Bagi orang NTT pada umumnya, di perantauan siapa saja yang dijumpai baik dari ujung Timur, Barat, Utara atau Selatan, ketika bertemu semunya adalah saudara. Bukan tentang berapa lama kamu mengenal orang tersebut, asalkan kamu menyebut nama dan daerah asal, seketika itu juga kamu menjadi saudara, menjadi akrab.
Hal ini sudah semacam budaya dan tradisi turun temurun. Inilah salah satu keistimewaan orang NTT, dimana para pemilik hati yang besar, tegas pada prinsip, dan tulus menerima juga merangkul siapa saja dengan sistim kekeluargaan. Tidak percaya? Bertemanlah dulu dengan orang-orang NTT.
Tentang karakter internal orang NTT yang perlu diketahui adalah dimana sikap dan perilaku yang terbentuk sejak kecil, untuk berbuat baik, memahami sebuah arti kebersamaan, sikap toleransi terhadap sesama, jujur, perilaku gotong-royong – suka menolong, dan tidak mudah menyerah.
Abang Louis adalah salah satu dari sekian banyak kenalan asal Riung yang sudah seperti saudara kandung. Mengenalnya sejak February 2018.
Saat ini, ia bekerja sambil menempuh S2 program studi arsitek.
“Ada yang enak ko taun baru?”
“Ini, baru pulang dari warung beli daun pepaya. Biar mengawali tahun baru dengan yang pahit saja. Supaya endingnya manis. Daripada manis di awal, endingnya – hmm, empedu. Hahaha.”
“Kami meluncur kesitu.”
“Gaaskan.”
Dua puluh menit kemudian, mereka tiba dengan selamat di tempat tinggal saya tanpa ada kejanggalan di jalan, ataupun kehujanan.
“Selamat Tahun Baru!”
Kami saling berjabat tangan. Keponakan yang datang bersamanya mengeluarkan sekantong oleh-oleh berupa makanan ringan, minuman jus, kue basah dan kue kering lainnya.
Baik Natal ataupun Tahun Baru kali ini memang berbeda. Saya tidak merasakan adanya suasana hari raya, seperti hari raya tahun-tahun sebelumnya.
Apakah karena faktor kesibukan? Ataukah memang rasa persaudaraan semakin menurun atau bahkan sudah tidak ada? Ataukah memang karena umat Katolik sedunia sedang berduka atas berpulangnya Bapa Paus Benediktus XVI?
Pertanyaan diatas memang hanya untuk kita sendiri yang akan bisa menjawabnya dan merenungkannya.
Namun, di awal tahun baru ini saya mendapat kunjungan dari saudara tak sedarah yang membuat saya merasa tahun baru menjadi sedikit berwarna. Setidaknya, tidak merasa hampa. Dari kunjungan singkat mereka, kami saling berbagi pengalaman, cerita dan sharing beberapa hal baik tentang pekerjaan ataupun studi.
Sebab bagi saya, hari raya itu sendiri adalah waktunya untuk berkumpul, bercerita, tukar pikiran dan melupakan urusan pekerjaan ataupun studi untuk sementara waktu. Hari raya diprioritaskan kebersamaan baik berkumpul bersama keluarga, sahabat dan orang-orang terkasih.
Semoga hari raya para pembaca sekalian menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H