Mohon tunggu...
Ilham Fonna
Ilham Fonna Mohon Tunggu... -

Suka online dan kadang-kadang juga suka menulis opini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dulu Anak Mami, Sekarang Anak Labi

27 April 2015   18:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:37 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber foto: http://akademikfp.staff.ub.ac.id

Pasti semua pada tahu kalau dibilang “Anak Mami”, ada banyak definisi yang secara spontan akan keluar tanpa harus berfikir panjang. “Anak Mami” gak bisa mandiri, semua permasalahan diceritakan ke mamanya, jarang bergaul karena keasyikan di pelukan mama, gak bisa ambil keputusan sendiri tanpa persetujuan mamanya, segala sesuatu disiapkan oleh mama (makan dihidangin, pakaian dicuci dan disetrika), bahkan ada yang sudah menikah pun masih diatur mama. Aduh.. . . Kalau gini, kapan mau mandiri ??

Tapi guys... Kadang-kadang gak se-lebay kayak di atas! Intinya, “Anak Mami” itu segala sesuatu sangat tergantung sama mamanya dan belum mandiri.
Sebagai seorang anak yang berbakti kepada kedua orang tua, kita harus mendengarkan segala nasehat dan arahan keduanya. Tetapi, sebagai seorang anak, kita gak boleh manja! Ada persoalan yang harus didiskusikan sama orang tua, ada juga yang harus diselesaikan sendiri sebagai manusia merdeka (mandiri). Yang terpenting, patuhilah dan berbaktilah kepada ibu bapak sesuai perintah agama, bukan sesuai maunya kita alias parasit kepada keduanya.. Jeeeehh, kenapa sudah terlalu jauh ngomongin tentang “Anak Mami” ?? Padahal, kali ini saya ingin berfokus ke pembahasan “Anak Labi” yang mungkin masih banyak yang bertanya dan ingin segera menemukan jawabannya.

Fenomena “Anak Labi” memang belum populer, ini pun kata yang saya ciptakan sendiri, entah benar atau salah, saya pun kurang tahu. “Anak Labi” merupakan julukan kepada seseorang atau sekelompok orang yang menghabiskan banyak waktunya seputaran pekerjaan LABORATORIUM, baik pelajar ataupun mahasiswa. Memang apanya yang salah ??? Kan baik tu ?? Berarti rajin dong? Kalau normal ya gak salah, tapi dari pengamatan saya, ada mahasiswa (red: tudepoin aja) yang udah terlalu lebay, ngomongnya selalu tentang praktikum, laporan, respon, jurnal, dan lain-lain yang berhubungan dengan Laboratorium. Pada saat diajak untuk kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan sosial selalu gak sempat, alasannya selalu bikin laporan kek, buat jurnal kek, bahkan di weekend pun selalu bermesraan dengan laporan atau jurnal. Aduuuh, kalau begini, kapan mau bersosialisasi ??
Tipe “Anak Labi” biasanya jarang yang ikut organisasi, kalau ikut pun, pasti gak aktif (red: Cuma dompleng nama doang). Padahal masih banyak kegiatan yang bermanfaat lainnya yang bisa dilakukan sebagai seorang manusia merdeka tanpa mengganggu aktivitas belajar (IPK Oke, Prestasi Mantap, Organisasi Yes). Tapi apa daya dan upaya, sosok “Anak Labi” sudah memiliki mindset (pola pikir) yang salah, bisa dibilang pemikirannya terlalu pendek.
Ini cuma klaim saya aja ?? Jangan asal nuduh dong !!

Oke, fine! Coba aja ajukan beberapa pertanyaan berikut ini ke mereka:
1. Apa isu terbaru nasional atau internasional? Jabawannya pasti “Aku gak suka politik atau gak ada manfaat kali tahu tentang itu atau itu gak berhubungan dengan perkuliahan atau apa saja yang intinya dia gak open tentang persoalan nasional atau internasional atau bahkan persoalan daerah dan yang lebih parah persoalan di sekitar lingkungan tempat di tinggal”.
2. Selesai kuliah mau ngapain ? Jawabanya pasti “Aku mau cari kerja, lalu nikah, lalu punya anak, lalu mati deh”. Gak terbayang sedikitpun untuk memberi manfaat ke orang lain atau paling tidak berbuat walau hanya sedikit untuk masyarakat sekitar.

Maaf kalau melalui tulisan ini ada yang tersinggung atau merasa sedih. Saya pun bukan sosok yang sudah banyak berbuat untuk orang banyak, mungkin kalau dibilang hanya secuil yang udah saya lakukan. Tapi, saya tidak akan menyerah, hidup buka cuma soal diri sendiri. Masih banyak kegiatan yang bermanfaat lain yang bisa kita lakukan, contohnya: berkumpul dengan kawan-kawan dan mendiskusikan tentang persoalan sekitar. Lalu, kalau ada yang bisa dilakukan, lakukanlah! Jangan hanya diam, karena diam bukan selalu emas. Kadang-kadang diam juga bisa menjadi petaka.

“Kebenaran hanya milik-Nya, sang pemilik kebenaran”

Salam santai,
Ilham Fonna, seseorang yang baru belajar menulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun