Tamansari, Bogor (26/03/2017) - Cuaca pagi Bogor terasa sangat menyengat, tak seperti julukannya, pagi ini kota Hujan terasa lebih panas dari hari biasanya. Begitu pula dengan cuaca Tamansari pagi ini. Desa yang terletak 20 km ke arah selatan dari pusat kota Bogor. Berlokasikan di Kampung Sukamanah RT 2/RW 1 Gang Pala, Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat tampak sosok ibu-ibu bertubuh tambun dengan kacamata yang menghiasi wajahnya terlihat bersemangat menjalani hari, raut muka sumringah terpancar di wajahnya. Tak lupa, topi buatan tangan berhasil “nangkring” di atas kepalanya sebagai penghalang teriknya matahari pagi ini. Ya, sosok yang bersemangat itu ialah ibu Cucu Komalasari. Salah satu pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) di Desa Tamansari. Sama seperti kebanyakan wanita yang tak ingin berdiam diri di rumah, ibu Cucu Komalasari menyukai pekerjaan yang dapat meredakan kejenuhannya. Budidaya jamur merupakan salah satu usaha yang beliau pilih untuk digeluti.
Kegemarannya memanfaatkan lingkungan telah dimulai semenjak tahun 1985, ketika itu ibu Cucu memilih tanaman hias sebagai pekerjaannya sebab beliau ingin membuat Desa Tamansari lebih asri. Beliau menggeluti pekerjaan tersebut dari tahun 1985 hingga 1992. Ibu Cucu berhenti dari pekerjaannya dengan tanamanan hias sebab ketika tahun 1992 tanaman hias di Desa Tamansari sudah mulai unggul, sehingga beliau memilih berganti memanfaatkan limbah yang masih banyak terdapat di Desa Tamansari. Menurut penuturan beliau, jamur dipilih karena pengolahannya yang gampang dan dapat dipanen dengan cepat. Selain itu, banyaknya limbah kayu berupa serbuk yang menumpuk dapat dimanfaatkan olehnya. Jamur yang beliau pilih ialah jamur kuping dan tiram. Usaha ini dirasa tepat karena jamur kuping dapat dijual dalam bentuk basah maupun kering. Sedangkan untuk jamur tiram, karena masa bertahan pasca panennya hanya dua hingga tiga hari sehingga ibu Cucu memutuskan untuk memberdayakan masyarakat sekitar untuk mengolah hasil panen jamur tiramnya tersebut. Jamur kuping basah dibandrol dengan harga Rp. 15.000 per kilogramnya sedangkan jamur kuping kering dijual seharga Rp. 100.000 per kilogramnya. Pengurangan kadar air dalam jamurlah yang membuat jamur kuping ini semakin mahal. Sedangkan untuk jamur tiram, yang hanya bisa dijual saat jamur dalam keadaan basah dibandrol dengan harga Rp. 10.000 per kilogram. Namun, jangan khawatir karena harganya yang murah dan hanya bertahan dalam hitungan hari, jamur tiram ini banyak dimanfaatkan sebagai makanan olahan oleh warga setempat.
Sebagai pembudidaya yang sukses, ibu Cucu tak ragu membagikan tips kepada semua orang yang ingin membudidayakan jamur kuping. “Cukup mudah sebenarnya membudidayakan jamur kuping. Produksinya hanya membutuhkan sedikit bahan, yakni media tanam menggunakan komposisi tujuh karung sebuk kayu, 15 kilogram dedak (limbah padi) dan dua kilogram kapur, media tanam tadi dicampurkan. Kompos media tanam tadi selama satu malam. Setelah itu siapkan bibit jamur, plastik bening dan masukkan campuran media tanam tadi ke plastik bening” tutur ibu Cucu. Selain itu, beliau menambahkan “Setelah media tanam tadi masuk ke dalam plastik, kukus campuran tadi selama delapan jam untuk menghilangkan bakteri yang terdapat pada sepihan serbuk kayu tadi. Setelah delapan jam, angkat campuran tadi lalu lakukan fermentasi selama satu hari satu malam lalu beri bibit jamur yang sebelumnya telah disiapkan. Lalu taruh kantung plastik tadi selama 45 hari selama enam hari, bibit akan keluar menjadi jamur. Jamur-jamur tadi dapat dipanen selama empat bulan” tuturnya. Produksi jamur ini akan diulang setelah empat bulan. Sembari menunggu waktu untuk panen jamur biasanya ibu Cucu akan berternak baik itu ayam maupun kambing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H