Dalam beragama, sekedar meyakini saja tidak cukup untuk kesempurnaan agama. Seseorang yang beriman harus melakukan segala sesuatu yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarangnya. Secara praktis, seorang muslim harus mengikuti pedoman yang tertera dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Dengan indikator tersebut, kita bisa menilai muslim yang baik dan tidak.
Dalam bernegara, dasar negara tidak cukup dihafalkan saja. Penerapan dalam kehidupan sehari-hari dan penghayatannya sangat diperlukan untuk menjadi warga negara yang baik. Bagi yang tidak bisa menghayati Pancasila secara filosofis dapat melaksanakan Pancasila dengan mengikuti segala undang-undang yang berlaku.
Secara sederhana, lima nilai Pancasila yang harus dan sangat mungkin diterapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah mufakat dan keadilan.
Hal yang paling saya ingat dari mata kuliah Pancasila di semester awal kuliah adalah bahwa Pancasila sebagai dasar negara bagaikan sebuah piramida. Sila yang satu sangat berkaitan erat dengan sila yang lainnya dan harus dilakukan secara berurutan.
Indonesia memang bukan negara agama, namun Indonesia berdiri di atas asas ketuhanan. Banyak tafsiran tentang arti 'ketuhanan' ini. Menurut saya sendiri, ketuhanan berarti memegang teguh norma-norma agama yang pada dasarnya memberikan maslahat kepada kehidupan pemeluk-pemeluknya baik secara individu maupun kolektif.
Setelah membekali diri dengan asas 'ketuhanan', langkah selanjutnya adalah menjadi warga masyarakat yang bersimpati dan berempati kepada sesama. Saling membantu dalam kebaikan dan mengingatkan dari keburukan. Berusaha untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya guna mengamalkan nilai kemanusiaan.
Dengan terpenuhinya asas kemanusiaan, diharapkan dapat mencapai sebuah persatuan yang kokoh antar sesama warga. Jika persatuan sudah tercapai, kepemimpinan yang berdasarkan musyawarah mufakat menjadi lebih mudah dilaksanakan. Dengan kepemimpinan yang dicintai rakyatnya, keadilan sosial akan menjadi suatu keniscayaan.
Sederhana bukan?
'Nuzulul Pancasila' bagaikan dimensi 'aqidah' bernegara sedangkan 'qiyamu nilai Pancasila' sebagai 'fiqih' bernegara. Jika kita sudah mampu melaksanakan keduanya, barulah kita bisa mencapai dimensi 'tasawwuf' bernegara: "Saya Pancasila."