Mohon tunggu...
Ifandi Khainur Rahim
Ifandi Khainur Rahim Mohon Tunggu... -

ex-Ketua BEM Fakultas Psikologi UI 2018. Hobinya menulis dan bikin video. Tulisannya random kalo di Kompasiana. Lebih lanjutnya, silahkan kunjungi https://www.ifandikhainurrahim.com/ atau cek channel Youtube saya http://youtube.com/c/SatuPersenOfficial

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jakarta, Taman Kota, dan Partisipasi Publik

7 Agustus 2016   12:23 Diperbarui: 7 Agustus 2016   23:46 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Refleksi kebahagiaan keluarga di salah satu taman kota di Bandung. Taman tidak perlu besar, yang penting bikin happy. | Sumber: destiasianews.com

Kuncinya ada di partisipasi publik. Masyarakat harus aware dulu tentang politik, bahwa politik bukan hanya milik kalangan elit parpol, DPR, pemerintah, atau siapapun, tapi politik itu milik rakyat. Pandangan ini bagusnya sudah cukup berkembang dengan adanya istilah “deparpolisasi” di era politik yang penuh dengan korupsi dan kebusukan ini. Ahok yang sebetulnya bisa saja maju lewat parpol, dengan tengilnya dibantu oleh #TemanAhok untuk maju di jalur independen. Seharusnya fenomena ini menyadarkan masyarakat bahwa calon pemimpin (di manapun itu) seharusnya merupakan pilihan rakyat, bukan dibatasi oleh pilihan parpol demi keuntungan pribadi, apalagi pilihan ormas agama. 

Perlu diperhatikan bahwa sini bukan 'deparpolisasi'-nya yang saya garisbawahi. Namun masalah pemilihan calonnya. Rakyat seharusnya berpartisipasi aktif dan punya semangat yang membara seperti si teman ahok ini dalam memilih dan mengkritisi calon pemimpin di kotanya masing-masing.

Kembali lagi ke masalah taman, masyarakat juga harusnya sadar, kita juga bisa lho membuat taman dan fasilitas lain yang sesuai dengan kebutuhan, asal kita aware, pinter, dan peduli dengan politik di daerah kita tentunya.

Dengan adanya partisipasi masyarakat, prosedurnya adalah:

  1. Masyarakat membuat sebuah perkumpulan atau komunitas di kotanya masing-masing, 
  2. Mengajukan proposal terkait fasilitas yang dapat berguna bagi publik. 
  3. Crowdfunding, cari anggaran dananya dari investor atau masyarakat luas. Lebih-kurangnya, ajukan ke pemerintah. 

Bayangkan setiap kota (atau bahkan setiap distrik dalam kota) memiliki komunitas yang isinya pihak pemerintah, anak muda, dan cendekiawan yang berpartisipasi untuk membangun kotanya menjadi lebih baik. Keren kan? | Sumber: actionitems.info
Bayangkan setiap kota (atau bahkan setiap distrik dalam kota) memiliki komunitas yang isinya pihak pemerintah, anak muda, dan cendekiawan yang berpartisipasi untuk membangun kotanya menjadi lebih baik. Keren kan? | Sumber: actionitems.info
Jika begitu caranya, idealnya semua fasilitas akan jadi lebih mudah muncul pembangunannya, dan kebutuhan masyarakat jadinya tepat sasaran, karena masyarakat sendiri kan yang menciptakannya. Kalau meminjam istilah orang, istilah terbaik yang menggambarkan partisipasi publik adalah 
"Dari rakyat. Oleh rakyat. Untuk rakyat."

Lalu bagaimana jika proposal tersebut tidak digubris, ditolak, dibungkam, dianggap subversif mengganggu keamanan tanpa alasan yang jelas oleh pemerintah? (Thukul, xxxx). Kalau kata Widji Thukul, hanya ada satu kata, lawan. Namun kalau kata saya, semuanya bisa dibicarakan baik-baik dan diekspos transparansinya ke publik. Audiensi elit politik dengan masyarakat bisa menjadi pilihan. Agar jelas mengapa proposal tersebut diterima atau ditolak. Nah, jika proposal ditolak tanpa alasan yang jelas, maka kemungkinannya adalah tiga hal ini:

1. Proposal yang diajukan tidak / kurang strategis bagi kebutuhan masyarakat

2. Pemerintahnya tidak mau membantu karena alasan tertentu (kurangnya dana, SDM, dan lain sebagainya)

3. Pemerintahnya memang goblok dan ingin korupsi sendiri

Di akhir tulisan ini, saya ingin kalian coba membayangkan sesuatu. Bayangkan bagaimana jika masyarakat berpartisipasi seperti itu dalam politik Indonesia. Bayangkan semangat masyarakat ketika mau bergerak saat diperlakukan dengan tidak adil oleh elit-elit politik. Bayangkan jika masyarakatnya sadar akan hak mereka atas kota dan membangun bersama-sama kota-kota di Indonesia secara serempak. Sudah pasti Indonesia akan sedikit demi sedikit mulai berubah menjadi lebih baik.

Tentunya pertama-tama, hal tersebut harus dimulai dari kesadaran akan berpolitik. Mulai dari mengikuti pemilihan umum, kritis terhadap kebijakan elit politik, dan berkontribusi secara optimal sebagai masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun