[caption id="attachment_339574" align="aligncenter" width="800" caption="Drupadi (sumber foto : www.startv.in)"][/caption]
Perempuan cantik bersari merah itu hanya bisa menjerit pilu kemudian menangis tersedu-sedu saat diseret seorang pria berangasan ke tengah-tengah balairung sebuah istana megah. Gelungnya terlepas, rambutnya yang panjang dan lebat terurai tak beraturan. Dahinya terluka akibat terhempat saat diseret kasar, darah merah mengalir. Satu hal, kecantikannya tak luntur dalam amarah dan rasa malu bak api yang membakar tubuhnya itu.
Drupadi, perempuan jelita yang tengah ditimpa petaka itu menatap nanar ke sekelilingnya. Masih tersimpuh ditengah balairung, Ia menatap tajam Dursasana, pria berangasan yang menyeretnya. Matanya memerah. Air mata sudah habis tumpah. Para kurawa tertawa tergelak penuh kemenangan. Sangkuni, tersenyum penuh kelicikan dan puas. Drestarata, maharaja yang buta juga menyunggingkan senyum. Bhisma, Widura, Resi Kripa dan Mahaguru Drona serta para tetua hanya bisa melihat dirinya dengan iba, tanpa bisa berbuat apa-apa.
Ia lalu memandang nanar suaminya, lima Pandawa yang tengah tertunduk malu dan tak kuasa membalas pandangan istrinya. Tatapanya berhenti ke arah Yudhistira, suaminya yang begitu tega mempertaruhkan dirinya di meja judi sehingga kini dirinya menjadi budak dan dipermalukan di depan umum. Drupadi kemudian memandang Bhima yang perkasa namun kini hanyalah budak yang tak punya daya. Pandanganya lalu beralih ke Arjuna, ksatria perkasa, pemanah terbaik di dunia yang telah memenangkan diri dan hatinya, namun Arjuna pun sama, diam memendam malu dan amarah tanpa bisa berbuat untuk menyelamatkan dirinya. Nakula dan Sadewa juga bertingkah sama.
Drupadi, kini hanya bisa meratap. Seorang Pancali, putri Kerajaan Pancala, anak raja Drupada yang perkasa kini menjadi budak. Seorang putri yang lahir dari api dan memiliki lima suami ksatria terhebat di daratan Arya kini bahkan lebih rendah dari pelacur. Ia dipermalukan di muka umum, di depan lima suaminya yang perkasa-perkasa itu.
"Budak Drupadi, kesinilah, duduk di pahaku, duduk di pangkuanku, layani aku dan saudara-saudaraku.." ujar Duryudana congkak. Drupadi menatap tajam ke sumber suara. Acara mempermalukan dirinya berlanjut rupanya...
"Duryudana, kau sudah melewati batas. Aku bersumpah akan membunuhmu. Dengarkan sumpahku Duryudana...!," kata Bhima sambil menggereram dan menepuk dadanya. Tapi apalah sumpahnya itu, Ia kini hanya seorang budak setelah dipertaruhkan kakaknya di meja dadu. Duryudana juga hanya tersenyum mengejek mendengar sumpah Bhima. "Kau hanya seorang budak Bhima," begitu kata hatinya yang diisyaratkan dengan senyum ejekanya itu.
Bhisma yang agung, kali ini tak kuasa untuk menahan emosinya. Ia kemudian meminta kepada Raja Drestarata untuk membebaskan Drupadi. Bukankah Drupadi dipertaruhkan Yudhistira ketika sudah kalah dan menjadi budak, maka seorang budak sudah sepantasnya tak bisa mempertaruhkan sesuatu. Setelah Bhisma, Begitupula Mahamenteri Widura juga meminta kepada kakaknya itu untuk melepaskan Drupadi dan mengakhiri kebiadaban itu. Namun, Drestarata adalah Raja Buta mata dan buta hatinya.
"Drupadi adalah seorang budak, budak harus menuruti tuanya. Kalau aku membebaskan Drupadi maka aku memberlakukan ketidakadilan kepada seluruh budak di Hastinapura. Drupadi adalah budak Duryudana sekarang, maka dia harus menuruti perintah tuanya. Kembalilah Drupadi, turuti perintah tuanmu!," kata Drestarata.
Drupadi kini tak punya harapan. Kini, Ia hanyalah wanita lemah. Drupadi bak seekor domba tanpa pelindung ditengah sekumpulan srigala buas.
Arjuna, yang paling mencintai dan dicintai Drupadi tak kuasa menahan amarahnya. Ia merebut tameng prajurit dan dilemparkanya berputar ke penjuru ruangan. Segenap lampu di istana pun padam terkena sambaran tameng. Balairung diliputi kegelapan.
"Raja Drestarata, Anda telah melewati batas. Camkan perkataanku, aku bersumpah akan membalas perbuatan anak-anakmu dan memenuhi kehidupanmu dengan kegelapan seumur hidupmu," kata Arjuna dengan mata memerah, muka membesi dan darah menggelegak. Drupadi adalah wanita yang paling dicintainya dan cintanya kepada Drupadi melebihi keempat saudaranya.
Drestarata terhenyak mendengar sumpah itu, Ia mulai khawatir bahwa kejadian hari itu akan menjadi malapetaka bagi keturunya nanti, tetapi tidak dengan Duryudana, Ia malah semakin congkak dan semakin melewati batas. Lampu dinyalakan, Ia kemudian berkata lantang.
"Dursasana, budak Drupadi terlalu sombong. Lucuti pakainya untuk meruntuhkan kesombongannya. Lucuti pakainya seperti Ia melucuti senjata kita di balairung Istana Indraprasta waktu itu," kata Duryudhana memerintahkan adiknya yang paling berangasan.
Drupadi sebenarnya adalah perempuan yang pernah memikat hatinya. Ia mengikuti sayembara untuk mendapatkanya namun Drupadi gagal didapatkannya dan justru dimenangkan Arjuna dan menjadi milik Pandawa yang sangat dibencinya. Drupadi, menurut Duryudhana, juga pernah mempermalukan dirinya di Istana Indraprasta. Ia mengusulkan pelucutan senjata Para Kurawa saat ada geger di upacara penobatan Yudhistira. Drupadi juga tak kuasa menahan senyum saat melihat dirinya jatuh di kolam yang dikiranya seperti lantai di Istana Indraprasta yang megah. Harga dirinya sebagai lelaki terkoyak. Ia mendendam kepada Drupadi. Sekarang, Ia pun melampiaskan dendamnya dengan mempermalukan Drupadi sekaligus menghancurkan harga diri para suaminya.
Seluruh balairung istana pun gempar mendengar perintah Duryudana yang biadab itu. Dursasana maju kedepan, mendekati tubuh Drupadi dan ingin segera melakukan perintah kakaknya dengan senang hati. Ia dipenuhi birahi yang bergejolak. Hasratnya sudah diubun-ubun untuk menelanjangi Drupadi. Perempuan cantik jelita yang juga dikaguminya dari dulu, kini adalah seorang pelayan yang lemah tanpa perlindungan dan siap untuk dibuka pakainya satu per satu. Para kurawa tertawa riuh. Mereka bersiap melihat sebuah pertunjukan kebiadaban dengan bungah.
Bhisma, Resi Kripa, Mahamenteri Widura, Mahaguru Drona tertunduk malu. Mereka, para tertua yang mengajarkan dan menjaga dharma kini harus melihat sebuah kebiadapan di depan mata. Para Pandawa, kini hanyalah budak. Mereka telah dilucuti. Memendam malu, amarah dan hanya bisa bersumpah tanpa bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan istrinya yang akan segera ditelanjangi di depan umum.
Drupadi pasrah dan hanya bisa berdoa dalam hati. Ia tak bisa minta perlindungan dari siapa-siapa kini selain meminta ke Dewa. Dursasana sudah bersiap. Ia menjambak rambut Drupadi dengan kasar dan mulai menarik sari merah penutup tubuh mulus Pancali.... Sebuah tragedi bagi seorang perempuan bernama Drupadi alias Pancali terjadi. Tragedi yang menyulut api, untuk tragedi berikutnya, sebuah perang besar, Baratayudha!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H