Mohon tunggu...
Iqbal Iftikar
Iqbal Iftikar Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Wannabe

Nothing was never anywhere

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

(Jangan) Pilih Pemimpin dari Rekam Jejaknya

14 Agustus 2023   11:02 Diperbarui: 14 Agustus 2023   11:07 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang Pemilihan Umum 2024, bahkan sebelum calon pemimpin diumumkan secara resmi, muncul banyak ajakan untuk melihat kembali rekam jejak calon pemimpin baru nanti. Ajakan ini tentu saja muncul untuk membanding-bandingkan calon jagoan seseorang dibanding calon lawannya. Dengan menunjukan prestasi jagoannya, ditambah mengulik kesalahan lawan, seseorang diharapkan dapat meyakinkan orang lain untuk memilih gacoannya.

Beberapa pihak yang berusaha melihat segala sesuatu lebih jernih, membandingkan prestasi calon pemimpin satu sama lain. Di sisi yang lebih pesimistis, ada pihak yang skeptis dan membandingkan kegagalan calon pemimpin. Lalu ada orang yang naif dan berharap jagoannya, walau tidak terlalu baik, setidaknya tidak lebih buruk dari lawannya.

Walau tidak ada salahnya menilai seorang calon pemimpin berdasar rekam jejaknya, bukan berarti rekam jejak adalah satu-satunya cara. Bagaimanapun, manusia berubah, tidak terkecuali calon pemimpin bangsa ini. Seorang profesional di bidangnya dapat berganti pandangan dunia (world view) saat terjun ke dunia politik. Seorang aktivis mahasiswa dengan idealisme tinggi dapat berubah menjadi pejabat pragmatis saat diberi amanat tinggi. Seorang pebisnis bisa menjadi pemimpin kesayangan warga kotanya, sampai kenyataan memaksa dia untuk berkompromi pada segelintir kroni di tingkat nasional.

Politisi bisa dibilang sebagai profesi paling tidak dipahami di dunia. Selain bekerja di balik layar jalannya pemerintahan, mereka harus mampu tampil sebagai figur pemimpin di depan masyarakat. Dua hal tersebut mungkin sudah banyak yang tahu dan paham. Namun, tidak banyak yang tahu, apalagi paham, tentang apa yang terjadi di luar pentas politik negara, tentang siapa yang menjalankan pemerintahan negara ini.

Secara teori demokrasi, tentu saja warga masyarakat adalah pemangku tertinggi kedaulatan atas negara alias kedaulatan rakyat. Dalam konsep demokrasi perwakilan, kedaulatan rakyat diwujudkan melalui pemilihan umum untuk memilih pemimpin yang mewakili masyarakat. Di sinilah satu titik kelemahan politik, ada banyak kepentingan yang harus dijaga. Pada akhirnya kelompok kepentingan akan mendekati politisi dengan berbagai cara.

Kelompok kepentingan sendiri bukanlah sesuatu yang buruk dari awal. Seluruh upaya unutk mengubah sesuatu dalam demokrasi akan lebih efektif jika dilakukan bersama dalam kelompok kepentingan. Namun, dengan terbatasnya jumlah perwakilan di pemerintahan, ditambah kesadaran politik yang masih rendah di masyarakat umum, diperparah dengan budaya politik rente, tidak banyak kelompok kepentingan pro masyarakat yang punya koneksi ke pembuat kebijakan.

Kembali ke judul tulisan ini, memilih pemimpin tidak semudah melihat rekam jejaknya. Prestasi dan penghargaan pemerintahan pada akhirnya adalah produk politik yang dibuat untuk menguntungkan politisi. Demikan pula janji-janji kampanye yang diobral sebelum pemilu. Pada saat menjabat, hanya janji yag menguntungkan, secara materi atau politis, yang akan direalisasikan.

Sebagai pemilih yang cerdas dan informatif, kita harus lebih membuka mata dan melihat siapa saja yang ada di belakang calon pemimpin kita. Baik itu sebelum mencalonkan, saat berkampanye, bahkan setelah terpilih nantinya. Karena bagaimanapun juga seseorang dapat tercermin dari siapa orang-orang di sekitarnya.

Politik bukan kerja individu, melainkan sebuah sistem. Walau hanya satu orang yang tampil sebagai "cover boy/girl", ada mesin politik yang sangat kompleks di belakangnya. Setiap bagian dari mesin tersebut perlu dirawat sesuai kebutuhannya. Pemilih yang cerdas harus memahami setidaknya sedikit dari setiap bagian mesin tersebut agar setiap servis mesin politik lima tahunan, kita tdak ditipu lagi oleh pedagang onderdil abal-abal di bengkel tipu-tipu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun