Mohon tunggu...
Ifah Latifah
Ifah Latifah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penulis buku antologi Guru Profesional (Laikesa: 2020). Antologi Jawaban dari Tuhan (Dd Publishing:2020). Antologi Mengedukasi Negeri (Madani Kreatif: 2020) Guru Limited Edition ( Pustaka Literasi : 2021) Puisi 1000 penggiat Literasi judul Indonesia bangkit(Geliat gemilang abad i: 2021) Nak sungguh aku mencintaimu ( Little Soleil : 2021)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jejak Patih Gajah Mada di Bumi Muda Sedia (Part 2)

4 Februari 2022   05:27 Diperbarui: 4 Februari 2022   05:37 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI - Istana Karang Aceh Tamiang(https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditkma) 

Penyerangan Kedua, kapal Gajah Mada berhadapan langsung dengan kapal Laksaman Kantomana. dan Pasukan tentara darat di pimpin oleh panglima besar Getam Batu bersama Mangkuraja Muda sedinu. Kali ini  Raja Muda Sedia di bantu oleh bala tentara dari kerajaan samudera Pasai.

Kerajaan Majapahit mulai melemah, sehingga mereka memutuskan untuk mundur dan berlayar kembali. Pelayaran Armada perang Majapahit kali ini sampai pada wilayah Teluk Haru Pangkalan Susu. Sedangkan tempat peperangan itu di sebut dengan nama" Kuale Raja Ulak. Yaitu yang berarti Raja yang balik mundur.

Kerajaan Majapahit masih menyimpan hasrat yang sangat besar untuk menaklukan Kerajaan Tamiang, mereka menyusun kekuatan baru. Raja Muda sedia mengetahui rencana Majapahit untuk menyerang kembali kerajaan Tamiang. Raja memerintahkan untuk membuat bahtera yang besar. 

Di daerah Seumadam di temukan sebatang Pohon medang Ara yang besar  yang dianggap cocok untuk di jadikan bahtera.Pohon Medang Ara di tebang dengan menunaikan syarat menyembelih seekor kerbau. Namun tujuh hari telah berlalu, jangankan tumbang, pohon tersebut bahkan tidak termakan oleh kapak dan beliung.

Di ceritakan pada malam jumat seorang datuk menteri yang berkemah di tempat itu bermimpi bertemu dengan seorang tua yang berjenggot putih. Orang tua itu melarang menebang pohon Medang Ara karena merupakan Benuang Negeri Tamiang (tuah atau pelindung Negeri Tamiang) Jikalau di tebang juga niscaya kerajaan Tamiang akan sengsara dan kota Benua akan binasa menjadi abu.

Peristiwa mimpi datuk menteri di sampaikan kepada paduka Raja Muda Sedia. Namun Raja Muda Sedia tetap berniat menebang pohon tersebut. Berhari-hari pohon tersebut belum juga roboh, hingga suatu hari pada malam jum'at angin berhembus sepoi-sepoi. Bau wangi pohon Medang Ara menyebar ke rumah-rumah penduduk.

Harum wewangian pohon Medang Ara menyebabkan penduduk kota Benua tertidur pulas. Tanpa di sangka, pohon Medang Ara  perlahan terangkat akarnya dan turun dengan sendirinya menuju sungai Simpang Kiri menuju ke laut , dan hanyut sampai ke Pulau Sesembilan sekarang di kenal dengan nama Pulau Sembilan yang telah masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara,

Bekas lintasan kayu Medang Ara mebentuk lobang besar seperti sebuah paya (rawa-rawa). Paya tersebut di beri nama " Paya Sane Ngulor" atau "Paya hantu turun" yang terdapat didaerah bukit semadam. Sejak saat itu Pohon Medang Ara tiada lagi yang berani menebangnya. Jikalau ada yang menebang melalui proses di syarati terlebih dahulu.

Kayu medang tersebut hanyut sampai keperkemahan Patih Gajah Mada. Patih Gajah Mada bermimpi pula bertemu dengan orang tua bersorban dan bejenggot. 

Orang tua tersebut memerintahkan kepada Patih Gajah Mada untuk membuat batera dan menyerang kerajaan Benua.  Dengan syarat tidak boleh melalui kuala besar sungai Iyu, karena penjagaan disana sangat ketat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun