Mohon tunggu...
Nurul Hanifah
Nurul Hanifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Hobi menulis kadang-kadang

Selanjutnya

Tutup

Film

Film "Yuni": Kuasa Patriarki pada Hidup Perempuan

5 Januari 2024   18:50 Diperbarui: 5 Januari 2024   18:54 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 4. Pendapat tentang anak perempuan harus segera menikah (Sumber: Film "Yuni" 2021) 

Sebagian orang mungkin menonton sebuah film hanya sebagai hiburan semata, oleh karena itu kali ini kita akan melihat bagaimana sebuah film merepresentasikan sebuah isu di masyarakat. Di negara kita, Indonesia, budaya patriarki masih melekat pada kehidupan masyarakatnya. Patriarki sendiri mempunyai arti sebuah sistem sosial dimana laki-laki ditempatkan pada posisi sentral dan dianggap sebagai sosok otoritas pada sebuah organisasi sosial. Perempuan diposisikan sebagai yang lebih rendah daripada laki-laki dalam berbagai aspek sosial, budaya, maupun ekonomi (Israpil 2017). 

Industri hiburan khususnya perfilman seringkali mngangkat isu yang melekat pada masyarakat khususnya patriarki. Film yang berjudul "Yuni" karya Kamila Andini ini termasuk kedalam film yang mengangkat isu perempuan. Sebelum diputar masal di Indonesia, terlebih dahulu film ini diputar di acara festival-festival film. Film ini juga menjadi perwakilan Indonesia pada Academi Awards 2022. 

Film yang mengangkat isu perempuan dapat menggambarkan berbagai gambaran yang beragam mengenai peristiwa yang kerap terjadi kepada perempuan. Mengangkat isu perempuan dalam sebuah film mempunyai urgensi yang mendasar. Budaya patriarki menjadi masalah yang tidak sederhana di Indonesia. Perempuan menghadapi kekerasan dan diskriminasi pada berbagai aspek sosial seperti kesehatan, ekonomi, pendidikan, politik, dan lain-lain (Khanifah and Fajriyah 2023). Film "Yuni" sendiri erat kaitannya dengan budaya Jawa Barat. Berbagai adegan pada film karya Kamila Andidni ini secara tidak langsung merepresentasikan budaya patriarki. Meskipun film ini menggunakan Bahasa Jawa, namun terdapat subtitle Bahasa Indonesia yang mampu memudahkan penonton untuk memahami. Film ini lekat dengan warna ungu. Mulai dari poster yang digunakan pun menggunakan warna ungu sebagai dominasi warnanya. Di Indonesia, warna ungu kerap kali dihubungkan dengan sebuah mitos sebagai warna janda (Kusuma, Saifudin, and Fittron 2022). Ditampilkan pula beberapa tulisan yang merepresentasikan budaya patriarki di Indonesia. Beberapa tulisan itu antara lain: Kapan kawin?, Istri harus nurut suami, Masak-nyuci-ngepel-ngurus anak, Anak perawan gak boleh duduk didepan pintu nanti gak dapet jodoh, Ngapain sekolah tinggi2? Perempuan ujung-ujungnya Cuma di dapur, Aku perepmuan bebas, dan lain-lain. Alur cerita pada film ini sudah tercermin dengan jelas ketika kita memahami poster film Yuni ini. 

Beralih ke film nya sendiri, kita akan melihat bagaimana film ini banyak menyoroti isu-isu perempuan, antara lain : 

Gambar 2. Pengumuman tes keperawanan wajib bagi seluruh siswa perempuan (Sumber: Film
Gambar 2. Pengumuman tes keperawanan wajib bagi seluruh siswa perempuan (Sumber: Film "Yuni" 2021) 
Cuplikan tersebut merupakan cuplikan adegan dimana wakil bupati berbicara di depan para siswa mengenai rencana tes keperawanan yang mengharuskan semua siswi nya mengikuti tes tersebut. Dari cuplikan ini kita bisa melihat bahwa negara turut menjaga dan memelihara budaya patriarki. Tanpa kita sadari memang budaya patriarki ini sudah berlangsung lama, sehingga banyak masyarakat menganggap bahwa ini merupakan hal yang wajar. 

Cuplikan adegan dalam film ini menampilkan adanya mitos dan kepercayaan yang melekat pada masyarakat dan dihubungkan dengan moral seorang perempuan. Kepercayaan yang berkembang di masyarakat ini menganggap jika selaputdara seorang perempuan masih utuh maka perempuan dianggap suci dan bisa menjaga diri. Sebaliknya, jika selaput dara seorang perempuan tidak utuh maka dianggap sebagai perempuan yang sudah rusak. 

Gambar 3. Cerita Suci Cute sulit hamil saat menikah muda (Sumber: Film
Gambar 3. Cerita Suci Cute sulit hamil saat menikah muda (Sumber: Film "Yuni" 2021) 
Adegan tersebut merupakan sebuah cuplikan dimana Yuni bertemu dengan pekerja salon bernama Suci. Digambarkan Suci merupakan seorang janda yang pernah menikah pada saat usianya masih terbilang sangat muda. Pada saat ia menikah muda tersebut ia susah hamil dan mengalami keguguran berkali-kali. Hal itulah yang membuat rumah tangga Suci berakhir. Padahal saat itu Suci sudah datang ke dokter dan dikatakan alasan ia sulit hamil dikarenakan rahim nya yang masih belum kuat di usianya yang masih belia. Selain itu Suci juga mendapat KDRT dari mantan suaminya, namun keluarga tidak ada yang mempercayainya malah menuduh Suci sebagai perempuan lebay. 

Cerita Suci ini menggambarkan dampak adanya pernikahan dini yang sering terjadi di masyarakat Indonesia. Pada usia 13-15tahun memang kondisi fisik perempuan belum siap untuk adanya kehamilan dalam perutnya. Adanya KDRT yang dilakukan mantan suami Suci juga menguatkan adanya budaya patriarki di masyarakat, dimana laki-laki dianggap superior. 

Gambar 4. Pendapat tentang anak perempuan harus segera menikah (Sumber: Film
Gambar 4. Pendapat tentang anak perempuan harus segera menikah (Sumber: Film "Yuni" 2021) 
Gambar tersebut merupakan momen saat Yuni pulang sekolah dan mampir kewarung untuk membeli sesuatu. Disana Yuni bertemu dengan segerombol ibu-ibu yang sedang berbincang. Disaat sedang berbincang salah satu ibu menyeletuk "Makanya anak kalau udah punya kekasih, jangan lama-lama. Langsung diijabkan. Dikawinkan. Nanti kalau kenapa-kenapa, hamil duluan, kan kita yang malu,". Ibu lain lalu menjawab, "Kalau ada yang ngelamar, berkah ya Bu". Fokus Yunisempat teralihkan ke pembicaraan ibu-ibu tersebut. Padahal disitu Yuni berencana untuk melanjutkan bangku pendidikannya. Momen ini menggambarkan tuntutan perempuan untuk menikah secepat mungkin. Sehingga kebebasan atas pilihan hidupnya tidak bisa dikontrol oleh perempuan itu sendiri. 

Gambar 5. Tetangga Yuni bertanya tentang keputusan lamaran pertama Yuni (Sumber: Film
Gambar 5. Tetangga Yuni bertanya tentang keputusan lamaran pertama Yuni (Sumber: Film "Yuni" 2021) 
Cuplikan adegan pada scene tersebut memperlihatkan Yuni saat pertama kali dilamar oleh seseorang. Saat itu Yuni masih bimbang dan sangat tidak siap dengan lamaran ini. Ibu-ibu tetangga Yuni yang kala itu sedang berkumpul di rumah Yuni berbincang-bincang dan ada seorang ibu-ibu yang berceletuk, "Gimana lamarannya? Diterima nggak? Si Iman sekarang katanya kerja di pabrik. Lumayan loh, susah itu masuknya". Yuni pun menjawab, "Iya bu, masih dipikirkan. Entahlah, kayaknya Yuni pingin sekolah dulu". Lalu ibu itu berkata, "Emang sekolah tinggi-tinggi mau jadi apa Yun? Perempuan yang penting dapur,sumur, kasur". 

       Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa perempuan dianggap bergantung secara materi terhadap laki-laki. Seakan-akan perempuan tidak bisa hidup jika tanpa seorang lelaki. Makna kalimat yang diucapkan si ibu tersebut menandakan tanggung jawab seorang perempuan untuk memasak, mencuci piring,mencuci dan menjemur pakaian, dll. Perempuan tidak dianjurkan untuk berkerja dan berpenghasilan sendiri. Perempuan hanya dijadikan pemuas seksualitas. 

Lantas Bagaimana?  

       Di era modern seperti sekarang, sudah semestinya budaya patriarki tidak lagi mengikat di masyarakat. Perempuan maupun laki-laki bisa sama-sama bertumbuh dan berkembang. Mereka bisa menjadi apa saja sesuai kehendak mereka. Namun juga perempuan harus bisa menjaga kehormatan dan harga diri yang mereka miliki supaya perempuan tidak lagi diperlakukan semena-mena dan dapat mencapai kesetaraan. 

       Sebagai struktur sosial yang sudah melekat sejak dulu, konsep bias gender sudah memunculkan banyak kerugian bagi perempuan, dampak yang ditimbulkan pun besar. Kesetaraan gender disini bukan secara gamblang bermaksud perempuan dan laki-laki akan seluruhnya sama di semua bidang. Dalam bidang pendidikan dan pekerjan khususnya, perempuan juga memiliki hak yang sama. 

       Perjalanan untuk mencapai kesetaraan ini dapat kita upayakan dengan beberapa hal seperti(Zuhri and Amalia 2022) : 

1. Sosialisasi sejak dini dalam lingkup keluarga. 

2. Pendidikan mengenai kesetaraan gender mulai dari sekolah dasar. 

3. Kampanye soal perempuan di masyarakat. 

4. Memperluas gerak perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. 

5. Penegakan Hak Asasi Manusia bagi perempuan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun