Sesekali kita perlu menikmati alur hidup yang sudah ditentukan, karena dengan hal tersebut bisa sedikit membuat hidup lebih berarti.
Dalam setiap perjalanan tentu kita ditemui oleh persoalan mengenai kehidupan yang tak ada hentinya, tak perlu bertanya sampai kapan ini selesai?
Urungkan semua pikiran bahwa roda kehidupan berputar pada poros bahagia dan sedih atau sebaliknya. Kita hanya perlu menikmati alur yang sudah ditentukan oleh Tuhan, bukan tentang pasrah lalu diam dan menunggu takdir selanjutnya. Namun yang perlu ditekankan adalah kita berusaha atas takdir yang telah dituliskan.
Ada banyak ragam persoalan hidup yang sering membuat kita lemah, dari mulai rasa sedih, kecewa, penghianatan hingga perpisahan. Terkadang hal itu terjadi dalam satu waktu, membuat hati kita patah lalu hancur sehancur-hancurnya.
Tepat seminggu yang lalu, pamit seolah menjadi bahasa paling tidak enak didengar. Membuat resah, gelisah juga kalut sering menghinggap dalam diri. Seolah ada sesuatu yang lepas dalam tubuh, sering mendadak lemas ketika mengingat hari yang akan tiba.
Kemarin, suara detak jam dinding nyaris terdengar seperti gaung panjang perpisahan, kita dipaksa untuk menghitung mundur karena bom waktu telah berputar.
"Besok aku sudah milik orang lain, sebelumnya aku minta maaf kepadamu juga keluargamu. Aku tak bisa menepati janjiku," katanya, melalui pesan singkat semalam.
Tentu hari ini akan menjadi penghabisan, saat ini aku hanya mampu menikmati keadaan yang sudah terlampau hancur. Dalam bayanganku, hari ini ada banyak doa dan harap yang telah dilantunkan agar bisa menjadi sepasang yang tak saling meninggalkan, hingga maut menjemput.
Meski berat, namun ini tetap menjadi satu titik balik. Tak boleh berlarut dalam kesedihan yang tak berkesudahan. Aku ingat perkataan seorang bijak, ketika apa yang sudah kita perjuangan tidak menemui akhir dari perjalanan panjang, itu pertanda harus berhenti. Karena di dunia ini tidak semua hal harus diperjuangkan hingga akhir.
Kemudian suara dering telepon berbunyi, menyadarkanku dari lamunan panjang. Kasman dari penerbit lokal menghubungi kalau hari ini buku telah terbit dan akan segera dikirim ke rumah.
"Kau kenapa hanya mencetak dua buku saja? Padahal seluruh isi cerita yang kau tulis dapat menggugah para pembaca," tanya Kasman.
"Tidak apa-apa, Kang, ini cuma buat pribadi saja," jawabku singkat.
Aku telah memutuskan untuk mencetak buku terbatas, aku tak mau semua cerita yang telah ditulis hanya bertujuan untuk meraup keuntungan. Ini merupakan karya pertama sekaligus agung, oleh karena itu aku hanya ingin buku ini satu untuk pribadi dan satunya akan aku jadikan kado sebagai perayaan kelak ketika anaknya lahir.