Mohon tunggu...
Iftitah Rahmawati
Iftitah Rahmawati Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, penulis puisi di IG dan penulis buku puisi BUBUK (Bumbu-Bumbu Kehidupan)

Berusaha menjadi manusia pembalajar yang tak pernah lelah untuk terus belajar untuk menyebarkan kebermanfaatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyelami Jejak-Jejak Toleransi Secara Virtual

14 Agustus 2021   21:01 Diperbarui: 14 Agustus 2021   21:40 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merchandise dari Milenial islami

Ayu Kartika Dewi memberi sambutan penutupan Akademi 2020 Milenial Islami
Ayu Kartika Dewi memberi sambutan penutupan Akademi 2020 Milenial Islami

Dua hari menjelang ulang tahun di usia tak lagi remaja, tepatnya pada tanggal 20 November 2020. Ada notifikasi email yang  membangkitkan selera berkarya membuat konten ditengah bekerja sebagai copywriter di perusahaan swasta Surabaya.

"Hai Iftitah. Pak Mamat beli kaos di pasar Sukabumi...SELAMAT KAMU LOLOS MENJADI FINALIS AKADEMI 202O". Kami mengucapkan terima kasih karena kamu sudah ikut berpartisipasi dalam Kompetisi Digital AkadeMI 2020. Sebagai syarat menjadi finalis, kami ingin mengkonfirmasi kesediaan kamu untuk mengikuti rangkaian Online Class dan Aksi Keberlanjutan AkadeMI 2020."

AkadeMI 2020 merupakan kompetisi para content creator dari 7 kategori: Foto, digital poster, video, video animasi, podcast, komik dan esai. Event bergengsi taraf nasional ini mengangkat tema pesan toleransi dalam islam dengan tagline, "Berbeda Bersama, Berbeda lewat karya, Bersama menjaga bangsa".

 Event ini diselenggarakan oleh Milenial Islam. Milenial Islam merupakan komunitas yang didirikan oleh kak Ayu Kartika Dewi (Staf Khusus Presiden) yang concern di isu toleransi.

Di AkadeMI 2020 aku mengirimkan esai yang berjudul "Lasem, Daerah Kecil yang Mengajarkan Toleransi Agama". Terharu ternyata lolos seleksi 20 besar esai terbaik. Padahal tahun 2018 aku pernah ikut lomba membuat esai toleransi di Milenial Islam, tapi gagal. Puji syukur ini menjadi kado terindah di hari ulang tahunku, 22 November 2020.

Sebenarnya berharap banget event ini berlangsung di Jakarta supaya bertemu langsung dengan teman se-Indonesia dan  kak Ayu. Tapi gara-gara Corona, harus dilaksanakan secara virtual, padahal ingin sekali berkunjung ke Jakarta secara gratis gitu hehe.

Selama 8 hari rutin mengikuti online class Milenial Islami karena tema dan narasumbernya kece abis. Dan lebih serunya di akhir acara ada Aksi Keberlanjutan bertema "Konten Ala Gue", ini wort it karena di OCA ini (Online Class Akademi) tidak hanya memungut ilmu dari para ahlinya namun langsung diaplikasikan untuk melahirkan karya berdampak bagi toleransi Indonesia. Beneran terasa Ilmu, Iman, Amalnya deh.

Sertifikat Akademi Milenial Isalmi 2020
Sertifikat Akademi Milenial Isalmi 2020

Realita tak biasa yang menumbuhkan rasa toleransi

Dua hari setelah pengumuman lolos esai, diadakan pertemuan perdana OCA 2020. Pelaksanaanya habis Isyak dan setelah  pulang kerja. Lelah sih tapi ada rasa penasaran dan excited mengikuti online class yang gratis ini.

Pertemuan perdana dihadiri oleh kurang lebih 100 peserta se-Indonesia. Rata-rata mereka yang perempuan menggunakan kerudung karena memang kan ini acara Islami.

Tapi ada yang aneh sih rasanya. Iya acara ini dibuka dengan sambutan hangat dari MC perempuan. Kalau dilihat sekilas, dia seorang perempuan imut, bermata sipit kayak orang Tionghoa, berkacamata, tutur katanya ramah dan ceria, tidak berkerudung.

Aku sebagai seorang muslim yang pernah mengikuti berbagai event Islami, kebanyakan dibawakan oleh MC perempuan yang berkerudung. Tapi di event Islami sebesar ini dan bertaraf nasional tidak demikian.

Setelah MC memperkenalkan diri, ternyata dia bernama kak Jennie. Dari namanya saja tidak ada nuansa Islami, "Jangan, jangan, dia???". Daripada menduga-duga, lebih baik kepoin dulu alias bertabayun.

Dari hasil stalking emang benar kalau kak Jennie itu non muslim, memeluk agama Budha yang tinggal di Aceh (mayoritas Islam). Terus dia termasuk panitia acara yang berasal dari Indika Foundation yang didirikan oleh Kak Ayu juga. Yayasan itu concern dengan isu perdamaian dan toleransi.

Kak Jennie juga pernah sharing saat acara, kalau selama bergabung dengan Indika Foundation ada tradisi setiap hari raya umat beragama selalu diadakan dinner. Dinner itu bertujuan untuk mengikat kebersamaan antar agama dan anggota, misalnya saja ketika ada perayaan Idul Fitri, bagi yang Muslim berbagi ketupat, opor, kue kering lainnya dengan yang beda agama. Sebaliknya ketika Natal, yang Kristen/Katolik juga saling berbagi makanan khas Natal dan kumpul bersama.

Dari secuil realita itu menyentuh rasa toleransiku. Di tengah acara yang mayoritas Islam, ternyata tidak membuat non muslim merasa takut terdeskriminasi. Yang muncul hanyalah keramahan saling menerima, menyapa seperti selayaknya bergaul dengan sahabat.

Apalagi cara komunikasi kak Jennie ini lucu, ceria yang membuat pertemuan perdana semakin cair. Dan kak Jennie juga tak canggung untuk saling menyapa para peserta. Bahkan ada momen yang membuatku merinding juga.

Momen dimana ketika Kak Jennie menjelaskan rundown acara OCA ada satu perserta yang sangat menarik perhatian siapapun yang menyaksikan di layar zoom metting.

Terlihat di video itu seorang anak laki-laki yang duduk di atas kursi roda. Saat dia menyampaikan pertanyaanya, terdengar suara terbata-bata yang tidak jelas namun penuh semangat, terlihat tangan bergerak kaku, tapi aura wajahnya memancarkan kepercayaan diri.

Dialah Daden Raga, peserta di kategori video. Daden ini mengindap cerebal palsy suatu gangguan perkembangan otak yang melemahkan pergerakan motoriknya.

Saat kondisi serba terbatas, tapi dia mampu masuk 10 besar video terbaik mengenai toleransi. Aktif dan antusias mengikuti OCA. Ketika mengunjungi IG-nya, banyak kegiatan yang diikutinya dan telah menerbitkan buku puisi, novel.

Melihat keterbatasan Daden, membuat pertemuan perdana OCA malam itu menancapkan petir dalam hatiku. Dari situ aku berpikir Daden memang berbeda tapi dia tak patah arang untuk berkarya. Nah sedangkan aku yang masih diberi kesempurnaan fisik dan otak kadang putus asa dalam berkarya.

Nah kali ini coba kembali lagi di momen saat Daden bertanya. Jujur aku enggak terdengar jelas maksudnya apa. Tapi kak Jennie dengan santai, tenang dan senyum ramahnya mampu menangkap maksud Daden dan menjawab dengan penuh pengertian layaknya penyampaian kakak kepada adeknya.

OCA (Onlie Class Akademi Milenial Islam) mampu menumbuhkan rasa toleransi dari realita sederhana yang kaya makna. Sejatinya toleransi bukan hanya dibaca dalam berbagai buku, tapi dapat dicontoh dari suri tauladan perilaku toleransi di sekitar kita dan selanjutnya perlu mengimplemntasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Menyuburkan rasa empati

Sebenarnya di pertemuan perdana OCA tidak hanya realitas toleransi yang aku dapatkan namun keminderan diri yang aku rasakan. Iya aku minder sama 99 peserta yang masih muda dengan karya yang kreatif. Selain itu secara waktu padat karena harus kerja, ada potensi tidak fokus mengikuti OCA.

Terus pernah muncul niatan yang penting datang di zoom meeting dan pasif gitu. Padahal aku setiap event apapun banyak kepo dan aktif bertanya.

Eh ketika kak Ayu memberi sambutan selamat datang bagi peserta OCA. Ada pesan kak Ayu yang mampu memotivasiku untuk tidak minder menggali ilmu di OCA, "Tidak ada pertanyaan yang bodoh, tidak ada pertanyaan sederhana".

Nah dari situ rasa PD mulai tumbuh kembali dan yakin bahwa selama OCA enggak perlu malu bertanya, seharusnya banyak bertanya sampai mendapat jawaban tercerahkan dan bisa mengembangkan potensi lebih optimal.

Quote inspiratif kak Ayu, aku post di story sambil mention dia. Eh di repost donks di IG kak @ayukartikadewi. Terus kak Ayu katanya janji juga untuk mampir di kelas OCA. Eh beneran kak Ayu menepati janjinya. Saat kelas menulis bersama kak Agus Mulyadi, kak Ayu ikutan nimbrung juga.

IG story yang di repost Kak Ayu
IG story yang di repost Kak Ayu

Selain pesan kak Ayu yang bikin aku semangat ikut OCA, ada chat dari kak Jennie yang tiba-tiba meminta tolong aku untuk menjadi pembaca doa di kelas "Melihat Indonesia dari Mata, Hati dan Pikiran". Kelas yang sangat ditunggu-tunggu karena bakalan ada dialog damai antar agama.

Speechels senang banget, dari ratusan peserta aku yang dipilih. Katanya kak Jennie alasan dipilihnya aku karena  selama kelas berlangsung 2 hari kelihatan bersemangat belajarnya.

Langsung aku membuat script doa, aku susun seapik mungkin konten apa saja yang aku sampaikan. Sebelum acara juga latihan dengan merekam video sendiri.  

Bagiku membaca doa itu tidak sekedar membacakannya namun  butuh penghayatan supaya doa yang terlantun menjadi penyemangat dan harapan untuk memulai kegiatan lebih baik. Sekaligus sebagai keseriusan kita kepada Tuhan untuk meminta kelancaran acara.

Inilah cuplikan seuntai doa yang aku persembahkan di malam yang penuh kedamaian itu.

"...Ya Allah, Ya Wahid, Sang Maha satu dan yang Maha mempersatukan berikanlah cahayamu untuk mata, hati dan pikiran kami sehingga kami bisa saling empati  di tengah perbedaan yang ada  dan bersatu padu menerbakan kebajikan, benih kedamaian dengan torehan karya yang bermanfaat bagi bangsa, agama dan negara.

Ya Allah yang Alim, Sang Maha Kaya atas segala ilmu pengetahuan. Ya rabb, jernihkanlah pikiran kami, damaikanlah jiwa kami, dan bimbinglah langkah kaki kami selama belajar di OCA dengan tema  malam ini "Melihat Indonesia  Dari Mata, Hati dan Pikiran". Semoga kami bisa memetik hikmah mutiara hidup bertoleransi untuk saling #BerbedaBersama berbeda lewat karya, bersama menjaga bangsa demi mewujudkan keadilan, kedamaian dan kepedulian sesama di muka bumi ini."

Story kesan-kesan mendapat amanah pembaca doa di sesi
Story kesan-kesan mendapat amanah pembaca doa di sesi "Melihat Indonesia  Dari Mata, Hati dan Pikiran"

Setelah selesai doa dipanjatkan. Kini tibalah materi "Empati" oleh ustad Irfan Amalee. Tidak banyak materi, teori seputar empati. Yang ada hanyalah satu video menguncangkan rasa empati yang terkadang selalu tersembunyi di lubuk hati.

 Ya video ini menceritakan tentang virus kebaikan yang tidak memandang ras, suku dan agama. Ceritanya ada seorang bapak pekerja bangunan melihat remaja jatuh dari sekuternya, kemudian bapak itu menolongnya. Terus si anak itu berjalan dan melihat nenek yang kewalahan membawa banyak belanjaan, akhirnya si remaja itu membantu membawa belanjaanya.

Dan kebaikan demi kebaikan terus mengalir dari satu orang ke orang lain. Hingga akhirnya bapak tukang bangunan tadi mendapat bantuan air minum saat dia terasa lelah dari pegawai restoran.

Momen melihat video bareng itu jadi pembelajaran bahwa manusia saling terhubung, kalau menolong orang lain berarti seperti menolong diri sendiri. Kita berbuat baik, kebaikan itu akan kembali ke kita.

Selain itu dari video juga dapat dipertik hikmah bahwa ketika melihat orang terjatuh, kesusahan, kelaparan, kesedihan dan bencana. Kita sebagai manusia refleks untuk menolong tanpa menanyakan siapa agamamu. Sebenarnya hati kita saling terpaut bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain.

Dan quote ustad irfan amalee ini selalu terniang-niang untuk senantiasa berempati, "Empathy is...seeing with the eyes of another. Listening with the ears of another. And feeling with the heart of another."

Apa tujuan manusia diciptakan menurut kepercayaanmu?

Sesi "Melihat Indonesia dari Mata, Hati dan Pikiran" masih tetap berlanjut namun dengan tema "Ask Me Anything". Kali ini sesi yang menguji rasa empati terutama empati terhadap yang beda agama.

Agak dag, dig, dug, duer. Bagaimana tidak, event OCA Milenial Islami ini diikuti 100 generasi muslim milenial yang sejak lahir sudah mempercayai Islam. Di sisi lain kebanyakan generasi pemuda muslim juga tidak terbiasa bahkan tidak pernah berdialog mengenai kepercayaan agama lain. Kalaupun berdialog jatuhnya menyalahkan, saling menghujat dan kebencian pun tiumbul.

Sedangkan aku sering bergaul dengan anak muslim, jarang dengan mereka yang non muslim. Tapi di sisi lain aku penasaran dengan mereka yang memandang umat beda agama banyak perbedaanya, tak pernah melihat sisi persamaanya. Makannya sering menemukan realitas intoleransi mengatasnamakan agama, bahkan sampai ada teror untuk agama lain. Ini menyedihkan...

Nah di malam itu aku dan kelompokku dihadapkan dengan 2 narasumber beda agama. Ada kak Josua, perwakilan pemeluk Kristiani dan ada kak Cakra pemeluk Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa.

Agak kikuk awalnya mau tanya apa, saking ragunya. Tapi karena ada dorongan untuk melihat perbedaan dari sisi persamaanya. Maka terbersit pertanyaan dasar yang sama bagi dua narasumber tersebut.

Pertanyaan itu adalah "Apa pandangan ajaran Kristiani dan juga kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa mengenai tujuan manusia diciptakan?."

Manusia lahir di dunia ini pasti ada tujuan/misi yang harus diemban. Nah tujuan itulah yang akan mendorong bahkan membimbing manusia bersikap dan bertindak sesuatu di dunia ini.

Jawaban dua narasumber bener-bener menusuk relung kemanusiaan.

Menurut kak Joe dalam ajaran Kristiani bumi bagaikan rumah dan semua makhluk termasuk manusia adalah penghuni. Sebagai sesama penghuni rumah, sudah semestinya saling menjaga dan menebarkan kasih sayang. Melayani manusia sama seperti melayani Tuhan.

Sedangkan menurut kak Cakra dalam ajaran Penghayat Kepercayaan Yang Maha Esa manusia itu bagaikan air yang kehadirannya selalu bermanfaat bagi kehidupan dan air itu tidak meminta balik untuk dibalas kebaikannya.

Sontak dalam pikiranku terpikir dalam Islam manusia diciptakan sebagai Khalifah Fil Ard, sosok penebar cahaya  Rahmat kepada seluruh alam yang menegakkan keadilan, kepedulian, kemanusiaaan dan kedamaian.

Story kesan-kesan mengikuti sesi
Story kesan-kesan mengikuti sesi "Ask Me Anything"bersama kak Cakra Penghahyat Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa

Jawaban yang belum pernah aku dengar tapi sekalinya mendengarnya luruh, leleh rasa kemanusiaan ini. Memang selama ini kita beda kepercayaan tapi kita satu misi yaitu menjadi manusia yang bermanfaat dan memberi kasih.

Andaikan tujuan ini disadari oleh umat beragama, maka 1001 masalah Indonesia bahkan masalah pandemi yang belum selesai ini akan perlahan-lahan terpecahkan.

Rumah, Air, Cahaya tak bisa dipisahkan dalam kehidupan. Sama seperti aku, kamu dan dia saling bertautan, bersinergi menggapai harmonisasi. Saling bergandeng tangan mewujudkan visi mulia. Melayani sesama berarti melayani Sang Pencipta sepenuh cinta.

"Ini cara saya untuk merawat kebersamaan, toleransi, dan keberagaman. Bagaimana cara kamu kabarkan/sebarkan pesan baik untuk MERAWAT kebersamaan, toleransi, dan keberagaman kamu dengan mengikuti lomba "Indonesia Baik" yang diselenggarakan @kbr.id

Quote inspiratif tentang toleransi yang tertera di box merchandise Milenial Islami
Quote inspiratif tentang toleransi yang tertera di box merchandise Milenial Islami

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun