Mohon tunggu...
ignacio himawan
ignacio himawan Mohon Tunggu... Ilmuwan - ilmu terapan untuk keseharian

Sekedar berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

N219, Sebuah Rancangan Pragmatis

21 Agustus 2017   07:12 Diperbarui: 22 Agustus 2017   03:07 3556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*maksimum muatan adalah paduan bahan bakar, penumpang dan kargo. **koefisien gaya hambat adalah besaran relatif terhadap N219 dan merupakan perkiraan berdasarkan data yang ada.| Dokumentasi pribadi
*maksimum muatan adalah paduan bahan bakar, penumpang dan kargo. **koefisien gaya hambat adalah besaran relatif terhadap N219 dan merupakan perkiraan berdasarkan data yang ada.| Dokumentasi pribadi
Poin menarik pertama adalah Operating Empty Weight (OEW)-- berat kosong operasional (lebih tepat memakai istilah massa tapi menjadi kurang jelas). OEW adalah berat pesawat terbang yang siap operasi (termasuk oli mesin, awak pesawat). Apabila berat awak pesawat dianggap menggunakan ukuran standar dan jumlah oli mesin dll kurang lebih sama, maka data OEW menunjukan bahwa N219 tidaklah ringan walaupun PTDI mengkalim bahwa di kenam pesawat N219 lah satu-satunya yang menggunakan teknologi akhir 1990-an. 

DHC-6-400  lebih dari 1000kg legih ringan, mungkin karena ukuran badan yang lebih kecil dan sayap lebih ringan karena mengandalkan penyangga diluar. Yang menarik adalah Y-12 yang terlihat sangat berat, sebagian karena ukuran badanyang mirip N219, sebagian karena mekanisme untuk melipat roda, namun sebagian lagi tidak terlalu jelas. N219 memiliki berat yang mirip dengan M28 yang saat ini jarang dipakai untuk keperluan sipil/komersial namun populer bagi militer dan organisasi pemerintahan lain. Polisi Indonesia adalah salah satu operator M28. Mengapa OEW penting? karena berat ini yang harus ditanggung sepenuhnya oleh operator.

Poin kedua yang menarik adalah Maximum Take-Off Weight (MTOW) yaitu OEW ditambah muatan maksimum. Muatan maksimum adalah kombinasi antra bahan bakar dan penumpang beserta kargo. Operator dapat saja mengisi bahan bakar maksimum dan mengurangi penumpang dan kargo untuk mencapai jarak terbang maksimum ataupun mengurangi bahan bakar dan memaksimumkan penumpang dan kargo. Yang menarik untuk dilihat adalah N219 memiliki daya muat yang lebih besar daripada DHC-6-400 sebagaimana PTDI menyebutkan bahwa N219 memang dirancang untuk menggantikan DHC-6 tipe vintage. 

N219 juga memiliki daya muat lebih besar daripada Dornier 228 dan L-410. Namun N219 memiliki daya muat yang lebih kecil daripada M28 yang berarti bagi keperluan militer dan Y-12F. Patut dicatat kalau PTDI tidak menyajikan daya muta penumpang dan kargo, maupun bahan bakar sehingga sulit untuk memberi komentar yang lebih jauh.

Poin ketiga adalah daya mesin terpasang yang diukur dengan daya kuda di as baling-baling -- Shaft Horse Power (SHP) . Daya besar tidak selalu berarti bagus. Dengan menggunakan diagram gaya ketika pesawat terbang mendaki, kita bisa memperkirakan koefisien gaya hambat (cd) pesawat terbang. Apabila pesawat memiliki laju pendakian (v_climb) yang tetap, maka gaya-gaya yang ada haruslah berimbang. 

Gaya dorong mesin (thust) yang sebanding dengan tenaga yang tersedia dari mesin harus mampu menangulangi gaya hambat (drag) dan komponen gaya berat yang searah dengan terbang pesawat. Dalam operasinya daya mesin maksimal terpasang dibutuhkan ketika lepas landas saat pesawat terbang meiliki berat MTOW. Dari sini tampak M28 yang dirancang untuk keperluan militer memang memiliki gaya hambat 44% lebih tinggi daripada N219.

 Klaim PTDI bahwa N219 menggubnakan teknologi modern tampaknya beralasan dengan gaya hambat yang 13% lebih kecil daripada DHC-6-400. Namun saat ini perlu dipertanyakan apakan Dornier 228 dan L-410 yang lebih aerodinamis (keduanya menyimpan roda pendarat di badan) memang meiliki koefisien gaya hambat yang 11% lebih tinggi. 

Ada kemungkinan angka N219 akan berkurang banyak setelah uji tes terbang karena memprediksi gaya hambat roda sebenarnya sangat sulit. Untuk Y-12, ada kemungkinan nilai 50% yang tercantum dikarenakan mesin yang terpasang mungkin memiliki daya terpasang yang lebih kecil daripada 1173SHP Hitungan ini juga tidak akurat karena Harbin tidak mempublikasikan laju pendakian. 

Disini saya asumsikan laju pendakian Y-12F adalah 30% lebih tinggi daripada Y-12 sejalan dengan perbandingan kecepatan jelajah antara Y-12 dan Y-12F. Mesin untuk Dornier 228 sebenarnya memiliki daya 940SHP namun sudah dikurangi menjadi 776 SHP. Ada kemungkina kalau RUAG bermaksud mendesign pesawat yang lebih besar dengan memperpanjang badan Dornier 228. Harbin mungkin juga memiliki rencana serupa untuk Y12F.

Poin keempat adalah kecepatan jelajah (dalam knot yang diukur di permukaan laut). Angak yang ada mendukung kalim PTDI bahwa N219 lebih cepat daripada DHC-6 Twin Otter. Namun pesaing yang lain sebenarnya memilki kecepatan yang setara.

Poin kelima adalah kecepatan minimum. Ini adalah kecepatan terendah dimana peswat terbang masih dapat dikontrol. Makin rendah makin bagus bagi pesawat terbang perintis karean landas pacu yang pendek dan seringkali tersembunyi. N219 jelas memilki keunggulan di sini, bahkan lebih ungguk daripada M28 yang populer bagi kalangan militer (Pasukan Khusus AS adalah salah satu operator M28.)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun