Mohon tunggu...
I. F. Donne
I. F. Donne Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis adalah seorang Magister Pendidikan lulusan Universitas Negeri Jakarta, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis pernah aktif di berbagai komunitas sastra di Jakarta. Beberapa diantaranya; Sastra Reboan, Kedailalang, dan KPSI (Komunitas Pecinta Seni dan Sastra Indonesia). Karya-karyanya diantaranya; Novel ‘Danau Bulan’, Serampai Cerpen Vol. I ‘Soejinah’ dan ‘Dunia Luka’ Vol. II. Antologi puisi bersama sastrawan-sastrawati. Diantaranya; antologi puisi Empat Amanat Hujan (Bunga Rampai Puisi Komunitas Sastra DKJ), Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan, Kitab Radja dan Ratoe Alit, Antologi Fiksi Mini, dan beberapa puisinya juga dimuat di majalah Story. Penulis juga sudah memiliki dua buku antologi cerpen bersama beberapa penulis, yaitu Si Murai dan Orang Gila (Bunga Rampai Cerpen Komunitas Sastra DKJ) dan Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan. Beberapa cerpennya pernah memenangkan lomba tingkat nasional, diantaranya berjudul, Sepuluh Jam mendapatkan juara 2 di LMCPN (Lomba Menulis Cerpen Pencinta Novel), Randu & Kematian pada tahun 2011 dan Selongsong Waktu pada tahun 2013 mendapatkan juara harapan kategori C di Lomba Menulis Cerpen Rotho - Mentholatum Golden Award. Penulis juga aktif di berberapa organisasi kemasyarakatan, seni dan budaya. Aktifitas yang dijalani penulis saat ini adalah seorang jurnalis di salah satu surat kabar online nasional di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Elly

30 Maret 2020   01:00 Diperbarui: 30 Maret 2020   09:04 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jadi, lelaki itu tak benar-benar berusaha, Nek? " desak Yoga.
"Ya, begitulah, Nak." jawabnya.

                                            ***

Sebelum bertemu Yoga. Tepatnya dua tahun sebelumnya, Elly pernah menjalin hubungan serius dengan seorang pemuda. Namun ketika Elly hendak dilamar oleh pemuda itu, kedua orang tuanya menyarankan agar hendaknya Elly berpikir jernih lagi untuk menerima lamaran itu.
          Dan pada sewaktu siang, Ria, salah seorang sahabat dekat Elly mengabarkan berita yang sangat menusuk hati Elly. Seorang perempuan yang mengaku Bibi dari pemuda itu, menggunjingkan Elly kepadanya.
"Perempuan itu tak tahu malu, Bu. Mengelabui keponakan saya dengan kata-kata cinta. Dan begitu bodohnya keponakan saya, terpikat rayuan janda itu." cemoohnya.

         Elly yang mendengar perkataan itu melalui Ria, tak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya dapat menahan beribu bulir airmata. Bahkan sesak di dadanya membuatnya pucat dan mati kutu. Wajahnya tertampar telak oleh kata-kata yang di lontarkan perempuan tua itu. Maka sejak itulah, Elly kembali menutup hatinya dari cinta. Ia menganggap dirinya tak layak dicintai atau mencintai. Dan bagi Yoga yang mendengar cerita itu, membuatnya semakin tertantang untuk membuka hati Elly. Ia berpikir, seandainya saja ia bertemu Elly sebelum pemuda itu, mungkin keadaan Elly tak kan sepuruk itu.

          Dan jika kalian membuat rumit cinta, maka cinta tidak akan pernah pergi begitu saja. Sebab cinta lebih memahami hidup dari pada kalian menerima kehidupan yang kalian pahami. [ ]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun