjadi antara Surya terhadap Rasi Makara , seperti itulah yg akan terjadi," kata Krisna.

Krishna mengingatkan bahwa tradisi lama akan digantikan oleh tradisi baru dan tradisi baru itu yang akan berlaku di seluruh daratan Arya. Begitu juga orang-orang yang selama ini mendukung adharma (kejahatan) akan digantikan oleh orang-orang yg mendukung dharma (kebaikan).

[caption id="attachment_336005" align="aligncenter" width="300" caption="Perayaan Makar Sankranti (www.sms.latestsms.in)"][/caption]

Catatan :

Sankranti adalah peristiwa dimana Sang Surya mendekati Rasi Makara (Capricorn). Ini adalah sebuah fenomana alam yang tak biasa karena biasanya rasi-rasi bintanglah yang mendekati matahari. Namun, kini berlaku sebaliknya. Dalam Budaya India, matahari adalah pusat tata surya dan matahari dianggap sebagai ayah dari segala benda langit, termasuk Rasi Makara tentunya. Maka, hal yang tidak lumrah jika Surya mendekati rasi. Ayah kok mendekati anaknya. Itu kan hal yang melanggar kebiasaan atau tradisi, tapi toh terjadi.

Peristiwa alam Makar Sankranti itu dirayakan oleh masyarakat India, dinamakan Makar Sankranti. Biasanya jatuh pada pertengahan Januari (antara 13 - 15 Januari yg bisa berubah setiap tahunnya). Pada hari itu siang menjadi lebih panjang daripada malam. Makar Sankranti adalah akhir musim dingin yg menandai awal musim panen di India. Di dunia Barat sering juga disebut Winter Solstice. Makar Sankranti dirayakan dengan bermain layang-layang bersama keluarga. Bermain layangan dimaksudkan sebagai menyapa Sang Surya

Krisna menyampaikan analogi tersebut ke Bhisma bahwa sekarang telah terjadi Sankranti di daratan arya. Sebuah norma dan tradisi baru terbentuk seiring dengan sankranti atau reformasi atau revolusi yang menjadi keniscayaan dari sebuah perkembangan zaman dan peradaban. Menurut Krisna, manusia harus menerima sebuah transisi, ya reformasi atau revolusi itu. Tradisi lama yang sudah tidak cocok lagi, sudah selayaknya digantikan dengan tradisi baru yang lebih baik. Adarma harus digantikan dengan dharma. Rezim harus berganti dan itu hanya bisa melalui reformasi atau revolusi.

Sankranti telah terjadi, transisi sudah dimulai, sebuah peperangan besar tengah dipersiapkan. Siap-siaplah menyambut reformasi dan itu akan dilakukan lewat sebuah perang besar di Padang Kurusetra, Perang Baratayudha dan bersiaplah menerima sebuah era baru.

Salam Mahabarata...

Sumber Tulisan : Nonton Mahabarata dan Fanpage Facebook Mahabarata ANTV

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun