Merebaknya wabah Covid-19 memberi imbas negatif terhadap sendi-sendi perekonomian dunia. Kondisi ini merupakan peristiwa yang unexpected. Tak terduga sebelumnya, tak dapat dihindari, namun bukan tidak mungkin untuk ditanggulangi
Jika menilik lebih jauh, pandemi global ini telah menghantam berbagai lini kehidupan. Beberapa lembaga riset kredibel dunia memprediksi dampak buruk penyebaran wabah ini terhadap perekonomian global. Kondisi di dalam negeri tak lebih baik. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam skenario terburuk bisa menyentuh angka minus 0,4%.
Dalam kajian teori ekonomi, proses perlambatan perekonomian akibat pandemi tidak hanya mengguncang fundamental ekonomi riil, melainkan juga mendistorsi keseimbangan mekanisme pasar. Mengingat bahwa aspek-aspek vital ekonomi yaitu supply, demand, dan supply-chain telah terganggu, dampak krisis ini turut berimbas ke seluruh lapisan masyarakat.Â
Dan yang paling rentan terdampak tentu golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah khususnya pekerja informal yang mengandalkan pendapatan harian. Gejolak di sektor riil tersebut kemudian merembet ke sektor keuangan yang tertekan (distress) karena sejumlah besar investee mengalami kesulitan likuiditas.Â
Tak ayal, pemerintah telah merancang skenario "New Normal" untuk hidup berdampingan dengan pandemi dengan tujuan memutar kembali roda perekonomian yang terpuruk selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Walaupun menyulut pro dan kontra, kita semua berharap kebijakan yang diambil benar-benar matang, tidak prematur, dengan satu tujuan utama; kemaslahatan bersama.
Terkait hal tersebut, pemerintah memegang peran yang vital sebagai regulator maupun algojo-nya kaum mustadh'afin (golongan yang lemah) dalam mengawal perputaran harta yang hanya berpusat pada golongan kaya.Â
Kaidah Tasarrafu al-imm manan bi al-malaa hendaknya menjadi pertimbangan utama dalam memimpin sebuah negara. Kebijakan pemimpin wajib berorientasi pada kemaslahatan masyarakat umum. Bukan malah berpihak pada segelintir kapitalis, atau bahkan mendulang keuntungan bagi golongan mereka sendiri.Â
Di tengah bayangan ketidakpastian akan berakhirnya masa pandemi, solidaritas umat turut diuji agar mampu melewati masa sulit ini melalui praktik kolektif, suportif, dan sinergis yang dalam islam diwujudkan dalam skema filantropi melalui instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF). Pendayagunaan dana filantropi tersebut berperan penting dalam pemberdayaan umat serta penanggulangan dampak pandemi.
Dikenal sebagai lumbungnya umat muslim tentunya menjadi potensi besar untuk membuktikan bahwa instrumen ekonomi dan keuangan islam mampu menjadi solusi dari krisis global yang melanda.Â
Melalui instrumen ZISWAF sebagai manifestasi filantropi islam, seluruh elemen masyarakat dapat berperan dalam memulihkan guncangan tersebut dengan mengedepankan pencapaian tujuan--tujuan syariah (maqashid syariah).
Dalam praktiknya, dampak ekonomi akibat pandemi dapat ditanggulangi melalui penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari zakat, infak dan sedekah, baik yang berasal dari unit-unit pengumpul zakat maupun dari masyarakat. Khusus untuk zakat yang ditunaikan, penyalurannya dapat diprioritaskan kepada orang miskin yang terdampak pandemi secara langsung sebagai salah satu golongan yang berhak menerimanya (mustahik).
Selanjutnya, pendayagunaan wakaf uang baik dengan skema wakaf tunai, wakaf produktif maupun waqf linked sukuk perlu dioptimalkan. Penting untuk menjalin kerja sama antara Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan lembaga keuangan syariah untuk mempromosikan skema wakaf ini agar dapat digunakan sebagian untuk pembangunan berbagai infrastruktur berbasis wakaf seperti Rumah Sakit Wakaf (RSW) khusus korban COVID-19, Alat Pelindung Diri (APD) wakaf, masker wakaf, poliklinik wakaf, Rumah Isolasi Wakaf (RIW), pengadaan ventilator wakaf, dan lainnya. Manajemen wakaf harus dilakukan secara professional sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Yang tak kalah penting, pemberian modal usaha berbasis ZISWAF dapat menjadi sarana unggulan untuk menyelamatkan UMKM yang terhantam gelombang pandemi. Berkaca pada realitas di tengah krisis, sektor usaha ini sulit bertahan karena keterbatasan permodalan sehingga rentan untuk jatuh ke dalam jurang kebangkrutan dan kemiskinan.Â
Berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 23 Tahun 2020 tentang pemanfaatan harta ZIS untuk penanggulangan dampak wabah Covid-19, UMKM terdampak dapat dikategorikan sebagai golongan (asnaf) penerima zakat, yaitu sebagai kelompok miskin, berjuang di jalan Allah (fii sabilillah), atau orang yang berhutang (gharimin). Sehingga sebagian dana yang dikumpulkan oleh unit-unit atau organisasi pengumpul zakat, khususnya yang ada di daerah, dapat digunakan untuk mendukung pemulihan UMKM. Penyaluran permodalan ini perlu didukung dan dikuatkan dengan pendampingan sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Namun patut disayangkan, realisasi zakat yang masuk ke BAZNAS masih jauh dari harapan. Realisasi zakat di akhir tahun 2019 tercatat hanya Rp10,7 triliun, padahal potensinya mencapai Rp252 triliun.Â
Untuk itu, penguatan kampanye dana zakat, infak, dan sedekah perlu terus digiatkan. Diantaranya dengan merevitalisasi fungsi masjid sebagai pusat baitul maal untuk masyarakat sekitarnya dan wajib didaftar sebagai Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di bawah koordinasi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ).
Meski masjid-masjid sementara ini tidak berfungsi optimal, di era media sosial sekarang jamaah masjid tetap dapat digerakkan khususnya dalam penghimpunan infak dan sedekah secara daring.Â
Dana yang terkumpul serta penghematan pengelolaan dan pemeliharaan masjid dapat dialokasikan untuk membantu usaha UMKM. Dengan begitu, peran masjid tetap dapat dioptimalkan sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat.
Pada akhirnya, jika upaya pengoptimalan potensi ZISWAF dan ekonomi umat berbasis masjid melalui skema di atas dapat digalakkan secara optimal, diharapkan dapat menopang kebutuhan masyarakat serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi.
Referensi :Â
Institut Tazkia. (2020). Tujuh Paket Ekonomi dan Keuangan Syariah Mengatasi Dampak Krisis Covid-19. Bogor: Institut Tazkia.
Dalmeri. (2014). Revitalisasi Fungsi Masjid Sebagai Pusat Ekonomi Dan Dakwah Multikultural. Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 22 (2), 12-18.
Uyun, Q. (2015). Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf Sebagai Konfigurasi Filantropi Islam. Islamuna: Jurnal Studi Islam, 2(2), 218-234.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H