“Kamu ikut les piano hari senin, selasa karate, rabu matematika, kamis bahasa inggris, jumat les ngaji, sabtu les renang…” (minggu pingsan….). enggak heran, banyak orang tua yang mengeluh merasa biaya yang dikeluarkan tidak sesuai dengan hasil dari si anak.
Jadi, saya dengan (kadang) sedikit jutek, melarang emak emak dan bapak bapak tipe demikian seperti disebutkan di atas untuk menjalankan program homeschooling bagi anak anaknya. Kenapa? Bukankah menjalankan sistem pendidikan yang diinginkan, merupakan hak asasi setiap orang tua? Betul. Tapi percayalah, jika anda termasuk tipe ibu dan bapak seperti di atas, anda hanya akan menambah jumlah anak dan orang tua stress barengan.
Program homeschooling adalah semacam sistem pendidikan alternative yang memberikan lebih banyak ruang untuk searching, finding, and developing everything in living better life, terutama bagi anak. Jadi, proses pendidikan dibuat senyaman mungkin, sehingga anak tidak hanya mampu menyerap nilai yang berhubungan dengan ketrampilan akademis, namun juga bisa lebih banyak menyerap nilai nilai kehidupan dan ketrampilan menjalani hidup (adversity quotient). Anak dan orang tua sama sama belajar, tidak ada yang selalu harus jadi pakar dan (bu)kar. Kalau bapak kan pakar, kalau ibu ya bukar. Anak dan orang tua sama sama mencari dan menemukan gaya belajar, minat, bakat, dan banyak hal-hal exciting lain, yang mungkin belum atau tidak ditemukan di bangku pendidikan formal.
Ada rules yang tidak tertulis yang diperhatikan sangat bagi para pelaku homeschooling, yaitu jangan saling memaksakan kehendak, dan jangan terburu membuat blue print masa depan anak. Percaya deh, proses mencari, menemukan, dan membangun itu indah. Selalu ada kejutan manis setiap hari yang dialami. Menakjubkan dan mencengangkan, sekaligus membuat banyak mengucap istighfar, hamdalah, dan kalimat tasbih. Mewujudkan cita cita anak dengan mendampinginya menemukan cita cita itu sendiri.
Homeschooling adalah proses mendekatkan dan mengikatkan hubungan orang tua dan anak, bukan untuk menjadikan anak manja, namun justru membangun karakter anak dengan mencontoh yang terbaik dari orang orang di sekelilingnya. Ada proses walk the talk bagi orang tua, ada proses Belajar kepada maestro atau ahlinya, bagi anak.
Nah, kalau begini, biayanya enggak terukur dong?
Saya sih fleksibel saja. Kadang memang biayanya lebih mahal dari spp bocah, kadang sama dan kadang bisa lebih murah. Tergantung, apa yang dipelajari, apa yang dibutuhkan, bisa enggak disiasati dengan materi dan bahan yang ada. Tergantung kreativitas orang tua dan anak. Ikut satu atau beberapa komunitas juga cukup membantu proses pendidikan dan kalkulasi biaya lho. Fleksibel banget kok. Menurut pengalaman saya, jarang sekali biaya pendidikan anak-anak selama menjalani Homeschooling lebih mahal dari biaya sekolah mereka yang sebelumnya di swasta nasional dan IT-IT itu. Maklumlah, kami hanya keluarga PNS dan dosen.
Tapiiii… yang namanya mewujudkan cita cita anak selalu bukan hal yang mudah. Ada yang harus dipersiapkan, termasuk biaya. Jangan anggap sepele persiapan biaya ini. Paling tidak ada 5 hal yang saya lakukan untuk itu:
- Menghemat biaya dengan membeli materi dan bahan pendidikan yang semurah mungkin dengan kualitas baik, juga menghemat anggaran internet, TV berlangganan, listrik dan air misalnya.
- Menyediakan pos tabungan baik berupa tabungan, deposito, ataupun celengan receh. Ini berguna sekali di tanggal tua dimana kebiasaan korek korek dompet merupakan hal yang lazim bagi emak emak istri PNS begini.
- Menyediakan asuransi pendidikan bagi anak, dimana saya sudah percaya pada Bumiputera 1912 yang sudah dikenal lama di masyarakat kita. Preminya juga memadai banget buat dompet kami. Proses pembayaran dan klaimnya juga mudah, enggak ribet bagi ibu ibu gampang panic kayak saya.
- Mengajak anak berwirausaha, belajar tentunya, dengan misalnya mengajarinya berjualan, mengelola uangnya, dan meng-update ilmunya.
- Mengajarkan anak bertanggung jawab atas semua pilihan yang dia buat. Misalnya anak saya ingin ikut Pramuka, Panahan, Robotic, dan les gitar. Benarkah ia serius atau hanya ingin coba coba? Ajarkan bahwa semua itu harus dibayar dan uangnya diperoleh dari kerja keras ayah dan ibu.
Itu yang sudah saya praktekkan. So far, kedua anak saya yang homeschoolers, Ahya dan Bebeb bisa menjalani pendidikannya di rumah dengan tenang, nyaman, dan bahagia. Ahya yang ingin jadi seorang movie maker dan anime maker, dan Bebeb yang masih mencari, tetap semangat menjalani Homeschooling-nya. Demikian juga si sulung Akna yang ingin jadi programmer dan mulai rajin mengasah ilmunya.