Mohon tunggu...
Ignasius Haryadi
Ignasius Haryadi Mohon Tunggu... -

Suami seorang bidadari tak bersayap, ayah seorang putri jelita.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Selembar Kertas dari Balik Layar

21 April 2016   00:22 Diperbarui: 21 April 2016   13:45 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Lembaran kertas yang tengah diuji tingkat keputihannya di Pindo Deli (sumber: koleksi pribadi)"][/caption]Siapa sih yang tak pernah menggunakan kertas? Sejak kanak-kanak kita sudah akrab bersentuhan dengan kertas, secara harfiah. Mulai dari bangku sekolah, kegiatan membaca dan menulis lekat dengan bahan ini. Meski era digital telah melanda, faktanya toko buku konvensional maupun online masih banyak berdiri tegak. Ini berbeda dengan kasus musik digital yang menggulung toko musik fisik, misalnya.

Data menunjukkan bahwa saat ini kebutuhan kertas dunia sekitar 394 juta ton, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 490 juta ton pada tahun 2020. Romantisme kita dengan kertas rasanya bakal masih bertahan lama. Dengan kata lain, pengalaman manusia dengan kertas belum dapat digantikan sepenuhnya.

Kertas merupakan bahan yang serba guna. Selain sebagai medium tulis-baca, kertas juga kerap kita temui sebagai pembungkus, juga pembersih yang sangat membantu memudahkan hidup kita sehari-hari.

Penulis merasa beruntung, telah menjadi tamu untuk kunjungan ke sebuah pabrik kertas, yaitu milik Pindo Deli Pulp & Paper Mills di Desa Kuta Mekar, kabupaten Karawang. Untuk tiba di lokasi, dari Jakarta dalam kondisi normal menempuh tak lebih dari 2 jam perjalanan darat. Entah jika menggunakan rakit via sungai atau laut.

Memasuki area pabrik Pindo Deli, kawasan hijau berseri memanjakan mata ini. Dengan luas 450 hektar, sebagian besar area sekitar pabrik ditumbuhi oleh pohon akasia dan eucalyptus sebagai bahan baku utama pembuatan kertas. Namun menurut info pemandu perjalanan, sebagian besar lahan lainnya dijadikan area penghijauan. Bahkan area seluas 1500an hektar di sekitar pabrik Pindo Deli lebih banyak dikelola sebagai area konservasi. Rinciannya 1200 hektar terletak di Desa Mulyasejati, dan 350 hektar di Desa Kutanegara. Tidak hanya itu, Pindo Deli juga mengoordinasikan masyarakat binaan di sekitar kawasan perusahaan. Salah satunya dengan memberdayakan masyarakat melalui peternakan madu.

[caption caption="Gerbang menyambut kedatangan para pengunjung (foto koleksi pribadi)"]

[/caption]

[caption caption="Seasri inilah kawasan pabrik Pindo Deli, Karawang, kanan-kiri berjejer pohon akasia (sumber: koleksi pribadi)"]

[/caption]

Terkait keberlangsungan lingkungan ini, Pindo Deli juga menerapkan standarisasi ketat dalam produksinya. Upaya tersebut juga telah diakui oleh berbagai pihak yang berkompeten dalam menilai, dari tingkat nasional sampai dengan internasional. Label PROPER Green telah dikantongi Pindo Deli dari pemerintah. Selangkah lagi, label PROPER Gold akan disandang. Jika tercapai, maka Pindo Deli akan menjadi perusahaan pulp dan kertas pertama dan satu-satunya yang mencapai jenjang tersebut. Catat itu, pertama dan satu-satunya. Untuk standar Jepang dan Eropa yang dikenal sangat rigid, Pindo Deli telah mengantongi sertifikat Ecolabel.

Jadi, tenang saja, kelestarian lingkungan dan masyarakat sekitar menjadi perhatian penuh Pindo Deli.

Pengunjung lalu dipersilakan untuk memasuki sebuah aula guna mendengarkan presentasi seputar operasi pabrik Pindo Deli. Sebagian materi berisi penjelasan teknis proses pembuatan kertas, dari hulu ke hilir. Terus terang saja, tidak semua dapat saya tangkap karena memang jika diperinci, ternyata prosesnya tidak sesederhana yang disangka. Istilah teknis berhamburan di mana-mana. Semua itu melibatkan peralatan canggih dan sumber daya manusia handal.

Pindo Deli sendiri menghasilkan berbagai varian produk kertas, antara lain kertas foto kopi, art paper, kertas buku tulis, kuitansi, serta tisu. Di antara brand Pindo Deli saya yakin beberapa sudah akrab dengan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun