Mohon tunggu...
Ifan Ramdhan
Ifan Ramdhan Mohon Tunggu... -

You can't choose your family,but you can choose your friends to be your family.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mereka Itulah

29 Maret 2012   08:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:18 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di perempatan jalan itu seorang pengamen bernyanyi, mengetuk pintu nurani,tak banyak yang peduli.
Disudut jalan, seorang anak tertidur memeluk dinginnya malam. kebusukan apa yang terjadi disini?
Lihatlah senyumnya yang hampa,mereka tidak meminta lain selain sejahtera.
bukankah engkau telah mengumbar janji untuk mensejahterakannya? hingga harus berderap kian kemari,menyumpal dengan sesuap nasi.
DIAM!
Ini bukan persoalan pribadi, ini masalah politik..katanya.
satu dua nyawa sebagai taktik, tapi ini bukan soal angka, bukan soal satu dua tapi soal mereka yang meratap.
yang menengadah menantang mentari menanti setetes nafkah.

Tentang tubuh kecil yang menggigil memeluk dinginya malam
di antara karung-karung dan rumah kardus yang berjejer di pinggir sungai…kau hancurkan pula!
Soal di musnahkannya satu kehidupan
Soal masa depan manusia yang di bekam
Soal hak-hak yang di kebiri
dan mimpi-mimpi kami yang di berangus…lagi-lagi pula!
TUTUP MULUTMU BARANG DINAS!!!
kamu hanya alat dan jangan berpendapat, ini urusan para politisi di majelis sana,yang berpesta di tengah gersang ini.

Mereka tak pernah peduli, padamu, pada mereka, pada yang miskin dan teraniaya.
mereka tak mengurusi siapa-siapa selain dirinya,sekalipun riuh menyeringai,mereka pulas tertidur di kursi 15juta

Namun lain mereka yang selalu kalian atas namakan. Yang terseok tersakiti,
bergelut dengan bara kehidupan lalu kembali pulang tanpa harapan
makan apa kita esok?
Lalu mereka tertidur di gubuk hingga terbangun di esok hari dan memulai kembali mimpi buruk ini.

Kebusukan apa yang terjadi disini?
terlalu banyak dengki yang menghiasi hati…Masihkah kita peduli?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun