Mohon tunggu...
Iqbal Iftikar
Iqbal Iftikar Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Wannabe

Nothing was never anywhere

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demonstrasi, Meme, dan Internet

25 September 2019   21:56 Diperbarui: 25 September 2019   22:10 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meme, hal yang terasa asing bagi orang yang tidak akrab dengan internet, seperti menghujat dan menghina orang di muka umum. Dalam KBBI, meme (dibaca dengan e pepet seperti kata "perang") berarti: "ide, perilaku, atau gaya yang menyebar dari satu orang ke orang lain dalam sebuah budaya."

Kamus Oxford memiliki definisi yang lebih detail, yaitu: "elemen sebuah budaya atau sistem perilaku yang dianggap menyebar dari satu individu kepada yang lainnya melalui perantara non-genetik, terutama meniru."

Bagi orang awam, meme dipahami sebagai gambar dan/atau tulisan yang diambil keluar dari konteks sehingga menjadi bahan lucu-lucuan.

Istilah meme menjadi lebih serius saat gejolak "Aksi Bela Islam" yang berjilid-jilid itu terjadi. Para penggiat aksi menyebar seruan aksi, yang dilengkapi dengan gambar imam besar mereka, dan menyebutnya sebagai meme.

Walau istilah meme baru akrab terdengar di Indonesia setelah internet menjadi hal yang wajar, meme sendiri sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Bahkan, kemerdekaan Indonesia adalah buah dari "meme proklamasi" yang disebarkan dengan membajak radio Jepang pada saat itu.

Jangan lupakan juga Soeharto, bapak meme nasional kalau boleh saya gelari. Selain meme yang kita jamak temui hari ini, seperti meme "isih penak jamanku, toh?", "Siapa yang suruh kamu nanya begitu?" dan "sampean mau saya ciduk?", pada masa Soeharto berkuasa banyak sekali meme yang digunakan dan disebarkan melalui propaganda media dan agitasi militer.

Meme demi meme yang Soeharto buat akhirnya harus menemui senjakalanya saat ditaklukkan oleh meme reformasi yang digaungkan oleh kawan-kawan aktivis mahasiswa 98.

Dengan keterbatasan ruang gerak, para aktivis menyebarkan meme reformasi melalui selebaran gelap, publikasi stensilan, dan korespondensi antar aktivis. Pengaruh dari meme reformasi akhirnya berhasil meruntuhkan kekuasaan Soeharto yang membuat meme yang dulu ditakuti kini hanya jadi lucu-lucuan saja.

Melompat ke masa kini. Masa dengan segala kecanggihan teknologi. Masa di mana para aktivis penyebar meme reformasi sudah menduduki jabatan yang tinggi. Indonesia sudah jauh lebih baik. Orang-orang tua makin sadar akan pentingnya pendidikan sehingga menyekolahkan anaknya ke jenjang perguruan tinggi.

Dua puluh tahun lewat setelah satu "grand meme" runtuh, Indonesia belum mempunyai "grand meme" pengganti. Walau kita tahu para presiden sering dijadikan bahan meme, seperti Gus Dur dengan "gitu aja, kok, repot"-nya dan SBY dengan "saya prihatin", tidak ada yang bisa membuat perubahan mendasar yang bisa diikuti oleh seluruh bangsa Indonesia. Belum ada pemimpin yang bisa menyebarkan meme yang diikuti oleh mayoritas warga negara.

Di balik ketidakmampuan itu, di akhir masa jabatannya, para politisi justru membuat kesalahan dengan mengebut paripurna beberapa RUU. Diawali dengan UU KPK yang menyulut amarah para aktivis. Meme-meme anti pemerintah pun mulai bermunculan. Salah satu meme paling fenomenal adalah meme "RIP KPK".

Kemudian, menyebar kabar tentang sidang paripurna beberapa RUU bermasalah seperti KUHP, pertanahan, minerba, dan yang terbaru keamanan dan ketahanan siber (KKS). Kabar-kabar tersebut menyulut sebuah meme penting, #GejayanMemanggil.

Aksi di Jalan Gejayan, Yogyakarta tersebut disambut dengan berbagai aksi di banyak kota di Indonesia. Beberapa aksi berlangsung dama dan tertib seperti di Yogyakarta. 

Di beberapa kota, para demonstran berhasil menemui anggota dewan daerah tingkat I dan II untuk menandatangani kesepakatan politik. Di kota dengan jumlah massa yang lebih besar, friksi dengan aparat tidak bisa dihindarkan.

Hal yang membuat meme "reformasi dikorupsi" ini menyebar begitu cepat adalah karena internet yang sudah menjadi bagian hidup kebanyakan mahasiswa. Penyebaran "virus" meme menjadi lebih cepat dari saat demonstrasi 98. Koordinasi antar peserta aksi dan simpatisan juga menjadi mudah dengan adanya media sosial. 

Saat aksi pun, peserta yang tidak punya ingatan tentang reformasi 98 ini menyampaikan aspirasinya dengan cara yang kreatif, jenaka, namun mengena. Beberapa membawa meme yang sedang viral seperti "entah apa yang merasukimu", beberapa lagi malah mencurahkan masalah pribadinya tanpa melupakan substansi masalah yang diprotes.

Sayangnya, di masa internet ini, meme yang muncul secara tiba-tiba akan mudah hilang jua. Oleh karena itu, untuk menghindari kematian meme, virus meme harus tetap disebarkan secara masif di dunia nyata.

Jika virus meme ini bisa menjangkau mayoritas warga negara, siapa tahu kita akan punya "grand meme" baru yang bisa mengantarkan Indonesia menjadi lebih baik.

Bandung, 25 September 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun