Mohon tunggu...
RA Igit
RA Igit Mohon Tunggu... -

Kelahiran Gerung, Lombok, dengan sejuta pesonanya. "Nulis" untuk sekedar menjadikan patahan sejarah lebih lama diingat

Selanjutnya

Tutup

Nature

Masa Depan Bumi dan Pesan Rindu Tuhan

10 Januari 2011   23:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:44 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

_____________________________________________________________________________

Suatu ketika pula barulah saya memahami dengan benar bahwa Tuhan tengah mendikte kita tentang rindu. Tuhan tengah menghadapkan manuasia pada ketentuan takdirnya sendiri. Ketentuan itu adalah kelak,(dimulai dari rentang kini dan berpuluh-puluh, beratus ratus tahun yang akan datang), manusia akan mengenang kisah bumi mereka yang pernah hijau lestari. Anak cucu saya, dan anda yang membaca tulisan ini, akan mengetahui dari patahan sejarah yang mereka baca, bahwa pada suatu masa manusia pernah memiliki sungai-sungai yang mengalir, sejuknya angin hutan, persis seperti yang digambarkan Tuhan. Ya, Tuhan tengah bicara tentang kerinduan yang tak terbantahkan ini.

Tuhan memastikan bahwa kerinduan manusia akan semakin menjadi-jadi saat bumi ini kian rusak oleh tangan mereka sendiri. Tidak perlu bicara jauh-jauh. Di tempatku lahir, berhektar-hektar hutan menyusut dalam jangka waktu tertentu akibat perambahan liar. Jumlah mata air yang dulunya mencapai ratusan buah kini tinggal beberapa saja. Beberapa sungai sudah tidak teraliri air. Hutan terus saja dipaksa menghasilkan keuntungan tanpa berfikir sedikitpun soal tanggung jawab perbaikannya.

Tuhan memastikan bahwa kerinduan manusia semakin membuncah manakala pola hubungan dengan alam sudah salah. Mari tanyakan sudah seberapa banyak lahan hijau disulap menjadi hutan beton tanpa perencanaan tata ruang yang matang. Mari juga saksikan saat bencana banjir dan longsor datang. Bukankah mereka lebih mementingkan program pencitraan berupa bagi bagi sembako ketimbang memperbaiki pangkal persoalannya? Hubungan alam dan manusia sudah tidak lagi saling menghormati. Manusia cenderung menghisap.

Tuhan tengah mengajarkan nyanyian rindu pada sungai, pada alam, pada hijau, yang tidak akan bisa dinikmati anak cucu kita 100 tahun mendatang.Wallahu'alam bissawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun