"Ngeri-ngeri Sedap" adalah sebuah film bergenre komedi, yang baru saja di rilis pada 2 Juni 2022, di bioskop-bioskop Indonesia. Disutradai oleh Bene Dion Rajagukguk, film yang berdurasi 1 jam 54 menit ini diangkat dan diadaptasi dari novel dengan judul yang sama, yang juga ditulis oleh sutradara film ini, Bene Dion Rajagukguk.
Cerita yang berlatar di daerah yang dekat dengan Danau Toba, danau terbesar di Indonesia ini, banyak mengangkat nilai-nilai dan kebudayaan dari suku Batak.Â
Film ini bercerita mengenai kehidupan sebuah keluarga Batak yang terdiri dari Bapak yang dikenal sebagai Pak Domu (di dalam film diperankan oleh Arswendy Bening Swara), Ibu yang dikenal sebagai Mak Domu (di dalam film diperankan oleh Tika Panggabean), seorang anak perempuan yang merupakan anak kedua dalam keluarga ini bernama Sarma (di dalam film diperankan oleh Ghita Bebitha), anak laki-laki sekaligus anak pertama bernama Domu (di dalam film diperankan oleh Boris Bokir), anak ketiga bernama Gabe (di dalam film diperankan oleh komedian terkenal, Lolox), dan anak terakhir bernama Sahat (di dalam film diperankan oleh Indra Jegel).
Cuplikan Cerita dalam Film
Pak Domu, Mak Domu dan anak perempuan mereka, tinggal satu atap di daerah asal mereka. Sementara itu, ketiga anak laki-laki dalam keluarga ini pergi merantau ke pulau Jawa untuk mengejar pendidikan yang tinggi dan meraih pekerjaan yang bagus. Selama di perantauan, ketiga anak laki-laki keluarga ini sudah lama tidak kembali ke rumah dan ke daerah asal mereka, sebab terhalang pekerjaan.Â
Selain itu, ketiga anak laki-laki keluarga ini, juga melakukan pelanggaran atau menimbulkan masalah yang berkaitan dengan adat Batak, yang sering di kritik oleh ayah mereka, Pak Domu. Domu sebagai anak pertama, yang dalam adat Batak harusnya menikah dengan wanita Batak pula, malah berencana menikah dengan gadis bersuku Sunda.Â
Lolox yang merupakan sarjana hukum, yang diharapkan ayahnya dapat bekerja menjadi jaksa atau hakim, malah bekerja menjadi komedian. Dan sahat yang merupakan anak bungsu, memilih untuk menetap di Yogyakarta, padahal dalam adat Batak, kelak anak bungsulah yang akan mewarisi rumah orang tua dan merawat ke dua orang tuanya di masa tua mereka.
Konflik dalam film ini dimulai ketika Pak Domu dan Mak Domu mulai merasakan kerinduan terhadap ketiga anak laki-lakinya yang enggan pulang tersebut. Konflik bertambah ketika Nenek dari keluarga ini hendak melaksanakan sebuah prosesi atau upacara adat Batak, yang hanya dapat berjalan dengan baik jika cucu-cucunya hadir dalam acara tersebut.Â
Sebagai seorang anak yang berusaha untuk mewujudkan harapan dan membahagiakan Ibunya, dan sebagai kepala keluarga yang ingin mengobati kerinduan istrinya, Mak Domu terhadap anak-anak mereka, dan untuk dapat membicarakan serta menyelesaikan secara langsung pelanggaran-pelanggaran adat yang dilakukan oleh anak-anaknya, maka Pak Domu mencari cara dan melakukan berbagai usaha untuk membuat ketiga anak laki-lakinya pulang.
Usaha pertama yang dilakukan oleh Pak Domu dan Mak Domu adalah menelepon satu persatu anaknya dan menjadikan Mak Domu sebagai juru bicara dengan anak-anak mereka. Namun usaha ini tetaplah gagal, meskipun mereka sudah berkali-kali berusaha untuk menelepon anak-anaknya.Â
Usaha pertama gagal, Pak Domu dan Mak Domu melakukan usaha kedua, yaitu bertengkar di depan Sarma, agar kemudian Sarma melapor kepada abang dan adik laki-lakinya.Â
Namun, masih sama dengan usaha pertama, usaha kedua tetap menuai kegagalan. Akhirnya setelah berdiskusi, Mak Domu dan Pak Domupun melakukan usaha ketiga mereka, yaitu berpura-pura bertengkar, hingga Mak Domu ingin meminta cerai. Awalnya, usaha ketiga ini tetaplah gagal.Â
Namun, usaha ketiga ini akhirnya menuai keberhasilan, usai Mak Domu memutuskan ingin kembali ke rumah Ibunya. Hal inilah yang akhirnya dapat membuat ketiga anak laki-laki keluarga ini pulang dari perantauannya. Sebab dalam adat Batak, perceraian sangat tidak disarankan.
Konflik tentu tidak berakhir begitu saja. Justru konflik yang sebenarnya, baru saja dimulai. Penonton dalam film ini akan dibawa dalam alur yang cukup menegangkan, namun tetap diwarnai dengan komedi. Selain itu, alur dalam film ini akan membawa penonton dan menghanyutkan penonton hingga meneteskan air mata. Penonton juga akan menyaksikan akhir film yang tidak terduga.
Nilai-nilai yang Dapat Diambil dari Film
Melalui film "Ngeri-ngeri Sedap" ini, penonton akan dibawa untuk mengenal suku Batak, melalui lagu, bahasa, upacara adat, dan beberapa budaya yang biasanya terjadi dalam keluarga Batak. Misalnya saja melalui adegan dalam film yang menampilkan bagaimana Pak Domu yang sering berkumpul dengan teman/bapak-bapak Batak lainnya di malam hari di lapo tuak (warung tuak), sambil berbincang dan bernyanyi, dimana lagu-lagu Batak yang dinyanyikan, juga mengandung makna mendalam tersendiri.
Permasalahan dalam adat yang diambil dalam film ini, juga dapat dirasakan bukan hanya bagi keluarga yang hidup kental dengan adat Batak, tapi juga dapat dirasakan oleh sebagian besar anak muda, orang tua, dan keluarga yang ada.Â
Untuk anak misalnya, setiap penonton yang menyaksikan film ini, akan diajak melihat bagaimana kehidupan dan maksud baik dari orang tuanya, melalui sudut pandang orang tua. Sedangkan untuk orang tua yang menyaksikan film ini, akan diajak untuk melihat suatu permasalahan dari sisi si anak dan orang tuanya (Pak Domu dari sisi Ibunya).
Bagian paling menarik dan sangat mendalam maknanya menurut saya adalah ketika Pak Domu berada dalam adegan bersama Ibunya, dimana Ibunya mengatakan "Jadi orang tua itu tidak akan pernah ada berhenti dan habisnya, orang tua itu juga harus terus bisa belajar". Selain dari dialog tersebut, sisi lainnya yang sukses membuat saya menangis adalah ketika seorang anak yang bahkan sudah tua dan memiliki anak, akan selalu membutuhkan dan kembali kepada orangtuanya.
Melalui lagu-lagu Batak yang dihadirkan dalam film, penonton film ini juga dapat mengenal suku Batak dan meneteskan air mata. Misalnya saja melalui salah satu lagu berjudul "Uju Ningolungkon", yang jika dijelaskan secara sederhana, lagu ini mengisahkan mengenai bagaimana kedudukan dan pentingnya seorang anak dalam suku Batak.Â
Selain itu, lagu ini juga menceritakan sudut pandang dari orangtua yang sudah menua, yang mengharapkan anaknya untuk merawatnya. Atau sederhananya, mengingatkan seorang anak untuk berbakti kepada orangtuanya, sebelum orangtuanya meninggal dunia.Â
Dalam lagu ini, digambarkan pula salah satu adat Batak ketika ada kerabat, terutama orangtua yang wafat, yaitu upacara adat yang di dalamnya terdapat nyanyian dan tarian. Dari sudut pandang orangtua, lagu ini menjelaskan kepada anaknya, bahwa yang diharapkan orangtua adalah kebaikan anak saat mereka masih hidup, bukan upacara adat saat mereka telah wafat.
Pemaparan di atas merupakan bagian kecil yang dapat diambil dari film ini. Masih banyak keseruan dan nilai-nilai penting kehidupan yang dapat anda pelajari dan peroleh, jika anda menyaksikan secara langsung film ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H