panas terik menyengat
menusuk ke pori-pori
keringat pun jatuh tanpa diminta
Kususuri jalan pulang
melewati perkampungan padat
menyusuri jalan setapak
kuseberangi jembatan,
di atas sungai kecil beriak dekat pemakaman
Lagi-lagi aku tertegun,
memandang seorang kakek renta
dengan sepeda tuanya
dengan balon warna-warni
terikat di stang sepedanya
Sepanjang hari ia duduk termenung
di emperan toko Bu Ninik
dagangannya masih utuh
sebagian terlihat merunduk layu
"Belum laku nduk…"
jawabmu ketika kuberanikan bertanya
kupejamkan mata, tak terasa airmataku pun jatuh
masih ada orang yang lebih menderita
mengapa aku masih saja mengeluh?
Setiap hari aku menghampirinya
kubawa sebotol air minum dan sepotong roti  untuknya
aku memberi bukan karna aku kaya,
aku hanya ingin berbagi sedikit yang kupunya
Siang hari,
di hari kesebelas
tak kutemui lagi kakek penjual balon itu
di emper toko biasanya
Gerimis datang,
membawa berita laksana petir
Kakek penjual balon telah tiada tadi malam
diserang sakit yang dideritanya
membawanya kembali berpulang
Tak terasa air mataku menetes
aku panjatkan doa untuknya
seperti ada yang hilang
tak ada lagi yang menungguku
di emperan toko biru itu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H