Mohon tunggu...
Gres Azmin
Gres Azmin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengunjungi Perguruan Silat Betawi di Sittard, Belanda

8 Januari 2017   14:44 Diperbarui: 8 Januari 2017   14:48 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan ke Sittard, Netherland merupakan perjalanan menelusuri jejak silat betawi di negeri Belanda. Berawal dari penelusuran di dunia maya dan  bertemulah dengan satu guru pukulan Betawi Bapak Richard Alexander. Perkenalan berlanjut diskusi panjang mengenai sejarah silat dan akhirnya saya dapat kesempatan mengunjungi perguruannya.

Di awal pertemuan, Richard banyak bercerita mengenai awal muasal ia belajar silat. Richard telah berlatih silat sejak berusia 11 tahun, berawal dari memperhatikan paman-pamannya berlatih bela diri silat. Richard sendiri memiliki darah Purwokerto. Ayahnya merupakan percampuran antara ibu yang berasal dari purwokerto dan ayah yang berasal dari Belanda. Masa kecil ayahnya dilalui di rumah panti asuhan di Magelang selama masa perang. Namun, setelah perang kemerdekaan, ayah Richard memutuskan kembali ke Belanda. Richard sendiri baru satu kali berada di Indonesia ketika diajak mengunjungi keluarga ayahnya sekitar tahun 1993. kedatangannya ke Indonesia pun diisinya dengan berlatih silat di Jakarta dan Bogor.

Perguruan silat yang dipimpin oleh Richard bernama Mengalir Selatan. Mengalir menandakan bahwa bela diri haruslah mengalir dan selatan karena perguruan tersebut berada di bagian selatan Belanda. Kelas yang saya datangi pada 9 November ini merupakan kelas dasar yang terdiri dari 6 siswa yang berasal dari Belanda dan Jerman. Walaupun kelas tersebut merupakan kelas dasar, namun beberapa murid telah  memiliki dasar beladiri lain seperti Kuntao, Karate, atau lainnya. Selain itu juga ada murid yang tidak memiliki dasar bela diri sama sekali. Semua murid di kelas itu adalah laki-laki.

Kelas dimulai dengan melakukan pemanasan standar seperti berlari melingkar, stretching, dan pelemasan otot. Setelah itu guru dan asistennya mempersilahkan murid untuk bersalaman dimulai dengan menyalami guru, kemudian menyalami asisten guru. Setelah itu, latihan pun dimulai. Latihan dipimpin oleh seorang asisten guru yang telah mempelajari silat selama 1 tahun. Dasar bela diri yang dimiliki oleh asisten tersebut adalah 20 tahun mempelajari karate. Dengan demikian terlihat betapa postur tegak sang asisten sangat ajeg seperti seorang karatewan. Sangat berbeda dengan keluwesan yang dimiliki oleh pesilat.

Latihan inti terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama kira-kira sama dengan latihan silat tradisional di mana guru dan asistennya memberikan gerakan-gerakan jurus dengan menggunakan hitungan dan kosakata dalam bahasa Indonesia. Kosakata yang digunakan antara lain kiri belakang, depan, satu dua tiga empat, pukul, sikut. Gerak yang dipakai bagi saya lebih mirip kembangan ketimbang jurus. Namun, saya tidak berani berkomentar banyak karena tidak memiliki kapasitas untuk menilai.

Bagian kedua berisi peragaan dari guru dan asistennya. Hal ini diperlukan karena kelas tersebut merupakan kelas yang baru sehingga untuk menarik perhatian murid diberikan peragaan-peragaan silat. Guru mempraktikkan dan memaparkan gerakan silat yang ia tampilkan, antara lain Jalan Enam,Gayong Malaysia, Gerak Rasa, Pukulan Betawi, silat Harimau. Semua silat tersebut memang dikuasai oleh guru. Peragaan silat dilakukan sendiri dan juga dilakukan berpasangan antara guru dan asistennya.

Bagian ketiga latihan berisi praktik pertahanan diri. Bagian ini tidak sepenuhnya silat, melainkan lebih tepat disebut bela diri praktis untuk pertahanan diri. Dalam wawancara dengan asisten guru, dia menyatakan dia tertarik mempelajari silat Betawi karena lebih applicable untuk street fighting. Menurutnya, berkelahi dengan jarak dekat sangat sesuai di jalanan misalnya menggunakan sikutan. Apalagi berkelahi dengan jarak jauh seperti tae kwondo atau karate, baginya gerakan akan mudah ditebak lawan.

Bagian penutup latihan diakhiri dengan saling bersalaman antara guru dan murid. Yang menarik bagi saya adalah adanya kesamaan antara latihan silat di Betawi dan Belanda tersebut, yaitu setelah latihan, guru dan murid saling merokok dan mengobrol. Mereka mendiskusikan latihan yang baru mereka lakukan dan membicarakan hal-hal ringan lainnya. Setelah itu baru mereka berpisah untuk pulang. Dengan demikian latihan silat sendiri memakan waktu sekitar 2 jam dan waktu berbincang-bincang pascalatihan berlangsung selama 1 jam.

Pengalaman observasi saya menunjukkan bahwa perguruan Mengalir Selatan di Sittard merupakan perguruan silat campuran. Guru mengajarkan beberapa aliran silat sekaligus. Ini tentu berbeda dengan perguruan silat pada umumnya yang hanya mengajarkan satu aliran dengan berbagai jurus khusus aliran tersebut dari guru tertentu.

Saya juga memperhatikan, guru selalu memperkenalkan silat yang akan dia bawakan. Hal ini tentu sangat baik untuk dilakukan. Dengan demikian, murid bisa memahami asal-usul silat tersebut. Serta guru pun memaparkan apa perbedaan antara masing-masing silat, misal pada gerakan kaki, gerakan tangan, dan lainnya. Akan tetapi, menurut Ricard, hal tersebut tidak selalu dilakukan oleh para guru silat. Sering juga ia menemukan guru silat hanya melatih gerakan tanpa memberi penjelasan mengenai sejarah dan nama-nama gerak serta jurus yang mereka lakukan.

KOSTUM DAN PROPERTY

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun