Mohon tunggu...
Ifan EndiSusanto
Ifan EndiSusanto Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang ASN yang gemar membaca

Pejabat Fungsional Pranata Humas di Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Humas dan Contoh Kasus Manajemen Krisis

26 Juni 2018   09:17 Diperbarui: 26 Juni 2018   09:29 18605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Adanya krisis seringkali menimbulkan kepanikan, trauma, dan momok di setiap instansi maupun perusahaan. Krisis dapat disebabkan berbagai hal, antara lain bencana alam, gangguan teknis, kesalahan manusia maupun karena krisis komunikasi. 

Hamad (2016) menjelaskan, krisis merupakan "hal biasa terjadi" tapi harus segera ditanggulangi, agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi dan tentunya tidak menimbulkan korban jiwa manusia maupun korban luka-luka.

Humas merupakan garda terdepan dalam penyelesaian krisis, dan oleh karenanya perlu menguasai komunikasi krisis. Hamad (2016) menjelaskan komunikasi krisis adalah proses mengumpulkan, pengolahan dan penyebaran informasi yang diperlukan untuk mengatasi situasi krisis, karena itu komunikasi adalah inti dari manajemen krisis. Lebih lanjut, bagaimana sebuah institusi mengelola dan mengatasi krisis tersebut akan sangat menentukan persepsi dan reputasi institusi untuk waktu lama. Reputasi yang dibangun selama puluhan tahun bisa rusak dalam sekejap.

Sementara itu, Budi (2018) mengatakan bahwa manajemen krisis berhubungan dengan realitas kejadian krisis. Ini adalah manajemen sebenarnya dari situasi genting yang berlangsung dengan cepat. Manajemen krisis terkait dengan kebijakan, penyelesaian masalah dan tahap recovery. Hal ini dilaksanakan dalam rangka mencegah situasi destruktif/meningkat yang berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi lembaga, publik, karyawan, maupun pemangku kepentingan.

Dalam kaitannya dengan media, adanya krisis bisa menjadi hal yang dimanfaatkan oleh kompetitor. Apalagi, adanya perkembangan teknologi dapat mempercepat dan memperluas pemberitaan negatif. Dan, adanya pemberitaan negatif ini tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat dikelola secara proaktif. Oleh karena itu, diperlukan Tim Strategi Komunikasi Krisis dan peran juru bicara yang handal.

Terdapat berbagai contoh menarik penanganan krisis di berbagai perusahaan maupun institusi. Dan, seringkali penanganan krisis yang baik tidak berbuah hasil yang diharapkan ketika tidak dibarengi strategi komunikasi yang tepat. Misalnya kasus tumpahan minyak Deep Water Horizon tahun 2010 yang terjadi di Teluk Meksiko. 

Dalam kasus tumpahan minyak terburuk dalam sejarah Amerika tersebut, pihak British Petroleum (BP) telah melakukan berbagai upaya konservasi, ganti rugi, dan restorasi lingkungan. Bahkan, jumlah denda yang dibayar mencapai 62 milliar dollar. Namun, komunikasi krisis dianggap gagal karena CEO BP terkesan menghindar dan melemparkan tanggung jawab. 

Selain itu, CEO juga memberikan statement yang tidak tepat : "Teluk Meksiko adalah lautan yang sangat luas. Tumpahan minyak yang terjadi sangatlah kecil dibandingkan dengan total volume air laut". Komunikasi krisis yang gagal ini membuat persepsi publik terhadap BP masih buruk.

Kasus dan pendekatan berbeda dialami oleh Singapore Airlines. Pada Oktober 2000, pesawat Boeing 747-400 Singapore Airlines dengan kode penerbangan SQ-006 dari Taipei menuju Los Angelos, USA, mengalami kecelakaan hanya 10 detik setelah lepas landas dari Bandara Chiang Kai-sek, Taipei, Taiwan. Pesawat itu jatuh   menimpa pesawat China Airlines 2601TW yang sedang parkir di tarmak (pelataran parkir pesawat terbang), patah tiga dan terbakar. Dari 179 penumpang, korban tewas mencapai 81 orang dan puluhan lainnya luka-luka.

Pihak SQ menyatakan penyesalan yang mendalam atas musibah ini dan bertanggungjawab atas keselamatan penumpangnya. SQ menyatakan musibah ini merupakan pelajaran sangat berharga bagi SQ untuk terus meningkatkan layanan dan keselamatan penumpangnya. Tanpa memperdebatkan siapa yang bersalah, tanpa menunggu keputusan pengadilan, SQ menyatakan kesediaan membayar kompensasi US$ 400.000 kepada keluarga penumpang atau kru yang meninggal, serta paket ganti rugi mencapai total US$ 32,8 juta (setara Rp 295,2 miliar lebih kurs waktu itu) bagi yang cedera, dan sejumlah besar lagi bagi mereka yang selamat. Jumlah kompensasi ini jauh melebihi ketentuan  internasional menyangkut klaim kecelakaan pesawat.

Hasilnya, banyak pujian atas sikap SQ sigap mengambil tindakan dan bertanggungjawab, termasuk dalam pembiayaan di rumah sakit, hotel, dll. Harga saham SQ yang sempat jatuh segera naik kembali dan citra SQ sebagai maskapai penerbangan dengan tingkat keselamatan penumpang terbaik tidak cedera. Para calon penumpang tetap mempercayai maskapai penerbangan ini. Jumlah penumpang SQ tidak berkurang, bahkan penerbangan 1 November pun tetap penuh.

Dalam skala yang berbeda, beberapa waktu yang lalu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga sempat didera krisis yang disebabkan kecelakaan/insiden dalam pembangunan jalan tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) yang menimbulkan tujuh korban luka-luka. Apalagi, dalam waktu yang hampir bersamaan terdapat pula kecelakaan kerja di ruas tol yang lain. 

Sebagai langkah penanganan, selain mencari penyebab terjadinya kecelakaan, Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono berdasarkan instruksi Presiden Joko Widodo kemudian melakukan moratorium proyek konstruksi elevated seperti jalan layang tol maupun non-tol dan jembatan pada 20 Februari 2018 (moratorium ini kemudian dicabut pada 3 Maret 2018).

Langkah Kementerian PUPR tersebut ternyata tepat dan mendapat dukungan banyak pihak. Misalnya, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo yang mengapresiasi langkah pemerintah yang melakukan moratorium atau menghentikan sementara seluruh proyek tol layang di Indonesia untuk dilakukan evaluasi secara komprehensif. Selain itu, langkah moratorium juga membuat pemberitaan negatif tentang pembangunan infrastruktur tidak lagi sering muncul di media.Hal ini penting mengingat pembangunan infrastruktur merupakan salah satu program prioritas pemerintah di era Presiden Jokowi.

Sebagai penutup, Hamad (2016) menjelaskan rumusan untuk mengelola krisis dikenal sebagai 4R : Regret, Responsibility, Reform dan Restitution. 

Regret : nyatakan penyesalan atas peristiwa yang terjadi. Tegaskan bahwa hal ini sama-sama bukan merupakan keinginan kita semua. 

Responsibility: tegaskan bahwa institusi/perusahaan bertanggungjawab atas kejadian yang tak diinginkan ini. 

Reform : tegaskan bahwa institusi/perusahaan telah melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki keadaan, serta mencegah terjadinya hal yang serupa di masa mendatang. 

Restitution: berikan kompensasi/ganti rugi. Untuk yang bersifat material ganti rugi diberikan dalam bentuk uang atau barang yang senilai atau lebih besar. Untuk yang bersifat moril, berikan perhatian, tindakan perbaikan serta sikap menyesal yang tidak dibuat-buat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun