Mohon tunggu...
IEA Hong
IEA Hong Mohon Tunggu... -

Wiraswasta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tarikan Nafas Kehidupan

16 Januari 2014   13:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tarikan Nafas Kehidupan

By: IEA Hong

Nenek itu terbaring lemah di atas ranjang, suara keras mengikuti setiap irama tarikan nafasnya, suara keras yang membuat orang-orang disekitarnya ikut merasakan derita sang nenek, di dalam ruangan dengan ranjang-ranjang yang di penuhi oleh setidaknya 6 pasien lain, suara keras dari tarikan nafas sang nenek memilukan setiap orang, suara yang kontras sekali dengan suasana hening di rumah sakit.

Walau di temani oleh anak-anaknya, tapi tiada seorangpun yang bisa ikut menanggung deritanya, dalam kesendirian menghadapi penyakitnya, berjuang dalam setiap tarikan nafasnya, nafas yang biasanya tidak pernah kita sadari, nafas yang biasanya terasa alami, kini sudah tidak lagi bisa dirasakan oleh sang nenek, tarikan nafasnya sekarang bagaikan perjuangan hidup yang panjang, perjuangan mempertahankan setiap tarikannya, perjuangan yang terasa tanpa ujung.

Penderitaan sang nenek mengingatkanku pada bibiku, seorang bibi yang penyayang, yang selalu menemani keponakannya, menyuapi makan, bermain bersama, menjaga para keponakannya dikala terjaga maupun tertidur, tapi dibalik ketegarannya, setiap malam, ketika orang-orang menikmati tidur yang nyenyak diatas bantal yang empuk, dia harus berjuang untuk mempertahankan setiap tarikan nafasnya, nafas yang terasa sangat sulit karena terserang oleh asma, asma yang terkadang hanya hadir pada saat menjelang malam, terkadang menyerang siang dan malam, aku ingat saat masih kecil ketika terbangun di tengah malam, suara asma yang bergema di seluruh rumah selalu membuatku sedih dan tidak tega.

Kini dihadapanku, seorang nenek dengan nafas yang bahkan menimbulkan suara yang lebih besar di setiap tarikan nafasnya dari yang aku ingat pada bibiku, semakin menenggelamkan aku dalam kesedihan dan ketidaktegaan, betapa hidup ini penuh dengan derita, mungkin saat ini kita sedang menikmati kondisi tubuh yang prima, tapi hal ini tidaklah akan berlangsung selamanya, dikala waktu terus berjalan, akan sampailah tiba waktunya bagi kita untuk terbaring sendirian, berjuang mempertahankan setiap tarikan nafas kita, jadi apa yang sesungguhnya kita cari didunia ini?

Berjuang siang dan malam hanya demi mengumpulkan lembaran-lembaran kertas yang bahkan tidak akan sempat kita nikmati pada saatnya, bila saatnya tiba mungkin kita telah mengorbankan terlalu banyak hal, secara tidak sadar mungkin kita telah mengorbankan keluarga, teman, bahkan hidup kita.

Sebelum tiba saatnya bagi kita, sebaiknya manfaatkanlah waktu yang ada tidak hanya untuk mengumpulkan lembaran-lembaran harta, tapi sisihkanlah waktu yang ada untuk membahagiakan keluarga, saudara-saudara kita, teman-teman kita, bahkan orang-orang diluar sana yang memerlukan penghiburan dan uluran tangan kita.

“Belajar untuk bisa memiliki kondisi hati tanpa kemelekatan.” Master Cheng Yen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun