3. Optimalkan pergerakan di organisasi nasional!
Saya sangat bangga sekali ketika aksi yang dilakukan ILMPI saat hari kesehatan mental sedunia dilakukan di seluruh Indonesia. Dengan mengoptimalkan pergerakan di organisasi nasional, kita bisa membuat banyak perubahan secara masif. Pembagian kerja yang saya lakukan di ILMPI sebetulnya simpel. Pengurus tingkat nasional seperti saya datang ke elit-elit untuk melakukan gerakan vertikal, dan pengurus wilayah diberikan arahan untuk melakukan gerakan horizontal. Apa yang terjadi? Tentu, gerakan masif! Baik secara online maupun offline, dari Sabang sampai Sulawesi (bukan merauke wkwk karena belum terjangkau, semoga tahun depan bisa terjangkau, Aamiin).
Inilah yang saya lihat kurang dilakukan oleh universitas-universitas besar. Menurut saya masih banyak anak univ-univ besar yang merasa arogan untuk bekerja sama. Merasa besar dan tidak membutuhkan massa dari organisasi nasional. Banyak juga yang sudah mencoba bekerja sama namun akhirnya merasa kesulitan dan menyerah, karena (maaf) pola pikir, kegiatan, dan budaya organisasi teman-teman univ-univ kecil yang memang tidak semaju mereka.
Menurut saya, justru univ-univ besar seharusnya mencoba mengembangkan univ-univ yang belum berkembang. Organisasi nasional adalah wadah paling tepat untuk melakukan hal tersebut. Sebagai anggota BEM di univ yang bisa dibilang sudah berkembang, di ILMPI, saya banyak mengajarkan orang-orang tentang pentingnya Kastrat di dalam sebuah lembaga eksekutif maupun organisasi nasional. Memang sih, sulit. Bahkan saya dan ketua BEM saya waktu menjadi delegasi dari UI dalam mengikuti musyawarah nasional saat itu sempat ingin menangis ketika di forum sempat banyak orang dan lembaga yang salah nangkep tentang hal yang kami paparkan, karena yang kami paparkan hanya terjadi di univ kami dan belum terjadi di univ-univ kecil (misalnya pengetahuan tentang kastrat, pergerakan, dsb.).
4. Belajar berempati ke seluruh elemen yang ada di Indonesia!
Sisi baiknya adalah, saya jadi belajar berempati. Baik kepada teman-teman univ lain yang belum seberkembang saya, maupun terhadap pemerintah yang tingkat kepengurusannya lebih besar, yaitu negara Indonesia. Saya jadi lebih skeptis kepada demo-demo yang diadakan oleh mahasiswa zaman now untuk mengevaluasi Jokowi. Saya pikir, "tahu apa kalian mahasiswa zaman now dalam mengurus Indonesia?". Bayangkan ketika Jokowi harus menghandle orang-orang daerah yang mungkin sama sekali tidak pro dan tidak punya pengetahuan yang sama dengannya, dan menjadi pihak yang selalu disalahkan setiap bawahannya melakukan kesalahan. Saya jadi mengerti perasaan dan kerja beliau sebagai orang nasional.
Meskipun seperti apa yang dikatakan Jokowi sendiri, bahwa 'demonstrasi itu penting', tapi jujur saja, saya agak kecewa setelah melihat tuntutan dari aksi BEM SI, selain karena tuntutannya terlalu banyak (sehingga aksinya tidak terfokus -> tidak efektif), juga terdapat tuntutan yang menurut saya seharusnya tidak muncul dari perwakilan mahasiswa se-Indonesia (silahkan nilai sendiri tuntutan yang mana). Lalu yang salah siapa? Well, tidak ada yang salah, mungkin kurang sinergi dan kajian saja.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengatakan bahwa saya menghormati pandangan seluruh pihak, baik itu yang pro aksi, kontra aksi, melakukan aksi, maupun tidak. Ini hanyalah kritik pribadi saya terhadap aksi yang seharusnya bisa lebih baik. Perlu disadari juga, meskipun saya mengkritik aksi ini, namun saya juga mengecam terjadinya represifitas terhadap demonstran yang (entah kenapa) sering terjadi di era Jokowi ini. Semoga saja teman-teman mahasiswa yang ditahan bisa segera bebas.
Akhir kata, semoga gerakan mahasiswa bisa lebih berkembang.
"Dua kata satu semangat, Hidup Mahasiswa! Tiga kata satu tujuan, hidup Rakyat Indonesia!"