Mohon tunggu...
KKN Kelompok 142 UNEJ
KKN Kelompok 142 UNEJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Jember

Saya merupakan seorang mahasiswa jurusan hubungan internasional. Saat ini, sejak dulu saya bergemar untuk mendiskusikan sesuatu yang sedang hangat dibicarakan.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Meninggalkan Dollar AS, LCS Tiongkok - Indonesia Tingkatkan Potensi Perdagangan Bilateral

3 April 2023   11:00 Diperbarui: 3 April 2023   11:10 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata uang suatu negara merupakan suatu aspek yang sangat penting bagi proses perekonomian, dalam skala nasional maupun internasional. Perdagangan internasional sangat bergantung terhadap nilai mata uang suatu negara. Berbicara mengenai nilai mata uang, dollar Amerika Serikat merupakan mata uang populer yang menjadi mata uang kunci dan patokan dalam perdagangan internasional, karena statusnya sebagai mata uang internasional.  Dengan status tersebut, membuat dunia internasional seolah "bergantung" pada dollar AS. Bentuk - bentuk dari perdagangan internasional, baik ekspor maupun impor, harus menyesuaikan dengan nilai dollar AS. 

Ketergantungan akan hal tersebut, semakin membuat dominasi kekuatan Amerika Serikat dalam dunia internasional, terlebih dalam sektor perekonomian. Dominasi ini yang akhirnya membuat kekuasaan Amerika Serikat sebagai negara adidaya semakin tinggi dari segi politik internasionalnya. Kebijakan - kebijakan AS akan berdampak langsung terhadap perdagangan internasional. 

Dengan ketergantungan yang ada, memunculkan keresahan massal dari berbagai negara, termasuk Indonesia dan Tiongkok, serta negara lainya. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan aktif dalam melakukan perdagangan internasional (ekspor impor) perlahan meninggalkan ketergantungannya terhadap dollar AS. Bentuk nyata Indonesia akan hal ini, adalah dengan menerapkan kebijakan Local Currency Settlement (LCS). 


Apa itu LCS?

Local Currency Settlement  (LCS) merupakan kebijakan yang guna melakukan transaksi yang dilakukan oleh dua negara yang terikat dalam kerja sama maupun perjanjian bilateral dengan menggunakan mata uang lokal kedua negara. Artinya, kebijakan ini tidak menggunakan dollar AS sebagai mata uang untuk perdagangan bilateral. Secara langsung, hal ini akan mengurangi ketergantungan suatu negara terhadap nilai dollar AS dari tingkat bilateral. 

Beberapa negara besar di dunia, contohnya Tiongkok mulai menerapkan LCS ini. Mengingat status Tiongkok sebagai rival dagang Amerika Serikat, maka Tiongkok berusaha menghindari ketergantungan terhadap dollar AS dan berjuang menaikkan nilai mata uang Yuan di dunia internasional. Tidak hanya Tiongkok, negara - negara di Eropa dan juga Jepang serta Korea Selatan mulai menerapkan kebijakan ini. Fenomena ini yang akhirnya memotivasi Indonesia akan kebijakan LCS ini. 

Pada tahun 2020, Indonesia telah menyepakati nota kesepahaman atau MoU dengan Tiongkok untuk transaksi menggunakan mata uang lokal kedua negara. Dan pada tahun 2021, kebijakan ini mulai diimplementasikan. Indonesia diwakili oleh Bank Indonesia (BI), sedangkan Tiongkok diwakilkan oleh People's Bank of China. Setelah kesepakatan tersebut, kedua negara menunjuk beberapa bank untuk dijadikan sebagai bank fasilitator. Sebagai contoh, bank di Indonesia yang ditunjuk sebagai bank fasilitator adalah Bank BCA, Bank BRI, Bank UOB, dan lain sebagainya. 


Lalu, sebenarnya apa tujuan dari Indonesia melakukan kebijakan ini?.

Pada dasarnya, hal ini terus diupayakan oleh  Indonesia dengan tujuan memperkuat nilai uang rupiah.  Indonesia terus mendorong agar nilai rupiah dapat digunakan secara luas oleh masyarakat internasional, termasuk didalamnya berbagai mitra sesuai dengan perjanjian. Secara langsung, dengan adanya kebijakan ini, akan meningkatkan jumlah investasi asing yang masuk ke Indonesia, karena kemudahan dan lebih efisien dalam hal penukaran uang. 

Kemudian, kondisi geopolitik di dunia yang sangat naik turun bagaikan roller coaster. Maksudnya adalah, tensi antar politik di dunia seolah tidak dapat dihindarkan. Tensi yang tinggi bahkan berpotensi menjadi perang, dapat "mengobrak-abrik" nilai mata uang, sehingga menyebabkan kerusakan dalam perdagangan internasional. Oleh karena itu, apabila terus bergantung dengan Amerika Serikat, suatu saat mereka terjebak dalam kondisi geopolitik yang rumit sehingga memaksa mereka mengeluarkan kebijakan moneter yang akan merugikan banyak negara. LCS ini hadir untuk mengurangi risiko tersebut, dengan menstabilkan nilai rupiah serta memasarkan rupiah di kancah global. 

Mengapa Tiongkok?

Penerapan kebijakan ini dinilai menguntungkan bagi Indonesia. Kemudian yang menjadi pertanyaan, mengapa menjalin LCS ini dengan Tiongkok. Alasan yang sederhana, karena hubungan bilateral Indonesia dengan Tiongkok sudah terjalin sejak lama, terutama dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Volume perdagangan kedua negara ini, apabila dibandingkan dengan tahun 2000 dan 2020, maka terjadi kenaikan sebesar 16 kali lipat pada tahun 2020. Angka yang fantastis ini, membuktikan bahwa kerjasama kedua negara sangat tinggi. 

Selanjutnya yang menjadi penting adalah, Tiongkok merupakan salah satu negara dengan tingkat investasi tertinggi bagi Indonesia, dengan posisi nomor 2, setelah Singapore.   Investasi Tiongkok kepada Indonesia, tidak terlepas dari kebijakan negara mereka yakni Belt and Road Initiative. Tiongkok banyak melakukan investasi dalam bidang infrastruktur untuk pembangunan Indonesia, contohnya adalah kereta cepat Jakarta - Bandung yang menjadi titik potensi Indonesia. Diketahui bahwasanya, Kereta cepat Jakarta - Bandung, merupakan kereta cepat pertama di Asia Tenggara. Hal ini menjadi momentum yang baik bagi Indonesia untuk terus meningkatkan branding dalam dunia internasional. 

Sektor ekspor dan impor juga tidak terlepas dari alasan ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), menyatakan bahwa Tiongkok merupakan pasar ekspor Indonesia nomor satu mencapai angka 27,65% dari total keseluruhan. Artinya adalah, Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar yang dimiliki oleh Indonesia saat ini. Dengan berbagai faktor tersebut, maka dengan menerapkan kebijakan LCS bersama Tiongkok, akan semakin mempermudah dan meningkatkan perdagangan bilateral kedua negara. Semakin tinggi nilai ekspor yang bisa dijual, maka akan meningkatkan pendapatan negara menjadi lebih tinggi.

Dengan demikian, dengan adanya Local Currency Settlement (LCS) antara Tiongkok dengan Indonesia, kerja sama bilateral akan semakin mudah dan efisien, serta menarik lebih banyak lagi para investor asing. Dengan banyaknya kerja sama bilateral yang dilakukan, maka akan mempermudah Indonesia untuk mencapai kepentingan nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun