Mohon tunggu...
Ifandi Khainur Rahim
Ifandi Khainur Rahim Mohon Tunggu... -

ex-Ketua BEM Fakultas Psikologi UI 2018. Hobinya menulis dan bikin video. Tulisannya random kalo di Kompasiana. Lebih lanjutnya, silahkan kunjungi https://www.ifandikhainurrahim.com/ atau cek channel Youtube saya http://youtube.com/c/SatuPersenOfficial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tolak Reklamasi Teluk Jakarta: Setelah Tolak, Lalu Apa?

5 Oktober 2016   23:25 Diperbarui: 6 Oktober 2016   23:42 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banyak netizen yang menghujat sikap mahasiswa yang melakukan aksi #TolakReklamasi

Oke, pertama-tama, saya ingin menekankan bahwa saya tidak akan mengkaji tentang reklamasi secara mendalam di artikel ini. Sudah sangat jelas bahwa banyak sekali intrik dan kebusukan politik, serta berbagai alasan lingkungan hidup dan sosial untuk menolak kebijakan tersebut. Kalau anda belum tahu alasan mengapa reklamasi harus ditolak, silahkan baca kajian di link yang saya sematkan di bagian referensi. Di sini, saya ingin share perspektif saya tentang kondisi pergerakan mahasiswa saat ini.

Arah Pergerakan Mahasiswa                                                                      

Menolak dengan tegas, begitulah sikap pergerakan mahasiswa (BEM Se-Indonesia) terhadap isu reklamasi teluk Jakarta. Mulai dari penulisan kajian, propaganda-propaganda kreatif, sampai dengan aksi damai. Kita terus menggembar-gemborkan bahwa sebetulnya reklamasi adalah proyek kapitalis wahyudi remason zolim kafir laknatullah. Namun lagi-lagi, setelah saya pikir-pikir kembali arah pergerakan kita sebagai mahasiswa, tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan.

“Setelah menolak, lalu apa?”

Ya, kita sudah tahu apa yang kita tolak dan mengapa kita menolak hal tersebut. Namun, jika ternyata betul reklamasi ditolak, lalu setelah itu apa? Toh  pembangunan pulau sudah berjalan, lingkungan sudah rusak, ikan-ikan juga sudah terlanjur mati, dan banyak lagi dampak lainnya.

Sebetulnya apa sih hal selanjutnya yang kita inginkan dari penolakan reklamasi ini? Jangan-jangan, pergerakan ini hanya sekedar latah dan koar-koar saja demi eksistensi, lalu akan dilepaskan begitu saja setelah berhasil jebol (re: ditolak).

Melihat landasan geraknya, tentu dapat kita ketahui bahwa arah gerak mahasiswa sekarang sudah didasari oleh kajian intelektual. Sebagai kaum akademisi, tentunya memang sudah seharusnya kita bergerak berdasarkan data dan penalaran. Sayangnya, cara pandang yang kita pakai masih ‘tradisional’. Kita belum menilik sudut pandang baru, yakni menolak, sekaligus memberikan solusi konkret.

Coba saja lihat kajian ‘anak-anak pergerakan’ tentang reklamasi yang beredar di dunia maya. Saya berani taruhan, meskipun memang ada kajian yang menyarankan perihal solusi atas permasalahan yang terjadi, masih belum ada yang merekomendasikan solusi yang konkret dan mendetail. Solusi di sini bentuknya bisa seperti proposal rancangan intervensi, policy paper, dsb.

Implikasi: Kondisi mahasiswa dan masyarakat

Dengan cara pandang tradisional, tentunya lama-lama pergerakan mahasiswa akan tergerus zaman. Dulu, mahasiswa bergerak bersama masyarakat. Ya, masyarakat mendukung adanya pergerakan mahasiswa, sehingga pergerakan mahasiswa dan demonstrasi dulu dianggap keren. Banyak sekali mahasiswa yang menjadi peminatnya, namun sayangnya itu 20 tahun yang lalu.

Sekarang? Lihat saja komentar-komentar kebanyakan netizen di kanal-kanal berita mainstream.Terutama berita yang berisi tentang unjuk rasa mahasiswa. Aksi kita ditolak dan dihujat, bahkan gerakan kita dianggap tidak mewakili sikap masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun