Mohon tunggu...
Iffa Auliya
Iffa Auliya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Prodi Pengembangan Masyarakat Islam

hobi fotografi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Beda Agama dalam Pandangan Islam

10 Juli 2023   10:30 Diperbarui: 10 Juli 2023   10:31 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen Pribadi

Yang dimaksud pernikahan beda agama adalah pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan non-muslim atau sebaliknya Pernikahan perempuan muslim dengan laki-laki non-muslim. Untuk menghindari terjadinya kesalahan yang lebih jauh, atau yang menyimpang dari hukum allah. Kita harus lebih memperhatikan tentang pernikahan beda agama ini. Karena pasti ada beberapa aturan di dalam Islam yang harus diketahui tentang pernikahan dua keyakinan ini. Agar tidak terjadi hal yang melanggar aturan di dalam Islam yang sudah sesuai dengan ketentuan yang allah berikan lewat al-quran.

Pembahasan pertama tentang Sah atau tidaknya pernikahan tersebut. Di Dalam syariat agama Islam pernikahan beda agama itu ada 3 macam, satu diperbolehkan yaitu seorang laki-laki muslim menikahi wanita dari kalangan ahlul kitab. Yaitu orang yahudi dan Nasrani. Karena pada dasarnya kitab mereka sumber nya sama yaitu berasal dari Allah.  Yang kedua dilarang di dalam syariat agama menerangkan seorang laki-laki muslim menikahi wanita non-muslim. Karena mereka menyembah bukan Allah. Tauhid nya berbeda dan kitab mereka berbeda tidak bersumber dari Allah. Yang ketiga adalah yaitu pernikahan antara perempuan Muslimah dengan laki-laki non-muslim. Pernikahan beda agama ini tidak sah. Karena suami itu mempunyai hak kepemimpinan atas istrinya dan si istri wajib mematuhinya. Jika hal ini terjadi maka berarti pernikahan tersebut memberikan semacam peluang orang non-muslim untuk menguasai orang islam atau Muslimah tersebut. hal ini tidak diperbolehkan dalam syariat agama Islam.

Dalam pembahasan hukum Islam, khususnya dalam literatur fiqih klasik, Perkawinan Beda Agama dapat dibedakan menjadi tiga kategori: pertama, Perkawinan antara seorang pria muslim dengan seorang wanita musyrik; kedua, Perkawinan antara seorang pria muslim dengan wanita ahli kitab; dan ketiga, Perkawinan antara seorang wanita muslimah dengan pria non-muslim (sama adanya musyrik atau ahli kitab) (Amri, 2020).

Namun, dalam pernikahan semacam ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti wanita tersebut harus mempertahankan keyakinannya, tidak mempengaruhi suami Muslim untuk meninggalkan agamanya, dan memperbolehkan praktek Islam dalam keluarga mereka. Pandangan agama Islam secara umum menekankan pentingnya kesamaan keyakinan dalam pernikahan sebagai faktor yang dapat membentuk dasar yang kuat untuk membangun keluarga yang harmonis dan mendukung dalam menjalankan ibadah.

Pembahasan selanjutnya mengenai tentang Status anak dari pernikahan tersebut. Di status anak kalau menurut di dalam agama itu sah berarti tidak masalah, pada dasarnya anak adalah karunia Allah yang harus orang tua jaga dan pelihara karena itu amanat dari Allah SWT. seperti pendidikan yang layak, karena itu hak seorang anak atau kewajiban dari orang tua nya. Aturan agama itu umumnya menyerahkan kepada orang tua nya. Aturan Agama Islam menganjurkan anak itu harus beragama Islam, karena anak itu adalah anugerah dari allah swt sesuai dengan ajaran agama. Dan ini yang menjadi kendala kalau misalnya seorang ibu nya muslimah tapi ayahnya non-muslim, karena biasanya yang berperan dalam keluarga adalah seorang ayah. Kalau ditinjau dari hukum negara status anak tersebut sah menurut undang-undang, jika pernikahannya tercatat di kantor urusan agama. Status anak dari pernikahan dua agama dapat berbeda-beda tergantung pada hukum dan aturan yang berlaku di negara, hukum,kebijakan yang berlaku di wilayah tersebut. Di beberapa negara, ada undang-undang yang mengatur status anak dalam pernikahan dengan dua keyakinan dan agama masing-masing orang tua. Berikut adalah beberapa kemungkinan status anak dari pernikahan dua agama.

Mengenai kedudukan hukum anak yang lahir dari pasangan pernikahan beda agama ini, kita merujuk pada ketentuan Pasal 42 UU Perkawinan yang menyebutkan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Jadi, anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah yang dilakukan baik di Kantor Urusan Agama (untuk pasangan yang beragama Islam) maupun Kantor Catatan Sipil (untuk pasangan yang beragama selain Islam), maka kedudukan anak tersebut adalah anak yang sah di mata hukum dan memiliki hak dan kewajiban anak dan orang tua seperti tertuang dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 49 UU Perkawinan (Hanifah, 2019).

Tantangan dalam membesarkan anak-anak. Pasangan harus berkomunikasi dengan baik dan mencapai kesepakatan tentang bagaimana mereka akan mengajarkan agama kepada anak-anak mereka. Beberapa pasangan memilih untuk mengajarkan anak-anak tentang kedua keyakinan mereka dan membiarkan mereka memutuskan sendiri ketika mereka cukup dewasa. Yang lain mungkin memilih untuk memilih satu keyakinan yang dominan untuk diajarkan kepada anak-anak mereka.

Memang sebagai orangtua ingin anaknya memeluk agama yang dianut oleh kedua orang tua, tapi dalam posisi orangtua yang berbeda keyakinan sangatlah sulit untuk menentukan pilihan (Makalew, 2013).

Penting untuk dicatat bahwa status hukum anak dari pernikahan dua agama dapat bervariasi di berbagai negara dan bahkan dalam sub kelompok agama yang berbeda. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan ahli hukum atau otoritas agama yang relevan di negara Anda untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat sesuai dengan keadaan Anda.

Pembahasan selanjutnya mengenai tentang dampak dari pernikahan dua keyakinan. Dampak dari pernikahan dua keyakinan atau beda agama, yang pertama berdasarkan syariat Islam ada dua yang satu diperbolehkan dan yang terakhir tidak diperbolehkan. Dampak secara umum adalah yang pertama akan mendapatkan perbedaan-perbedaan prinsip, contoh nya dalam hal aqidah dan muamalat. Dalam hal aqidah seperti hubungan kepada Allah Dalam hal muamalat seperti hubungan sesama manusia atau berinteraksi dengan manusia contoh nya berdagang dan aktivitas hidup lain nya. Lalu dampak secara syariat pernikahan beda agama akan menimbulkan permasalahan hidup seseorang yang mendasar. Kalau pernikahan itu yang dihalalkan menurut syariat, maka dia akan mendapatkan pahala yang besar dari sisi Allah, karena mengikuti syariat dimana seorang suami harus bisa mengarahkan istrinya dan keluarga nya untuk bisa mengisi kehidupannya sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama yang murni. Apabila konsekuensi atau dampak dari pernikahan beda agama yang dilarang maka dia tidak akan mendapatkan kebahagiaan hidup dan dunia akhirat. Karena masing-masing mempunyai perbedaan aqidah dan perbedaan dari sisi syariat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun