Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yudhistira, Contoh Pemimpin Baik Hati tapi Lemah

23 Agustus 2014   19:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:45 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1408772909535490117

[caption id="attachment_339399" align="aligncenter" width="209" caption="Yudhistira (www.forum-india.com)"][/caption]

Yudhistira adalah Pandawa tertua. Ia merupakan panutan bagi kelima adik-adiknya. Dalam lakon Mahabarata, Yudhistira digambarkan sebagai sosok yang berbudi luhur. Ia tak mau menyakiti orang lain, penyabar, tak mau mendendam, membalas keburukan dengan kebaikan, sopan santun juga pantang berbohong.

Sangking baik hatinya, adik-adiknya sering kali menjadi korban. Mereka kerap geram karena Yudhistira selalu mengalah dan rela-rela saja disakiti oleh Kurawa, saudara sepupu mereka yang terus menerus jahat, dengan alasan membela Dharma (kebaikan). Celakanya, keempat  adik-adiknya terikat peraturan bahwa tak boleh bertindak tanpa persetujuan Yudhistira.

Maka, sedari kecil keempat saudaranya terkungkung oleh Yudhistira yang selalu memegang darma dengan saklek. Misalnya, dalam suatu kisah digambarkan Padhawa datang ke kebun buah mangga di istana Hastinapura. Sebagai anak kecil, empat adik-adiknya terutama Bhima yang doyan makan tentu saja ngiler untuk memetik mangga. Mereka minta izin ke Yudhistira untuk memetiknya. Namun, Yudhistira mengatakan kalau makan buah harus rame-rame, dengan saudara sepupu mereka juga, 100 kurawa.

Belum sempat ambil mangga menunggu persetujuan Yudhistira, para Kurawa datang dan langsung memanjatnya pohon mangga rame-rame dan memakanya di atas pohon. Kelima Pandawa tentu saja kepengen dan mereka sebagai sesama pangeran juga tentunya berhak mencicipi manisnya mangga. Maka, Bhima yang paling ngiler minta kepada Kurawa. Bukanya buah yang didapat namun biji mangga sisa yang dilemparkan ke Pandawa. Bhima geram, Ia bermaksud menggoyangkan pohon dan menjantuhkan para Kurawa yang sudah jahat sejak kecil. Bhima adalah keturunan Dewa Bayu yang memiliki kekuatan laksana gajah. Tentu saja enteng untuk menjatuhkan mereka semua.

Namun, Yudhistira mencegah. Ia memilih mengalah dan tak membalas perlakuan mereka, kemudian pergi. Baru ketika Dursasana menghina Pandu, ayah mereka. Yudhistira mengizinkan Bhima memberi sedikit pelajaran. Setelah itu, Kurawa dihukum. Pandawa juga dihukum. Yudhistira yang baik hati dan suka mengalah itu, menyebabkan kesengsaraan buat adik-adiknya.

Itu waktu kecil. Setelah beranjak dewasa, kelakuan Yudhistira yang selalu memegang teguh Dharma pun selalu terjaga. Berkali-kali mereka dijahati : Bhima diracun, dicemplungin ke rawa penghisap, Pandawa dicurangin terus menerus, dibakar di Warnabrata dalam 'Insiden Istana Lilin', diberi daerah gersang dan berhantu semuanya disabar-sabarin oleh Yudhistira. Bhima dan Arjuna yang ingin mengangkat senjata menumpas Kurawa selalu dicegah. Mereka geram dan jengkel tapi terkekang kode etik tidak boleh melawan saudara tertua.

Selain suka mengalah, kelemahan Yudhistira adalah gemar bermain dadu. Inilah kelemahan yang menimbulkan tragedi. Ia harus kehilangan tahta dan kerajaan yang dibangun susah payah. Ia bahkan harus mempertaruhkan adik-adiknya, juga istrinya diatas meja judi dan kalah!

Ceritanya begini, setelah melihat kejayaan Indraprasta, Duryudhana iri setengah mati. Apalagi, dirinya dipermalukan pada saat upacara penobatan Yudhistira (Raj Surya Yajna). Senjatanya dilucuti dan dipermalukan Drupadi. Ia berpikir keras bagaimana cara membalasnya. Sangkuni, si licik pun menemukan caranya : Permainan Dadu.

Dalam rangka menyenangkan orang lain, nyawapun diserahkannya jika diminta, apalagi sekedar main dadu. Demikian prisnsip Yudistira sang suri tauladan. Rupanya gara-gara upacara Rajasuya yang heboh itu, Hastinapura pun akhirnya tahu bahwa Pandhawa masih hidup, bahkan berjaya memiliki negara Indraprastha dengan 100 negara jajahan. Duryudana dan para ksatria Hastinapura memang diundang untuk ikut menyaksikan.

Undangan pun dikirim ke Indraprasta. Widura, pamannya sudah memperingati Yudhistira agar jangan memenuhi undangan itu. Ia sudah mencium nawaitu licik dari Sangkuni. Bima dan Arjuna juga tidak setuju dan mengamini sara Widura. Namun, dasar Yudhistira Ia tetap saja ngotot harus memenuhi undangan itu. Alasanya, tak elok menampik undangan dan undangan itu dari Raja Hastinapura Drestarata, pamannya sendiri yang seharusnya sudah menjadi pengganti ayah bagi mereka. Selain itu, ada Paman Bhisma, Widura dan Guru Drona yang pasti tak tinggal diam melihat kejahatan. Selain itu, dalam hati kecilnya Yudhistira adalah seorang yang gemar bermain dadu. Jadi, seperti biasa, adik-adik Pandawa mengalah ke Yushtisira. Pergilah kelima Pandhawa beserta isterinya yang jelita, Drupadi ke Hastinapura.

Sampai di Hastinapura, permainan dadu (saat itu dianggap merupakan permainan para kaum ksatria) pun digelar. Yudhistira bermain melawan Duryudhana yang diwakili oleh Sangkuni. Pertama,  taruhanya kecil-kecilan, Yudhistira diberi kemenangan. Hatinya pun gembira, hasrat berjudinya semakin besar. Taruhan pun semakin besar dan besar dan Yudhistira satu demi satu harus melepas miliknya karena menelan kekalahan.

Ia telat menyadari bahwa permainan dadu itu sudah di setting Sengkuni. Mata dadu terbuat dari tulang-tulang ayah Sangkuni sendiri sehingga menuruti apapun kehendaknya. Maka, Yudhistira sudah terjatuh dalam perangkap dan dia tak bisa keluar lagi. Ia sudah tak bisa dicegah lagi. Setiap mau berhenti, Sangkuni mengompori, mengejeknya dan hati Yudhistira goyah, kemudian terus bermain.

Mula-mula hartanya, lalu hewan ternak, lalu tahta dan kerajaanya yang dibangun dengan susah payah jatuh ke tangan Duryudhana. kemudian, adiknya satu persatu dipertaruhkan. Nakula, Sadewa, Arjuna, Bhima dan dirinya sendiri. Byarr, dan semuanya kalah. Tahta hilang, kerajaan berpindah tangan dan mereka menjadi budak, kasta yang hina.

Duryudhana, pemimpin para Kurawa yang dipenuhi iri dan dengki tak puas sampai disitu. Ia mempertarukan istirnya Banowati dan meminta Yudhistira juga mempertaruhkan istrinya, yang adalah istri bersama dengan keempat adiknya Drupadi di meja judi. Yudhistira bimbang, adik-adiknya mencegah, para sesepuh sudah mencegah tapi dasar hatinya yang lemah dan sudah ditutupi dengan hasrat bersudi mudah saja dihasut Sangkuni yang licik. Ia akhirnya mempertaruhkan Drupadi, Putri Pancali di meja judi dan KALAH.

Yudhistira yang baik hati, suka menolong, penyabar, tak mendendam dan selalu menjaga Dharma itu pun akhirnya harus merintih, menangis, terpuruk dan menanggung malu demikian dalam. Ia harus menyaksikan kerajaan dan tahtanya musnah, adik-adik dan dirinya menjadi budak kemudian istri yang dicintainya harus dipermalukan di Sidang Istana Hastinapura. Drupadi dilucuti pakaianya di depan matanya. Beruntung ada Krisna yang menyelamatkanya.

Jadi, Yudhistira bukanlah ptototype pemimpin yang patut dicontoh. Ia memang baik hati, luhur budi tetapi tidak disertai dengan hati yang kuat, ketegasan dan keadilan. Ia juga gemar berjudi, permainan jahat yang melenakan dan bisa memusnahkan segalanya. Kombinasi kelemahan dan kegemaranya itu menghancurkan dirinya, kehormatanya sekaligus mengorbankan adik-adiknya dan istrinya tercinta yang jelita.

Salam Mahabarata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun