Perjalanan Pendidikan Nasional di Indonesia
Oleh Ifa Isnaini
- Pengetahuan dan pendidikan adalah kedua unit yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya menjadi satu kesatuan yang mengikat dan saling beriringan. Keterikatan inilah menjadi investasi sumber daya yang penting bagi suatu negara. Melalui pendidikan, negara mampu menciptakan generasi muda yang berkarakter dan menjadi kunci kemajuan suatu bangsa. Maka tidak heran jika di Indonesia pendidikan telah di atur sedemikian rupa dalam undang-undang. Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
- Pendidikan menjadi garda utama setiap insan di dunia. Mereka yang cinta untuk belajar akan berupaya untuk berproses, memahami, mengenali dan belajar demi pengetahuan yang baru. Kendati demikian problematika dunia pendidikan dari dahulu hingga sekarang masih eksis dan akan terus bertransformasi. Tidak hanya orang awam, para cendekia pada masanyapun berbeda-beda dalam memaknai arti pendidikan yang sesungguhnya. Sehingga dalam mengkaji fenomena pendidikan selalu mengalami perkembangan yang dinamis. Oleh karena itu, perlu mengetahui bagaimana perjalanan pendidikan yang terjadi di Indonesia.
Pendidikan pada Masa Kolonial Belanda
Kedatangan Belanda abad ke-16 memberikan pengaruh besar terhadap pendidikan di bumi Nusantara. Kebijakan yang diterapkan cenderung mendiskrimasi dan menghambat masyarakat lokal. Berdirinya VOC memperparah kondisi masyarakat karena hanya dijadikan sasaran dalam pemenuhan usaha dagang Belanda. Selain berdagang penyebaran agama menjadi pelopor adanya sekolah. Sekolah didirikan di Pulau Ambon dan Pulau Bacan (Maluku) (Syaharuddin & Susanto, 2019) dengan tujuan mendidik calon pegawai VOC. Tetapi abad ke-17 VOC bangkrut dan daerah jajahan Belanda berganti menjadi Hindia Belanda. Perkembangan pendidikan yang digaungkan oleh pemerintah Hindia Belanda dari abad ke-18 sampai penghujung abad ke-19 tidak terlaksana secara optimal. Wacana yang diberikan hanya pemanis agar penduduk mau belajar untuk dijadikan calon pegawai membantu pemerintah Belanda. Hingga pada abad ke-20 nampak kebaharuan pada pendidikan di Hindia Belanda yakni adanya paham liberalism. Menurut Rifai dalam (Syaharuddin & Susanto, 2019) politik pendidikan Belanda memiliki ciri sebagai berikut; Pertama, adanya perbedaan pendidikan yang tajam pada kalangan pribumi dan Belanda. Kedua, Kontrol dari pusat yang kuat. Ketiga, kurangnya perencanaan pendidikan untuk penduduk pribumi.
Intervensi Politik Etis pada Pendidikan di Indonesia
Penerapan politik etis berpengaruh pada corak pendidikan di Indonesia yang condong ke Barat. Seperti pergeseran pendidikan penduduk Bumiputera yang fokus mengikuti pembelajaran gaya Eropa. Pasalnya pendidikan masa penjajahan banyak terintervensi dari kepentingan penjajah. Maka tidak heran jika didalamnya membentuk hegemoni kekuasaan (Syaharuddin & Susanto, 2019). Sisi positif dari politik etis adalah kemunculan cendekia yang mempengaruhi pergerakan di Indonesia. Cendekia dari berbagai agama dan organisasi pendidikan menaruh minat untuk melakukan transformasi pendidikan di Indonesia.
Pendidikan Masa Penjajah Jepang
Kehadiran penjajah Jepang berpengaruh pada bangsa ini secara umum dan pendidikan secara khusus. Sistem pendidikan Jepang berkiblat pada perang pasifik. Sehingga fokus pengajaran pun mengalami perubahan karena luaran yang dihasilkan dari pendidikan adalah untuk membantu kepentingan Jepang dalam berperang. Adanya dualism pendidikan yang hanya dilaksanakan satu jenis sekolah rendah bernama “Sekolah Rakyat” atau Kokumin Gakko ditempuh selama 6 tahun. Kemudian muncul sekolah kejuruan khusus guru dalam mempersiapkan pendidik untuk memompa dan mempropagandakan semangat juang Jepang kepada penduduk pribumi (Rahayu, 2020).
Kebangkitan Pendidikan Pasca Kemerdekaan
Pasca kemerdekaan, pendidikan mengalami perubahan yakni adanya periodesasi tahun 1945-1950 atau masa orde lama. Masa orde lama, Soekarno memberikan ruang kebebasan pendidikan dari belenggu penjajah. Pendidikan ditekankan pada semangat nasionalisasi dan ideologisasi (Fadli & Kumalasari, 2019). Walaupun pada penerapannya masih dibayangi oleh pengajaran zaman penjajah Jepang. Sistem pendidikan periode ini terbagi menjadi dua yakni untuk sekolah rakyat bagi pendidikan rendah dan sekolah tinggi republik bagi pendidikan tinggi.
Masa orde baru melanjutkan pelaksanaan sistem kebijakan yang telah diatur sebelumnya melalui perundang-undangan yang berlaku. Namun terdapat identitas yang menonjol pada masa orde baru berkaitan dengan pembangunan. Implementasi kurikulum menekankan pada proses sehingga penting dalam pelaksanaan pendidikan.
Masa reformasi dipengaruhi oleh konstitusi yang menjadi salah satu rancangan reformasi. Lembaga pendidikan tinggi tidak terintervensi pengaruh dari luar, sehingga diberikan kebebasan ruang bagi lembaga tinggi. Pendidikan berbasis keagamaan mendapat perhatian khusus karena berada di bawah naungan kementerian agama sedangkan pendidikan umum berada di bawah kementerian pendidikan.
Refleksi Hakikat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Perkembangan zaman yang semakin modern dan pengaruh dari kebudayaan asing tidak dapat dipungkiri lagi telah menyelam begitu dalam dibenak masyarakat kita. Menjadi sebuah ironi tatkala masyarakat menelan mentah-mentah budaya luar tanpa memfilternya. Globalisasi yang dibuntuti oleh kapitalis menyebabkan tidak optimalnya sistem pendidikan sebagai upaya mencerdaskan bangsa bukan justru menggeser nilai-nilai yang telah mapan sebagaimana sumbangsih dari pahlawan pendidikan Ki Hadjar Dewantara.
Oleh karena itu, konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah salah satu konsep yang tepat bagi bangsa di Indonesia. Falsafah beliau yang populer yakni semboyan Ing Ngarso Sung Tulodo artinya pendidik berada di depan memberi teladan; Ing Madyo Mangun Karso artinya pendidik selalu berada di tengah dan terus memotivasi, dan Tut Wuri Handayani artinya pendidik selalu mendukung dan mendorong peserta didik untuk maju. Falsafah mulia tersebut seiring perkembangan zaman hanya menjadi semboyan yang keberadaannya menjabat sebagai kata-kata mutiara yang terpajang di dinding-dinding ruang kelas dan sudah jarang kita lihat aplikatifnya dalam kehidupan sehari-hari.
Rupanya dikesampingkannya penerapan pendidikan Ki Hadjar Dewantara diakibatkan oleh minimnya kajian, sosialisasi, dan dukungan dari pengambil kebijakan (Musanna, 2017). Tidak hanya itu, perkembangan zaman akibat globalisasi juga berpengaruh pada revolusi teknologi dan informasi. Sehingga timbul kemudahan dalam mengakses informasi terkait pendidikan di luar Indonesia. Jika para pengambil kebijakan maupun para generasi tidak menanamkan sedari awal untuk memfilter dan tetap melestarikan budaya pendidikan yang telah lama mengakar di Indonesia. Maka akan sangat mudah untuk dipengaruhi dengan sistem maupun pengelolaan pendidikan dari negara lain.
Dengan demikian, dalam memprioritaskan pendidikan berdasar nilai-nilai budaya bangsa untuk mewujudkan daya saing dan karakter bangsa diperlukan upaya kesadaran bersama dalam mengembangkan pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman atas realitas ini melalui indigenisasi. Indigenisasi bertujuan mentransformasi konsep dari perspektif dunia Barat agar disesuaikan dengan keperluan pendidikan di Indonesia.
Indigenisasi yang dapat kita lakukan dengan dua hal yaitu; pertama melalui implementasi kurikulum merdeka yang memberikan ruang kebebasan bagi sekolah dalam meningkatkan potensi dan keterampilan peserta didik. Kedua, penerapan konsep pendidikan yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara yang menghasilkan manusia tangguh dalam kehidupan bermasyarakat, bermoral, tidak menyalahgunakan kewenangan, tidak memanipulasi keuangan, dan tidak melanggar kesusilaan. Selain itu, sistem among juga merupakan sistem yang digalakkan Ki Hadjar Dewantara, dimana sistem tersebut bernafas pada kekeluargaan yaitu: kodrat alam sebagai syarat kemajuan dan kemerdekaan sebagai syarat menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak agar memiliki pribadi yang kuat dalam berpikir serta bertindak (Suparlan, 2015).
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa perjalanan pendidikan nasional dapat disimpulkan menurut hemat saya adalah proses transformasi kebaharuan. Kebaharuan disini adalah penerapan sistem pendidikan, kurikulum beserta elemen lainnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Apabila melihat aspek kurikulum pada dasarnya, merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Sehingga sebagai calon pendidik dapat mengambil sisi kelebihan dari penyempurnaan kurikulum yang sekarang berlaku. Kemudian perubahan yang saya alami setelah mempelajari materi ini adalah saya berusaha menjadi pendidik yang meimplementasikan konsep pengajaran dari Ki Hadjar Dewantara yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo artinya pendidik berada di depan memberi teladan; Ing Madyo Mangun Karso artinya pendidik selalu berada di tengah dan terus memotivasi, dan Tut Wuri Handayani artinya pendidik selalu mendukung dan mendorong peserta didik untuk maju.
Harapannya dengan mengaplikasikan falsafah Ki Hadjar Dewantara pendidik dan peserta didik saling bersinergi menciptakan ekosistem lingkungan sekolah yang kondusif, humanis, dan berdasar pada potensi peserta didik. Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara mengamalkan nilai-nilai kearifan lokal bangsa yang secara tidak langsung menempatkan kita pada posisi untuk tetap melestarikan budaya bangsa melalui sistem pendidikan yang menurut saya lebih konsisten.
Daftar Referensi
Fadli & Kumalasari. (2019). Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Lama (Periode 1945-1966). JURNAL AGASTYA, 9(2), 157–171. Retrieved from http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/JA/article/view/4168/2253
Musanna, Al. 2017. Indigenisasi Pendidikan: Rasionalitas Revitalisasi Praksis Pendidikan Ki
Hadjar Dewantara. STAIN Gajah Putih Takengon. Aceh Tengah: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Vol. 2. Nomor 1.
Rahayu, S. S. (2020, August). Sejarah Pendidikan Indonesia dari Masa ke Masa Membentuk Karakter Pribadi Pribumi Bangsa. Universitas Negeri Malang. Retrieved from http://formadiksi.um.ac.id/sejarah-pendidikan-indonesia-dari-masa-ke-masa-membentuk-karakter-pribadi-pribumi-bangsa/
Suparlan, Henricus. 2015. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Sumbangannya Bagi
Pendidikan Indonesia. Fakultas Psikologi. Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa: Jurnal
Filsafat, Vol. 25. No. 1.
Syaharuddin & Susanto. (2019). Sejarah Pendidikan Indonesia (Era Pra Kolonialisme Nusantara sampai Reformasi) (B. Subiyakto, ed.). Retrieved from http://eprints.ulm.ac.id/8602/2/56.2. Sejarah Pendidikan Indonesia %28Sudah Edit%29.pdf
Catatan:
Artikel telah terpublikasi di blog
https://ifaisnaini23.blogspot.com/2022/10/perjalanan-pendidikan-nasional-di.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H