Mohon tunggu...
Iqbal Iftikar
Iqbal Iftikar Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Wannabe

Nothing was never anywhere

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyambut "Nuzulul Pancasila" dengan "Qiyamu" Nilai-nilainya

1 Juni 2018   22:18 Diperbarui: 1 Juni 2018   22:23 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: kemendagri.go.id

Menurut saya, setidaknya Al-Quran dan Pancasila memiliki satu kesamaan. Kedua-duanya sama-sama menjadi dasar dari suatu hal. Al-Quran menjadi dasar dan sumber dalil utama dalam agama Islam. Sedangkan Pancasila menjadi dasar negara kita, Indonesia.

Jika Al-Quran adalah dasar agama Islam, Hadits Rasulullah SAW adalah 'konstitusi' untuk para muslim melaksanakan agama. Pancasila sebagai dasar negara pun memiliki cabang berbagai macam undang-undang sebagai pedoman praktis warga Indonesia dalam bernegara.

Ketika kita memeluk agama Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, otomatis kita harus mempercayai segala yang ada di dalam rukun iman. Termasuk di dalam rukun iman adalah beriman kepada kitab Allah (Al-Quran). Konsekuensi yang sama juga diterima oleh seluruh warga negara Indonesia. Anda warga Indonesia, anda harus berpegang pada Pancasila.

Perbedaan antara Al-Quran dan Pancasila, salah satunya, adalah jumlah butir yang harus dihafal. Menghafalkan Al-Quran bukan perkara mudah. Butuh ketekunan dan keseriusan. Belum lagi mempelajari tafsirnya, ilmu bahasanya, tajwidnya dan lain sebagainya. Sedangkan Pancasila? Cukup hafalkan lima butir sila yang pasti kita semua hafal, seperti menghafal surat 'Qulhu' bagi para muslim.

Tapi, apakah mempelajari Pancasila semudah menghafal butir-butir silanya?

Apakah mengamalkan Pancasila seringan mengucapkan kelima silanya?

Apakah menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari segampang menggantung gambar Garuda Pancasila di tembok rumah?

"Nuzulul Pancasila"

Entah kebetulan atau bukan, hari lahirnya Pancasila tahun ini bertepatan dengan malam nuzulul Quran. Seandainya pemerintah memulai puasa lebih cepat satu hari saja, mungkin malam ini akan meleset sehari dari hari lahir Pancasila.

Terlepas dari konspirasi aneh tersebut, saya terinspirasi dari khutbah nuzulul Quran di masjid dekat rumah saya. Sang penceramah menyebutkan tiga ayat yang menjelaskan kisah turunnya Al-Quran: Al-Baqarah ayat 185, Ad-Dukhan ayat 3 dan surat Al-Qadr. Ketiga ayat tersebut tidak menyebutkan secara gamblang tanggal turunnya Al-Quran untuk pertama kali. Para ulama berbeda pendapattentang hal ini. Namun di Indonesia, pendapat yang menyatakan nuzulul Quran terjadi tanggal 17 Ramadan adalah yang paling populer.

Seperti halnya perbedaan pendapat para ulama dalam menentukan tanggal nuzulul Quran, pemerintah Indonesia juga sempat bersilang pendapat tentang hari lahir Pancasila. Tiga tanggal yang muncul sebagai rujukan adalah tanggal 1 Juni 1945 (ketika Sukarno menyebutkan nama Pancasila dalam pidatonya di sidang BPUPKI), 22 Juni 1945 (Piagam Jakarta) dan 18 Agustus 1945 (penetapan Pancasila sebagai dasar negara).

Akhirnya, dengan Kepres 24/2016, presiden Joko Widodo menetapkan tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila dan menjadikannya sebagai libur nasional. Sejak saat itulah 1 Juni diperingati sebagai hari "nuzulul Pancasila", hari ketika Pancasila keluar dari mulut Bung Karno sebagai sebuah gagasan. Layaknya Al-Quran yang turun secara bertahap, Pancasila disusun secara seksama sebelum diresmikan 78 hari kemudian sebagai dasar negara.

"Qiyamu Nilai-nilai Pancasila"

Dalam beragama, sekedar meyakini saja tidak cukup untuk kesempurnaan agama. Seseorang yang beriman harus melakukan segala sesuatu yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarangnya. Secara praktis, seorang muslim harus mengikuti pedoman yang tertera dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Dengan indikator tersebut, kita bisa menilai muslim yang baik dan tidak.

Dalam bernegara, dasar negara tidak cukup dihafalkan saja. Penerapan dalam kehidupan sehari-hari dan penghayatannya sangat diperlukan untuk menjadi warga negara yang baik. Bagi yang tidak bisa menghayati Pancasila secara filosofis dapat melaksanakan Pancasila dengan mengikuti segala undang-undang yang berlaku.

Secara sederhana, lima nilai Pancasila yang harus dan sangat mungkin diterapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah mufakat dan keadilan.

Hal yang paling saya ingat dari mata kuliah Pancasila di semester awal kuliah adalah bahwa Pancasila sebagai dasar negara bagaikan sebuah piramida. Sila yang satu sangat berkaitan erat dengan sila yang lainnya dan harus dilakukan secara berurutan.

Indonesia memang bukan negara agama, namun Indonesia berdiri di atas asas ketuhanan. Banyak tafsiran tentang arti 'ketuhanan' ini. Menurut saya sendiri, ketuhanan berarti memegang teguh norma-norma agama yang pada dasarnya memberikan maslahat kepada kehidupan pemeluk-pemeluknya baik secara individu maupun kolektif.

Setelah membekali diri dengan asas 'ketuhanan', langkah selanjutnya adalah menjadi warga masyarakat yang bersimpati dan berempati kepada sesama. Saling membantu dalam kebaikan dan mengingatkan dari keburukan. Berusaha untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya guna mengamalkan nilai kemanusiaan.

Dengan terpenuhinya asas kemanusiaan, diharapkan dapat mencapai sebuah persatuan yang kokoh antar sesama warga. Jika persatuan sudah tercapai, kepemimpinan yang berdasarkan musyawarah mufakat menjadi lebih mudah dilaksanakan. Dengan kepemimpinan yang dicintai rakyatnya, keadilan sosial akan menjadi suatu keniscayaan.

Sederhana bukan?

'Nuzulul Pancasila' bagaikan dimensi 'aqidah' bernegara sedangkan 'qiyamu nilai Pancasila' sebagai 'fiqih' bernegara. Jika kita sudah mampu melaksanakan keduanya, barulah kita bisa mencapai dimensi 'tasawwuf' bernegara: "Saya Pancasila."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun