Mohon tunggu...
Ifandi Khainur Rahim
Ifandi Khainur Rahim Mohon Tunggu... -

ex-Ketua BEM Fakultas Psikologi UI 2018. Hobinya menulis dan bikin video. Tulisannya random kalo di Kompasiana. Lebih lanjutnya, silahkan kunjungi https://www.ifandikhainurrahim.com/ atau cek channel Youtube saya http://youtube.com/c/SatuPersenOfficial

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pergerakan Tidak Harus 'Besar'

22 Desember 2016   10:58 Diperbarui: 22 Desember 2016   11:14 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://friendica.mrpetovan.com/proxy/9b/aHR0cHM6Ly93YWxscGFwZXJzLndhbGxoYXZlbi5jYy93YWxscGFwZXJzL2Z1bGwvd2FsbGhhdmVuLTQxMzU3MC5qcGc=.jpg

22 Desember 2016

Tulisan ini merupakan tugas refleksi wawancara pada komunitas ASA untuk mata kuliah Psikologi Komunitas

Sebagai orang yang mengikuti organisasi kemahasiswaan dan bergerak di bidang sosial politik, sebetulnya pergi survey dan melakukan wawancara ke masyarakat, komunitas, atau kaum marjinal bukanlah hal yang baru bagi saya. Namun meskipun pernah beberapa kali melakukannya, saya selalu mendapat insight dan perspektif baru di setiap kunjungan. 

Itulah hal yang membuat saya cukup menikmati kelas Psikologi Komunitas ini. Ternyata nilai-nilai dan pelajaran yang dibawa saat kuliah sangat erat kaitannya dengan kegiatan yang saya lakukan di bidang organisasi yang saya geluti. Padahal kalau boleh jujur, awalnya saya memilih mata kuliah ini karena terpaksa. 

Ya, rasanya mubazir saja apabila SKS yang bisa saya ambil tidak saya gunakan dengan optimal. Waktu itu awalnya saya memilih kelas pilihan Psikologi Entrepreneur. Namun sayangnya, kelas tiba-tiba ditutup. Akhirnya, saat ada lagi waktu untuk memilih mata kuliah pilihan, saya ‘terdampar’ ke kelas Psikologi Komunitas ini.

Selama setahun bertugas di Kastrat (Dept. Kajian Strategis), saya dan anggota Kastrat lainnya berfokus mengkaji isu-isu yang cukup populer. Di antaranya adalah kekerasan seksual, penyandang disabilitas, dan kenaikan biaya kuliah. Dan ketika diberi tugas wawancara komunitas, awalnya saya langsung terpikirkan, “mengapa tidak wawancara komunitas yang sesuai dengan kegiatan saya saja, ya?”. Lumayan, sambil menyelam minum air. 

Namun, saya mengurungkan niat tersebut. Akan lebih baik apabila kelompok saya mewawancarai komunitas dengan isu yang berbeda dengan yang saya jalani di Kastrat. Supaya saya bisa mendapat perspektif baru tentang komunitas yang diwawancara.

Akhirnya, terpilihlah ASA (Aliansi Selamatkan Anak Indonesia). Komunitas yang fokus pada anak-anak, yang sesuai dengan namanya bertujuan untuk ‘menyelamatkan’ anak Indonesia dari pengaruh-pengaruh negatif yang ada di lingkungannya. ASA fokus pada pendidikan seksual, bullying, internet, dan banyak hal lainnya yang terkait dengan anak-anak. Kelompok kami pun akhirnya mengunjungi dan mewawancarai ASA saat mereka sedang melakukan kegiatan di daerah Jakarta Selatan.

Saat wawancara, saya baru tahu bahwa ASA ini ternyata komunitas yang cukup sederhana. Tidak dipenuhi dengan puluhan program kerja dan banyak divisi seperti badan eksekutif mahasiswa. Kegiatannya cukup sederhana, yaitu melakukan sosialisasi pada anak-anak. Dampaknya pun sebetulnya tidak terlalu terlihat ke masyarakat secara umum. Saya yakin jika mahasiswa UI ditanya tentang ASA, pasti hanya segelintir orang saja yang tahu. 

Apakah saya kecewa dengan ASA setelah mengetahui hal tersebut? Justru tidak! Malah dari sini saya menemukan perspektif baru tentang pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh anak muda (re: Mahasiswa). 

Di sini saya sadar, bahwa ketika saya sibuk menangani kasus yang katakanlah cukup ‘populer’. Mereka (ASA) terus menerus melakukan pergerakan-pergerakan secara konsisten kepada anak-anak di Indonesia. Terhitung kecil memang, bahkan dalam satu bulan, estimasi sekolah yang didatangi oleh ASA bisa jadi hanya satu sekolah, atau mungkin skip tidak mendatangi sekolah mana pun dalam tiga bulan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun