Penari/pe·na·ri/ n orang yang (pekerjaannya) menari; anak tari (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Seperti definisi yang tertera pada KBBI, tentu saja penari adalah orang yang pekerjaannya menari, atau secara singkatnya disebut sebagai anak tari. Dari definisinya, tidak ada batasan tertentu mengenai jenis tarian yang dibawakan. Maka, saya mengasumsikan bahwa tari tradisional, tari kontemporer, tari ballet, breakdance, modern dance, salsa, dan mungkin masih banyak jenis tarian lainnya adalah jenis tarian yang bisa saja dibawakan oleh penari. Orang-orang yang menarikan tarian APA SAJA, disebut sebagai penari. (walaupun sekarang jika tarian tersebut berasal dari luar negeri, orang akan lebih nyaman menyebut penari dengan dancer)
Ke·ma·tang·an 1 n hal matang: penelitian tentang - anak untuk bersekolah; 2 a terlampau matang: durian itu jatuh karena -; 3 n keadaan individu dalam perkembangan sepenuhnya yang ditandai oleh kemampuan aktual dalam membuat pertimbangan secara dewasa- jiwa kematangan atau kedewasaan dalam cara berpikir dan bertindak; - seksual keadaan anak yang secara biologis telah mampu melakukan reproduksi dan berketurunan; - sosial perkembangan seseorang yang terlihat dari adanya perasaan penilaian diri dan adanya kemampuan untuk membawakan diri secara wajar dalam kelompok atau lingkungan sosial yang berbeda; (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Terdapat beberapa definisi dari kematangan, namun definisi yang akan saya angkat sebagai ‘pendukung’ dalam tulisan ini adalah definisi yang saya tandai bold. Individu dikatakan matang jika individu tersebut sudah berkembang sepenuhnya, dimana perkembangan ini ditandai oleh kemampuan actual dalam membuat pertimbangan secara dewasa. Kematangan juga dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu jiwa, seksual, dan sosial. Namun, saya akan lebih memperkecil ‘ruang lingkup’ dari definisi kematangan untuk tulisan ini dengan hanya mengangkat kematangan dari segi jiwa dan sosial. Individu dapat dianggap memiliki kematangan jiwa jika ia memiliki kedewasaan dalam cara berpikir dan bertindak, sedangkan individu dikatakan sudah matang secara sosial jika ia memiliki perasaan penilaian diri dan mampu membawakan diri secara wajar dalam lingkungan sosial yang berbeda (mampu menempatkan diri dengan baik).
***
Sedikit bercerita, saya adalah seorang remaja (hmm, lebih tepatnya termasuk dalam usia emerging adulthood) yang sangat suka menari. Saya menjuluki diri saya sebagai penari dan orang lain juga melakukan labeling yang sama. Saya mampu menarikan 2 genre (yaitu ballet dan modern dance) dengan baik dan kurang lebih bisa mengikuti beberapa tarian tradisional selama kurang lebih 12 tahun menekuni bidang tari.
Tentu saja ada banyak hal yang ditempuh oleh penari untuk menjadi lebih baik setiap harinya. Hal-hal yang ditempuh antara lain adalah latihan dengan durasi yang tentu saja tidak dapat dikatakan singkat (meliputi basic, fisik, latihan koreo), ujian (khusus untuk ballet, kalau pengalaman saya), dan perlombaan atau performance. Dalam setiap tarian, seorang penari juga dituntut untuk memiliki passion, mengeluarkan power, ekspresi, fokus, mampu menempatkan diri dengan baik sesuai dengan lagunya, dan menikmati tariannya. Jika hal-hal itu sudah dilewati dan diikuti dengan baik. Jika hal-hal tersebut sudah dilalui dengan baik, maka seorang penari dapat dikatakan sudah mengalami kematangan.
(Lho, darimana anda bisa menyimpulkan hal itu? Bahkan kematangan penari bukan hal yang sering dibicarakan dimana-mana!)
Opini saya didasarkan pada pengamatan yang saya lakukan belakangan ini, lalu sedikit mengandalkan ingatan yang mungkin tidak sempurna untuk mengingat kelas ballet saya ketika saya berusia 6 – 12 tahun, dan tentu saja melihat YouTube. Diantara guru-guru atau pengajar, kakak tingkat, teman sebaya, dan adik tingkat, akan terlihat perbedaan walaupun mereka berada di tingkat yang sama (diasumsikan sudah mempelajari hal yang kurang lebih sama).
Ada yang memang ‘kurang’ karena jarang mengikuti latihan, hal tersebut sangat logis.
Ada pula yang ‘kurang’ karena tidak mengikuti latihan fisik dan basic dengan serius. Sama logisnya, tentu saja, karena itu akan menyebabkan perbedaan yang jauh ketika penari ini menarikannya dengan orang yang memiliki fisik yang kuat dan basic yang benar.
Ada juga yang hanya berlatih terus, berlatih terus, tanpa menunjukkannya dalam sebuah performance atau lomba. Logis, karena latihan dan performance adalah hal yang jauh berbeda. Jika saat latihan penari tersebut mampu menarikannya 100%, maka saat performance 100% itu akan terpotong dengan grogi, penyesuaian diri dengan kostum dan stage, lamanya waktu menunggu giliran, dan lain lain. Penari yang sering melakukan performance akan lebih terbiasa dengan hal ini, walaupun tentu saja hal-hal tadi tidak bisa terelakkan.
Tapi, ada lho, yang sama-sama sering ikut latihan, sama-sama memiliki fisik dan basic yang baik, memiliki banyak ‘jam terbang’ untuk lomba dan performance, namun masih saja berbeda.
Ini yang menjadi fokus saya..
Ada beberapa penari, yang memiliki ‘bekal’ (skill, basic, fisik, jam terbang) yang sama, namun tidak semua dari mereka menyenangkan untuk dilihat.
Ada yang menarikannya dengan full power, semua-semuanya diberi power. Tentu saja menari dengan power adalah baik, namun jika semua-semuanya diberi power tanpa ada titik smooth, audience seolah-olah tidak diberi kesempatan untuk bernafas atau menikmati tariannya. Biasanya, anak kecil sampai remaja yang menekuni bidang tari akan mengalami ini.
Ada yang menarikannya persis dengan apa yang diajarkan, tanpa improvisasi, tanpa free style (jika ada ruang untuk melakukan free style). Tariannya salah? Tidak. Tapi, apakah bisa dinikmati? Dan yang terpenting, apakah penari itu menikmati gerakannya sendiri?
Ada penari yang ekspresinya baik, pembawaannya cukup baik, namun koreonya lost ketika menari di depan umum. Ini sangat sering dijumpai. Menikmati tarian bukan berarti lost dalam koreo dasar yang akan dibawakan.
Namun, adakah penari yang (dalam opini saya) sudah menarikannya dengan baik? Ada. Sangat ada. Biasanya, penari-penari yang sudah menarikannya dengan baik sudah matang. Biasanya, penari yang sudah matang memiliki jam terbang yang tinggi, sehingga secara umum diasumsikan usianya sudah menginjak tahap adulthood atau emerging adulthood (mulai 18 tahun keatas). Matang disini dimaksudkan menari dengan hati, memiliki feel yang baik, mampu menempatkan diri dengan baik. Penari-penari yang seperti itu akan mampu membedakan, mana tarian yang harus ditarikan dengan smooth, mana yang harus diberi power, kapan harus melakukan lock. Penari tersebut juga akan tau ekspresi seperti apa saja yang akan dikeluarkan, saat tarian yang mana. Penari tersebut mampu mengingat koreo dengan baik (bahkan mampu menciptakan koreo sendiri) karena sudah menikmati alur tariannya. Penari-penari ini tidak ragu untuk membagikan tariannya dan mengajarkannya kepada orang lain. Jangankan saat performance, saat latihanpun penari-penari yang sudah matang akan lebih enak untuk ‘dilihat’. Penari yang sudah matang biasanya membawa kebahagiaan bagi orang-orang yang melihat tariannya, sekaligus memberikan hiburan yang ‘world class’.
Tulisan (berupa opini) ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi, observasi (di sekolah saya dan di tempat saya berkuliah), dan beberapa kali blogging dengan sumber yang jujur saja lupa saya simpan.
Saya memang dijuluki penari, namun menurut saya pribadi saya belum bisa dijuluki penari yang matang. Namun, saya mau berjuang lebih lagi supaya nantinya saya dapat menjadi penari yang matang dan membawa hal baik bagi banyak orang.
Jadi, jika saat ini anda sudah menjadi penari, apakah anda bersedia untuk meng-upgrade level anda menjadi penari yang sudah matang?
Dan untuk penari yang merasa sudah matang, apakah anda bersedia untuk membantu teman-teman penari di sekitar anda supaya menjadi sama matangnya seperti anda? :)
***
NB : Tulisan-tulisan saya bisa juga dilihat di nasyabercerita.tumblr.com (lebih lengkap, hehe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H