Sudah umum kalimat, andai aku menjadi dia, ….
Andai aku menjadi dia, mungkin aku akan lebih bahagia dari saat ini.
Andai aku menjadi dia, aku mungkin bisa makan di restoran terenak.
Andai aku menjadi dia, aku akan bebas liburan ke luar negeri semauku.
Andai aku menjadi dia, mungkin aku akan lebih populer dari saat ini.
Andai aku menjadi dia, aku bisa mengenakan baju apa saja.
Dan pengandaian-pengandaian yang lain.
Setiap individu dilahirkan dengan kondisi yang berbeda-beda, kesulitan yang berbeda, pun dengan kesenangan. Putri Tanjung menjadi sasaran warganet karena terlahir kaya seolah-olah semasa hidupnya dia tak pernah berusaha sedikitpun.Â
Kritik yang dilayangkan warganet memang pada awalnya ada benarnya, tapi semakin lama semakin banyak warganet yang mengkritik atas dasar iri semata, tidak lagi fokus pada topik utamanya.Â
Semua yang dikatakan Putri Tanjung di media diangkat kembali dan disalah-salahkan. Bukankah sudah cukup? Pada dasarnya dunia memang tidak adil. Kita terlahir tidak sekaya Putri Tanjung pun bukan salah siapa-siapa.
Siapa juga yang mau disalahkan atas hidup yang kita punya dan jalani ini? Menyalahkan orang lain tidak akan menghapus kesulitan-kesulitan kita. Tapi bukan berarti air mata dan perjuangan kita sebagai seseorang yang tidak sama dengan Putri Tanjung merupakan privilege seperti komentar salah satu selebgram (atau apalah itu saya tidak kenal).Â
Bisakah kita fokus ke diri kita masing-masing tanpa menghujat atau menjatuhkan orang lain? Hidup kita lebih membutuhkan perhatian dari diri kita sendiri dibandingkan dari orang lain.Â
Hal yang membuat kita tidak senang tanpa mengganggu prinsip hidup kita lebih baik diabaikan saja. Pengandaian-pengandaian yang dibuat cukup untuk memberikan kita energi untuk bisa meraih posisi yang kita andaikan atau impikan tanpa mengganggu orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H