Mohon tunggu...
Ignasia Dyah M P
Ignasia Dyah M P Mohon Tunggu... Lainnya - Bachelor of Communication Science

Seorang Copywriter yang senang menulis berbagai macam topik dengan berbagai gaya bahasa

Selanjutnya

Tutup

Film

Cerminan Budaya Indonesia dalam "Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak"

19 Oktober 2020   16:31 Diperbarui: 19 Oktober 2020   18:24 1407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti empat bait syair yang digambarkan dalam sebuah film, begitulah Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak (2017) diceritakan. Harmonis dan miris, namun juga menegangkan sekaligus menghibur.

Melalui empat babak yang begitu harmonis, sutradara Mouly Surya mencertakan kisah Marlina. Si wanita pembunuh yang diperankan oleh Marsha Timothy dengan sangat apik. Seorang janda yang tinggal bersama mayat suaminya di puncak perbukitan sabana Sumba, Nusa Tenggara Timur.

Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak merupakan film yang sarat dengan makna. Sosok Marlina yang digambarkan sebagai sosok perempuan yang tegar seakan-akan menjadi pembawa pesan bagaimana kehidupan masyarakat kelas bawah, khususnya di daerah pelosok seperti Sumba, Nusa Tenggara Timur. Serba kekurangan, akses transportasi yang sulit, akomodasi yang tidak memadai, menjadi gambaran dari realitas sosial masyarakat pedesaan.

Kita juga diajarkan bagaimana memperjuangkan emansipasi perempuan melalui sosok Marlina. Di mana perempuan tidak hanya digambarkan sebagai sosok yang lemah lembut, patuh, dan sensitif, namun digambarkan sebagai sosok yang tenang namun tangguh, untuk melindungi martabat yang dimiliki oleh perempuan.

Film ini dapat diulas dengan paradigma kritis, di mana diperlihatkan ketimpangan sosial antara kaum perempuan dan kaum pria. Pria sebagai golongan pertama sementara perempuan sebagai golongan kedua.

Film dengan genre drama thriller ini berhasil menyabet banyak Piala Citra dan juga berhasil tayang di 18 negara dengan judul "Marlina The Murderer in Four Acts". Film besutan Mouly Surya ini diproduksi dengan waktu yang tidak sebentar yaitu tiga tahun, mulai dari ide awal yang muncul di tahun 2014, memulai riset, mencari dana, pemilihan talent, hingga film ini selesai pada tahun 2017.

Nilai Budaya

Marlina Membawa Kotak Berisi Kepala Markus (Sumber: akurat.co)
Marlina Membawa Kotak Berisi Kepala Markus (Sumber: akurat.co)

Kluchkhohn (dalam Fokkema, 2006:56) menjabarkan bahwa nilai budaya sebagai konsepsi umum yang teroganisir yang mempengaruhi perilaku manusia. Djamaris (1993:2) juga mengelompokkan nilai budaya ke dalam lima kategori, yaitu:

1) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, seperti adanya adat masyarakat yang berhubungan dengan religiusitas.

2) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam, seperti hasil alam yang dimanfaatkan oleh manusia, begitupun sebaliknya manusia harus melestarikan alam tersebut.

3) Nilai budaya dalam hubungan sosial manusia, seperti etika manusia dalam lingkungannya.

4) Nilai budaya dalam hubungan masyarakat dengan manusia, seperti nilai kesenian, hiburan, serta permainan rakyat.

5) Nilai budaya dalam manusia dengan diri sendiri, seperti pentingnya mendapatkan ilmu pengetahuan untuk memperoleh kebijaksanaan hidup.

Namun, tidak semua nilai budaya itu terdapat dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak, melainkan hanya ada tiga kategori kebudayaan, yaitu nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam, nilai budaya dalam hubungan sosial manusia, dan nilai budaya dalam manusia dengan dirinya sendiri.

Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Alam

Dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat babak terdapat beberapa nilai budaya antara manusia dengan alam, yaitu :

(a) Pengambilan gambar

Wide Angle, Pulau Sumba (Sumber: hipwee.com)
Wide Angle, Pulau Sumba (Sumber: hipwee.com)

Dalam film diperlihatkan keindahan pemandangan hamparan padang savana dan jernihnya lautan yang indah dari pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Dalam masyarakat baik pedesaan maupun perkotaan, apabila alam terjaga dengan baik biasanya airnya terlihat jernih. 

Orang dapat menduga, jika sebuah tempat masih memiliki hamparan yang luas dan perairan yang jernih pasti orang-orang yang berada di daerah situ menjaga dan merawatnya dengan baik.

(b) Menggunakan hewan sebagai alat transportasi

Marlina Menaiki Kuda Untuk Pergi Ke Kantor Polisi (Sumber: suara.com)
Marlina Menaiki Kuda Untuk Pergi Ke Kantor Polisi (Sumber: suara.com)

Dalam salah satu adegan diperlihatkan Marlina menggunakan kuda sebagai alat transportasi, karena di Sumba sulit sekali ditemukan mobil atau motor. Dalam masyarakat pedesaan, masih dianggap lumrah jika hewan (kuda) dijadikan sebagai alat trasnsportasi, hal itu juga membuktikan bagaimana manusia dapat bersahabat dengan hewan.

Nilai Budaya dalam Hubungan Sosial Manusia

Dalam Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat babak terdapat nilai budaya antara hubungan sesama manusia, yaitu:

(a) Menolong satu sama lain

Marlina Sedang Membantu Persalinan Temannya (Sumber: tangkapan layar pribadi)
Marlina Sedang Membantu Persalinan Temannya (Sumber: tangkapan layar pribadi)

Dalam salah satu adegan, diperlihatkan Marlina membantu temannya dalam persalinan. Digambarkan bagaimana Marlina membantu persalinan tersebut seakan-akan dia adalah bidan. Di sini terlihat dengan jelas bagaimana budaya tolong menolong melekat erat dalam diri Marlina, Marlina menolong temannya untuk bersalin tanpa pamrih, Marlina juga tidak meminta imbalan apapun.

(b) Perhatian

Topan Memberikan Minum Kepada Marlina (Sumber: tangkapan layar pribadi)
Topan Memberikan Minum Kepada Marlina (Sumber: tangkapan layar pribadi)

Dalam salah satu adegan, diperlihatkan Topan memberikan segelas teh kepada MArlina yang tampak kelelahan. Di sini digambarkan bagaimana perhatian dapat timbul dari suatu budaya, di mana perhatian ada karena adanya kedekatan satu sama lain selain itu perhatian dapat muncul karena budaya di Indonesia sendiri merupakan budaya kolektivis.

Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri

Dalam Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat babak terdapat nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, yaitu :

(a) Mengubah nasib

Marlina Memenggal Kepala Markus (Sumber: tangkapan layar pribadi)
Marlina Memenggal Kepala Markus (Sumber: tangkapan layar pribadi)

Dalam adegan tersebut diperlihatkan bagaimana Marlina disudutkan dengan tidak memiliki pilihan selain memennggal kepala Markus. Marlina tidak memperdulikan lagi bahwa dirinya sudah 'kotor' sehingga ia lebih memilih untuk memenggal kepala Markus. Hal itu didasari bahwa Marlina ingin mengubah nasibnya, yang awalnya diinjak-injak oleh Markus, sekarang Marlina merasa puas sudah membunuh Markus.

Budaya Kolektivis

Budaya kolektivis merupakan suatu budaya yang mengedepankan sebuah kehidupan di mana manusia terikat oleh suatu kelompok. Indonesia sendiri menganut budaya kolektivis di mana manusia sangat peduli dengan peristiwa yang dialami oleh kelompoknya.

Hal itu tergambarkan dengan jelas di film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak.

Teman Marlina Membantu Marlina (Sumber: tangkapan Layar Pribadi)
Teman Marlina Membantu Marlina (Sumber: tangkapan Layar Pribadi)

Teman Marlina melihat Marlina sedang berada dalam masalah, merasa Marlina dalam masalah temannya datang membawa senjata untuk memenggal kepala penjahat tersebut. Terlihat dengan sangat jelas bagaimana budaya kolektivis digambarkan dalam film tersebut.

Orang-orang kolektivis hidup bersama-sama, menyelesaikan masalah bersama-sama, dan bertahan hidup bersama. Mereka saling bergantung satu sama lain. Begitupun Marlina, walaupun Marlina adalah sosok yang tangguh tapi di satu sisi Marlina juga memmerlukan bantuan temannya untuk mengatasi masalah. Begitu pula dengan temannya, teman Marlina memerlukan bantuan Marlina untuk bersalin.

Ketergantungan inilah yang menggambarkan budaya kolektivis dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak.

Film ini sudah tayang di tahun 2017, banyak sekali pelajaran mengenai kebudayaan yang bisa kita petik dari film ini, seperti kebudayaan sosial, kebudayaan Sumba, da masih banyak lagi. Daripada penasaran yuk tonton film buatan Indonesia ini.

Daftar Pustaka

Djamaris, Edwar. 1993. Sastra Daerah di Sumatra; Analisis Tema, Amnat, dan Nilai Budaya. Jakarta: Depdikbud.

Fokkema, D.W. 2006. Teori Sastra (Abad ke20). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun